• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Kemenkes RI (2010b), langkah-langkah dalam menghitung perkiraan jumlah kebutuhan obat adalah dimulai dengan menghitung pemakaian nyata per tahun, menghitung pemakaian rata-rata per bulan, menghitung kekurangan obat, menghitung kebutuhan obat sesungguhnya per tahun, menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang, menghitung waktu tunggu,

menentukan stok pengaman, menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan datang, dan menghitung jumlah obat yang diadakan pada tahun anggaran yang akan datang.

Perhitungan perkiraan jumlah kebutuhan obat yang akan datang di RSUD Sultan Sulaiman dilakukan oleh kepala instalasi farmasi dan kepala gudang farmasi. Perhitungan jumlah obat yang dilakukan tersebut dinilai belum sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Kemenkes RI (2010b) pada pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Hal ini disebabkan karena farmasi tidak melakukan perhitungan jumlah kebutuhan obat dengan menggunakan rumus dan cara yang tepat.

Langkah-langkah dalam menghitung perkiraan kebutuhan obat adalah dimulai dengan menghitung pemakaian nyata per tahun yaitu dengan menggunakan data stok awal ditambah dengan jumlah yang diterima dikurang dengan sisa stok yang dihitung per 1 November dan dikurang dengan jumlah obat yang hilang/rusak/kadaluarsa (Kemenkes RI, 2010b). Tetapi perhitungan pemakaian nyata per tahun tidak dilakukan sesuai dengan yang seharusnya, karena perhitungan sisa stok didapatkan dari stock opname yang dibuat tiap akhir bulan, lalu akan didapatkan jumlah akhirnya untuk per 31 Desember.

Langkah kedua adalah menghitung pemakaian rata-rata per bulan. Pihak farmasi memperoleh angka pemakaian rata-rata per bulan dari hasil rekapitulasi pengeluaran resep setiap bulannya dan dibagi dua belas bulan. Hal ini tidak sesuai dengan yang seharusnya, dimana berdasarkan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit, perhitungan pemakaian rata-rata per bulan tidak dibagi 12

bulan melainkan dibagi berdasarkan berapa bulan obat tersebut habis dipakai. Hal ini dapat mempengaruhi ketepatan dalam merencanakan kebutuhan obat secara riil dan berdampak terhadap ketersediaan obat.

Langkah ketiga yaitu dengan menghitung kekurangan obat yaitu jumlah obat yang diperlukan saat terjadi kekosongan obat, dengan cara mengalikan waktu kekosongan obat dengan pemakaian rata-rata per bulan. Tetapi pihak farmasi tidak melakukan perhitungan kekurangan obat, hanya mengetahui jenis obat yang kosong saja.

Langkah keempat yaitu dengan menghitung kebutuhan obat sesungguhnya per tahun dengan cara menjumlahkan angka pemakaian nyata per tahun dengan angka kekurangan obat. Tetapi pihak farmasi tidak melakukan perhitungan kebutuhan obat sesungguhnya per tahun, karena tidak ada dilakukan perhitungan kekurangan obat.

Langkah keenam adalah menghitung waktu tunggu dengan cara mengalikan pemakaian rata-rata per bulan dengan waktu yang dibutuhkan sejak rencana kebutuhan obat diajukan sampai dengan obat diterima. Tetapi hal ini tidak dilakukan oleh pihak farmasi yang tidak ada melakukan perhitungan mengenai waktu tunggu obat. Hal ini disebabkan karena pihak farmasi tidak memiliki data waktu tunggu obat.

Langkah ketujuh adalah menentukan stok pengaman yang diperoleh berdasarkan pengalaman dari monitoring dinamika logistik. Pihak farmasi melakukan perhitungan pemakaian rata-rata per bulan dikalikan dengan 18.

Angka 18 didapatkan dari 1 tahun ada 12 bulan dan ditambah 6 bulan sebagai buffer stock (stok pengaman), untuk ketersediaan obat selama 18 bulan kedepan.

