• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intensitas curah hujan adalah curah hujan yang terjadi pada satu satuan waktu. Intensitas Curah Hujan diperhitungkan terhadap lamanya hujan (durasi) dan frekuensinya atau dikenal dengan Lengkung Intensitas Durasi Frekuensi (IDF Curve). Intensitas curah hujan diperlukan untuk menentukan besar aliran permukaan (run off).

Pada Perhitungan intensitas curah hujan diperlukan data curah hujan jangka pendek (5 – 60 menit), yang mana data curah hujan jangka pendek ini hanya didapat dari data pengamatan curah hujan otomatis dari kertas diagram yang terdapat pada peralatan pencatatan.

45 Perhitungan intensitas curah hujan dengan data pengamatan jangka pendek sesuai durasi dipakai rumus-rumus sbb : ( Suripin, 2004 )

1. Rumus Talbot (1881), rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan-tetapan a dan b dengan harga-harga yang terukur.

I = t b a

... (2.2)

Dimana :

I = Intensitas hujan (mm/jam)

t = Lamanya Hujan (jam)

a dan b = Konstanta yang tergantung pada lamanya hujan yang terjadi di DAS.

2. Rumus Sherman (1905), rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lama lebih dari 2 jam.

I = n a

t

... (2.3)

Dimana :

I = Intensitas hujan (mm/jam)

t = Lamanya Hujan (jam)

n = Konstanta

46 3. Rumus Ishiguro (1953)

I = b t

a ... (2.4)

Dimana :

I = Intensitas hujan (mm/jam)

t = Lamanya Hujan (jam)

a dan b = Konstanta

Seandainya data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak didapat pada daerah perencanaan, maka analisa intensitas curah hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan pengamatan maksimum selama 24 jam dan selanjutnya dihitung dengan memakai formula Dr. Mononobe (Suripin, 2004).

...(2.5)

Keterangan :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = waktu hujan atau durasi (menit)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

2.4.7 Koefisien Pengaliran (Run Off Coeficient)

Pada saat terjadi hujan pada umumnya sebagian air hujan akan menjadi limpasan dan sebagian mengalami infiltrasi dan evaporasi.

Bagian hujan yang mengalir diatas permukaan tanah dan saat

3 / 2

24 24

24 

 

 

t I R

47 sesudahnya merupakan limpasan/pengaliran. Besarnya koefisien pengaliran untuk daerah perencanaan disesuaikan dengan karakteristik daerah pengaliran yang dipengaruhi oleh tata guna lahan (Land Use) yang terdapat dalam wilayah pengaliran tersebut. Besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.2 Besarnya Koefisien Pengaliran

Kondisi Koefisien Karakteristik Koefisien

Pusat Perdagangan Lingkungan Sekitar Rumah-Rumah Tinggal

Kompleks Perumahan Daerah Pinggiran Apartemen

Industri Berkembang Industri Besar

Taman Pekuburan Taman Bermain Lapangan dan Rel Kereta

Daerah Belum berkembang

0,70 - 0,95 0,50 – 0,70 0,30 – 0,50 0,40 – 0,60 0,25 – 0,40 0,50 – 0,70 0,50 – 0,80 0,60 – 0,90 0,10 – 0,25 0,10 – 0,25 0,25 – 0,40

0,10 – 0,30

Permukaan Aspal Permukaan Beton Permukaan Batu Buatan Permukaan Kerikil Alur Setapak Atap

Lahan Tanah Berpasir Kemiringan 2 % Kemiringan 2 s/d 7 % Bertrap 7 %

Lahan tanah keras kemiringan 2 %

Kemiringan rata-rata 2 s/d 7 % Bertrap 7 %

0,70 – 0,95 0,80 – 0,95 0,70 – 0,85 0,15 – 0,35 0,10 – 0,85 0,75 – 0,95 0,05 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20 0,13 – 0,17 0,18 – 0,22

0,25 – 0,35

Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards

48 2.5 Analisis Debit Genangan Banjir

Untuk menghitung debit genangan banjir digunakan Metode Rasional dimana data hidrologi memberikan kurva intensitas durasi frekuensi yang seragam dengan debit puncak dari curah hujan rata-rata sesuai waktu konsentrasi.