Langkah kelima adalah dengan menghitung kebutuhan obat tahun yang akan datang yaitu dengan cara menambahkan angka kebutuhan obat sesungguhnya per tahun dengan peningkatan jumlah penduduk yang akan dilayani. Langkah kedelapan adalah menghitung kebutuhan obat yang akan diprogramkan untuk tahun yang akan datang dengan cara menjumlahkan angka kebutuhan obat tahun yang akan datang dengan waktu tunggu dan stok pengaman. Dan langkah kesembilan adalah menghitung jumlah obat yang perlu diadakan pada tahun anggaran yang akan datang adalah dengan cara mengurangi kebutuhan obat yang diprogramkan dengan sisa stok.

Tetapi pihak farmasi tidak melakukan perhitungan jumlah kebutuhan obat yang akan diadakan dengan menggunakan cara yang sesuai dengan pedoman pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Untuk menghitung rencana pengadaan obat yang akan datang, dilakukan dengan melihat peningkatan jumlah kunjungan pasien. Jika kunjungan pasien meningkat dan obat itu termasuk jenis obat fast moving, maka akan dilakukan penambahan sekitar 10% dari jumlah kebutuhan obat di rumah sakit pada waktu sebelumnya dikurang dengan sisa stok yang ada. Tetapi jika obat itu termasuk jenis obat slow moving, hanya dilakukan penambahan sekitar 2-5% dari kebutuhan sebelumnya.

5.3 Keluaran (Output)

Aspek yang dikategorikan sebagai keluaran (output) dalam perencanaan obat yaitu kebutuhan obat tahun yang akan datang. Menurut Febriawati (2013),

tujuan perencanaan obat adalah mendapatkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan, menghindari terjadinya kekosongan obat, meningkatkan penggunaan obat secara rasional serta meningkatkan efisiensi penggunaan obat, sehingga obat yang diperlukan tersedia setiap saat dengan jumlah yang cukup dan mudah diperoleh pada waktu yang tepat.

Dalam melakukan perencanaan obat di RSUD Sultan Sulaiman, terdapat kendala dan hambatan, sehingga tujuan dari perencanaan obat itu tidak tercapai, atau dengan kata lain obat tidak tersedia dengan jumlah, jenis atau tidak tersedia tepat waktu. Kendala dalam melakukan perencanaan obat di RSUD Sultan Sulaiman adalah jika data yang dibutuhkan untuk melakukan perencanaan obat tidak lengkap, jika terjadi keterlambatan obat yang sampai ke rumah sakit, dan jika jumlah obat yang diadakan tidak sesuai dengan jumlah obat yang diajukan permintaannya sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kekosongan stok obat di rumah sakit.

Kekosongan stok (stock out) merupakan jumlah akhir obat sama dengan nol. Stok obat di gudang mengalami kekosongan dalam persediaannya sehingga bila ada permintaan tidak bisa terpenuhi. Apabila jumlah permintaan atau kebutuhan lebih besar dari tingkat persediaan yang ada, maka akan terjadi kekurangan persediaan atau disebut stock out. Kekosongan stok menjadi salah satu kendala yang dapat menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di rumah sakit.

Berdasarkan data yang diperoleh di instalasi farmasi RSUD Sultan Sulaiman, diketahui bahwa terdapat beberapa jenis obat yang mengalami

kekosongan di rumah sakit. Dari wawancara yang dilakukan, diketahui terjadinya kekosongan obat di rumah sakit dapat disebabkan karena berbagai hal, antara lain karena terjadinya keterlambatan obat yang dipesan untuk sampai ke rumah sakit, obat yang diajukan permintaan kebutuhannya tidak dapat diadakan, jumlah obat yang diadakan tidak sesuai dengan jumlah obat yang diajukan permintaannya, alokasi dana yang tidak dapat mencukupi kebutuhan pembelian obat dan jika obat yang dibutuhkan tidak masuk ke dalam e-katalog. Selain itu juga dapat diakibatkan karena terjadi peningkatan kunjungan pasien, sehingga stok obat yang ada di gudang farmasi habis. Hal ini menunjukkan adanya ketidaktepatan dalam melakukan perencanaan obat karena masih terjadi kekurangan stok obat.

Berdasarkan hasil observasi, kekosongan obat yang terjadi di rumah sakit mengakibatkan perawatan pasien tertunda. Selain itu pasien juga mengeluh karena harus membeli obat ke apotik luar. Hal ini sejalan dengan penelitian Maimun (2008), yang menyatakan bahwa dimana adanya stock out akan berakibat terganggunya pelayanan sedangkan adanya over stock akan membengkakkan biaya persediaan.