Perhitungan debit genangan menggunakan Metode Rasional dapat diformulasikan dengan rumus : (Kodoatie, 2002)

Q = 0,00278 . C . I . A ...(2.6)

Dimana :

Q = Debit Banjir Rencana (m3/detik) C = Koefisien Pengaliran

I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam) A = Luas Daerah Genangan Banjir (ha)

Konstanta 0,00278 adalah faktor konversi debit banjir rencana ke satuan (m3/dtk).

Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula Rasional adalah sebagai berikut :

a) Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.

b) Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas yang tetap, sama dengan waktu konsentrasi.

c) Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan.

d) Luas daerah genangan banjir tidak berubah selama durasi hujan.

49 2.6. Alternatif Pengendalian Banjir

Yang dimaksudkan dengan pengendalian banjir adalah suatu kegiatan yang meliputi aktifitas-aktifitas sebagai berikut:

a. Mengenal besarnya Debit Banjir b. Mengisolasi daerah genangan

c. Mengurangi tinggi elevasi muka air banjir.

Penanganan drainase kota dalam rangka penanggulangan banjir meliputi banyak faktor, sehingga perlu konsep yang jelas dan saling terkait untuk dapat ditindaklanjuti. Berdasarkan penjelasan gambar 2.2 terhadap masalah pengendalian banjir dan kebutuhan penanganan di lokasi banjir dijelaskan bahwa penangananan banjir itu sendiri dapat di susun konsep umum dan konsep teknis dalam dua metode struktur dan non struktur yaitu ;

a. Pengendalian banjir dengan bangunan

Pengendalian banjir dengan bangunan pada umumnya mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Pengelolaan dan perbaikan sungai untuk mengurangi besarnya resiko banjir seperti ; menambah dimensi sungai, memperkecil kekasaran sungai, dan pemendekan sungai.

2. Pembuatan bangunan-bangunan pengendali banjir seperti; kolam penampungan, tanggul penahan banjir, dan saluran banjir.

3. Pengaturan sistem Drainase untuk mengurangi debit puncak banjir, dengan bangunan seperti bendungan, kolam retensi dan lain-lain.

50 Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bangunan pengendalian banjir adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi dan hubungannya dengan biaya pemeliharaan.

2. Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis.

3. Pengaruh bangunan terhadap lingkungan.

4. Perkembangan pembangunan daerah

5. Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan sebelah hilirnya.

b. Pengendalian banjir dengan pengaturan (non struktur)

Kegiatan-kegiatan pengendalian banjir dengan cara pengaturan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Pengelolaan DPS untuk mengurangi limpasan air hujan dari DPS.

2. Kontrol pengembangan daerah genangan termasuk peraturan-peraturan penggunaan lahan.

3. Konstruksi gedung atau bangunan yang dibuat tahan banjir dan tahan air.

4. Sistem peringatan dan ramalan banjir.

5. Rencana asuransi nasional atau perseorangan.

6. Rencana gerakan siap siaga dalam keadaan darurat banjir.

7. Pengoperasian cara kerja pengendalian banjir.

8. Patisipasi masyarakat.

9. Law-Enforcement.

51 2.7 Drainase

Drainase adalah suatu ilmu tentang pengeringan tanah. Drainase (drainage) berasal dari kata to drain yang berarti mengeringkan atau mengalirkan air dan merupakan terminologi yang digunakan untuk menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air, baik di atas maupun di bawah permukiman tanah (Haryono, 1999). Pengertian drainase tidak terbatas pada teknis.

Pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada didalam kawasan diperkotaan. Semua hal yang menyangkut kelebihan air yang berada di kawasan kota sudah pasti dapat menimbulkan permasalahan yang cukup komplek.

Dengan semangkin kompleksnya permasalahan drainase perkotaan maka di dalam perencaaan dan pembangunannya tergantung pada kemampuan masing-masing perencana. Dengan demikian didalam proses pekerjaanya memerlukan kerja sama dengan beberapa ahli di bidang lain yang terkait.

2.7.1 Drainase Perkotaan

Drainase Perkotaan adalah Jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota.