Cara yang dilakukan untuk mengatasi kekosongan obat yang terjadi di RSUD Sultan Sulaiman, adalah bagian farmasi akan memberi tahu dokter agar tidak meresepkan obat yang tidak ada stoknya di gudang farmasi rumah sakit. Akan tetapi jika obat tersebut sudah diresepkan oleh dokter, maka solusi yang dilakukan adalah untuk pasien umum akan membeli sendiri obat yang diresepkan tersebut ke apotik luar. Tetapi untuk pasien BPJS, maka bagian farmasi akan melakukan koordinasi kembali dengan dokter yang meresepkan obat tersebut,

agar jika memungkinkan untuk mengganti obat tersebut dengan alternatif obat lain yang jenis dan fungsinya sama. Akan tetapi jika tidak bisa diganti, maka bagian farmasi akan mengajukan surat permintaan obat kepada direktur rumah sakit melalui bagian seksi penyusunan program, bahwa obat tersebut benar-benar dibutuhkan. Lalu bagian seksi penyusunan program akan memutuskan apakah obat tersebut akan diadakan atau tidak, dan jika diadakan maka dilakukan pembelian secara langsung tetapi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan tidak berlebihan, agar tidak terjadi penumpukan.

Selain kekosongan obat, perencanaan yang tidak baik juga terlihat dari adanya jumlah obat yang belum atau tidak digunakan selama 3 bulan terakhir atau lebih. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa hal seperti karena pola penyakit tertentu pada satu periode yang menyebabkan obat tidak terpakai pada periode selanjutnya. Hal ini dapat menyebabkan kerugian yaitu perputaran uang menjadi tidak lancar, obat menumpuk di gudang farmasi dalam waktu yang lama dan dikhawatirkan akan menjadi rusak dan dapat menyebabkan obat tersebut kadaluarsa. Jika dibiarkan terus terjadi rumah sakit akan mengalami kerugian secara terus menerus.

Menurut data penggunaan obat di instalasi farmasi RSUD Sultan Sulaiman, diketahui terdapat beberapa jenis obat yang belum atau tidak digunakan selama 3 bulan terakhir atau lebih. Hal ini terlihat dari data, ditemukan jumlah obat yang tetap dan tidak berkurang selama satu tahun tersebut. Hal ini dapat disebabkan karena obat yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan dan KFT yang kurang berperan aktif dalam membantu pengelolaan obat di instalasi farmasi

rumah sakit. Hal ini dapat dijadikan bahan evaluasi bagi pihak perencanaan obat di RSUD Sultan Sulaiman untuk mengurangi jumlah atau menghapus sama sekali obat yang tidak terlalu dibutuhkan.

Selain itu, adanya obat yang kadaluarsa juga menunjukkan bahwa perencanaan obat di rumah sakit tidak berjalan baik. Menurut Pudjaningsih (dalam Palupiningtyas, 2014), semakin banyak obat yang mengalami kadaluarsa di rumah sakit, maka akan semakin besar pula kerugian yang dialami oleh suatu rumah sakit dan dapat mengurangi pendapatan rumah sakit.

Berdasarkan data yang diperoleh di instalasi farmasi RSUD Sultan Sulaiman, diketahui bahwa terdapat beberapa jenis obat yang mengalami kadaluarsa. Jumlah ini tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, bahwa idealnya persentase nilai obat rusak dan kadaluarsa di gudang haruslah berjumlah 0% atau tidak ada sama sekali.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, diketahui bahwa obat yang kadaluarsa dikarenakan obat yang slow moving, pola penyakit berubah sehingga obat menumpuk dan obat yang expired date nya kurang dari 2 tahun. Tetapi belum ada dilakukan pemusnahan terhadap obat yang mengalami kadaluarsa di rumah sakit. Hal ini dikarenakan RSUD Sultan Sulaiman sebagai rumah sakit milik pemerintah, harus ada peraturan daerah mengenai pemusnahan obat yang kadaluarsa. Akan tetapi peraturan tersebut belum ada, sehingga pemusnahan obat tidak dapat dilakukan. Jadi obat yang kadaluarsa tersebut masih disimpan di gudang farmasi, hanya diletakkan di tempat terpisah dan dikelompokkan sesuai dengan tahun kadaluarsanya.

BAB VI

Dokumen terkait