Menurut Maryono (2000), pada daerah perkotaan konsep drainase konvensional atau darainase ramah lingkungan sering dilakukan, dimana dalam konsep drainase konvensional selurh air hujan yang jatuh di suatu wilayah harus

52 secapat-cepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya mengalir ke laut. Konsep drainase konvensional untuk permukiman atau perkotaan dibuat dengan cara membuat saluran-saluran lurus terpendek menuju sungai. Demikian juga di areal wisata dan olahraga, semua saluran drainase di design sedemikian rupa sehingga air mengalir secepatnya kesungai terdekat dan sama sekali tidak memperhatikan apa yang akan terjadi di bagian hilir. Jika semua air hujan dialirkan secapatnya-cepatnya ke sungai tanpa diupayakan agar air mempunyai waktu cukup untuk meresap ke dalam tanah akhirnya dampak tersebut dapat kita lihat sekarang ini yaitu terjadinya kekeringan dimana-mana, banjir, tanah longsor dan pelumpuran.

Sistem drainase perkotaan dapat dibagi manjadi 2 (dua) macam sistem dan ditambah dengan pengendalian banjir (food control), sistem tersebut adalah:

a. Sistem Jaringan Drainase Utama (Major Urban Drainage System), berfungsi mengumpulkan aliran air hujan dari minor drainase sistem untuk diterusin kebadan air atau flood control (sungai yang melalui daerah pemerintahan kota dan kabupaten, seperti: waduk, rawa-rawa, sungai dan muara laut untuk kota-kota ditepi pantai)

b. Drainase Lokal (Minor Urban Drainage System), adalah jaringan drainase yang melayani bagian-bagian khusus perkotaan seperti kawasan real estate, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan perkampungan, kawasan komplek-komplek, perumahan dan lain-lain.

53 c. Struktur saluran, secara hirarki drainase perkotaan mulai dari yang paling hulu akan terdiri dari: saluran kwarter/saluran kolektor jaringan drainase lokal, saluran tersier, saluran sekunder dan saluran primer

Pengaliran air dalam drainase perkotaan disebabkan terutama oleh limbah rumah tangga dan hujan. Tetapi yang paling dominan yang mengakibatkan banjir adalah air hujan. Jatuhnya hujan disuatu daerah, baik menurut waktu maupun menurut pembagian geografisnya tidak tetap melainkan berubah-ubah. Bila hujan yang jatuhnya deras dan/atau lama dan lebih besar dari kapasitas infiltrasi dan kapasitas intersepsi, semakin besar pula aliran melalui permukaan tanah, maka kelebihan aliran permukiman tanah menjadi lebih besar, saluran drainase dan sungai tidak dapat menampung seluruh air yang datang karena telah terisi penuh dan terjadi luapan air. Dalam perencanan bangunan air, masalahnya adalah berapakah besar debit air yang harus disalurkan itu adalah debit suatu saluran pembuangan atau sungai, maka besarnya debit tidak tertentu dan berubah-ubah karena adanya banjir. Debit banjir ini disebut banjir rencana, yaitu banjir yang dipakai sebagai dasar untuk perhitungan ukuran bangunan saluran drainase yang direncanakan. Debit banjir rencana itu sudah tentu tidak boleh diambil terlalu kecil, sebab jika sewaktu-waktu terjadi banjir maka banguna tersebut akan selalu terancam keamanannya. Sebaliknya jika debit banjir rencana juga tidak boleh diambil terlalu besar sehingga menyebabkan ukuran bangunan air

54 menjadi terlalu besar, dan mungkin dapat melampaui batas-batas ekonomis yang dapat dipertanggungjawabkan.

Drainase merupakan suatu sistim pembuangan air untuk mengalirkan kelebihan air di permukaan tanah maupun dibawah tanah, sehingga dengan demikian drainase dibagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Drainase permukaan Adalah suatu sistem pembuangan air untuk mengalirkan kelebihan air dipermukaan tanah hal ini berguna untuk mencegah adanya genangan.

2. Drainase bawah tanah. Adalah suatu sistem pembuangan untuk mengalirkan kelebihan air di bawah tanah. Hal ini dibuat untuk mengendalikan ketinggian muka air tanah.

Drainase diperlukan untuk mengalirkan air, baik yang berasal dari hujan lokal maupun air kiriman dalam tempo yang sesingkat - singkatnya, sistem ini juga dimanfaatkan pada musim kering untuk meningkatkan kondisi tanah yaitu menekan derajat keasinan (salinitas) di daerah yang bersangkutan. Pada jenis tanaman tertentu drainase juga bermanfaat untuk mengurangi ketinggian muka air tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik sesuai dengan persyaratan hidupnya.

Dokumen terkait