TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Analytical Hierarchy Process (AHP)
2.2.2 Perhitungan Metode AHP
Pada dasarnya formulasi matematis pada model AHP dilakukan dengan menggunakan suatu matriks, misalkan dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen operasi, yaitu elemen-elemen , , …, , maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks perbandingan seperti pada Tabel 2.2. Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hierarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan.
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan …
5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertibangan pertimbangan yang berdekatan
… …
… … … … …
…
Setelah matriks diisi dengan nilai perbandingan selanjutnya dilakukan suatu pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap kriteria, berikut merupakan langkah-langkah dalam mencari bobot elemen dengan metode AHP :
1. Normalisasi matriks
Proses pembobotan dilakukan berdasarkan matriks perbandingan berpasangan yang merupakan perbandingan kriteria i terhadap kriteria j, berikut merupakan proses normalisasi matriks perbandingan berpasangan:
a) Bobot setiap kolom j dijumlahkan menjadi total kolom, total dari setiap kolom itu dilambangkan dengan .
……….(1)
Dimana :
Nilai total penjumlahan bobot per kolom Nilai bobot sub faktor baris ke i kolom ke j
b) Bagi setiap kriteria dalam matriks dengan jumlah nilai total di kolom kriteria tersebut. Hasil dari pembagian tersebut dilambangkan dengan .
………..(2)
Hasil pembagian bobot baris ke-i kolom ke-j dengan jumlah tiap kolom ke-j Nilai total penjumlahan bobot per kolom
Nilai bobot sub faktor baris ke i kolom ke j
2. Perhitungan Nilai Eigen
Nilai Eigen adalah nilai yang menunjukkan bobot kepentingan suatu kriteria atau alternatif terhadap kriteria atau alternatif lainnya dalam suatu struktur hirarki. Menentukan prioritas relative dari setiap faktor dengan merata-ratakan bobot yang sudah dinormalisasikan dari setiap baris, dengan lambing .
……….(3) Dimana :
Nilai total penjumlahan bobot per kolom
Hasil pembagian bobot baris ke-i kolom ke- j dengan jumlah tiap kolom ke-j Jumlah Sub factor
3. Perhitungan rasio konsistensi
Rasio konsistensi (CR) adalah perbandingan Indeks Konsistensi (CI) dengan nilai acak Saaty (RI), nilai CR dihitung untuk mengukur tingkat kekonsistenan dari sebuah matrik perbandingan berpasangan. Perhitungan rasio konsistensi dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut (Suryadi dan Ramdhani, 2002):
a) mengalikan matriks dengan prioritas bersesuaian b) menjumlahkan hasil perkalian per baris
c) hasil langkah b dibagi jumlah elemen, akan di dapat d) menghitung indeks konsistensi (CI) dengan rumus :
……….(4)
Dimana :
CI : Indeks Konsistensi : Nilai Eigen Maksimum n : Jumlah Kriteria/Alternatif
e) maka rasio konsistensi (CR) dapat dihitung dengan rumus : ……….(5)
Dimana :
CR : Rasio Konsistensi CI : Indeks Konsistensi RI : Indeks Acak Saaty
Nilai RI didasarkan pada nilai indeks acak Saaty pada Tabel 2.3, dan matriks perbandingan berpasangan dapat diterima jika nilai rasio konsistensi (CR) :
Tabel 2.3 Skala Indeks Acak(RI) Saaty Jumlah
Elemen 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut. Johnny ingin membeli sebuah Sepeda MTB, dan ia telah mempunyai 3 pilihan sepeda yang akan ia pilih yaitu, MTB A, MTB B, MTB C, dan ia juga telah mengidentifikasikan 3 kriteria utama sebagai perbandingan pemilihan sepeda tersebut yaitu, Harga, Model dan Merek. Hal pertama yang dilakukannya adalah membuat matriks perbandingan berpasangan terhadap masing-masing kriteria tersebut berdasarkan indeks skala perbandingan berpasangan Saaty, yaitu berikut pada Tabel 2.4 :
Tabel 2.4. Perbandingan Berpasangan Kriteria KRITERIA HARGA MODEL MEREK
HARGA 1 5 4
MODEL 1/5 1 ½
MEREK 1/4 2 1
Setelah membuat perbandingan berpasangan dari krteria maka Johnny melakukan normalisasi terhadap matriks perbandingan berpasangan yang ada pada Tabel 2.5 sebagai berikut:
Tabel 2.5. Normalisasi Matriks
KRITERIA HARGA MODEL MEREK
HARGA 20/29 5/8 8/11
MODEL 4/29 1/8 1/11
MEREK 5/29 2/8 2/11
Selanjutnya dengan persamaan rumus (2) tiap-tiap elemen matriks perbandingan berpasangan dibagi dengan total nilai masing-masing kolom yang dihasilkan pada rumus(1) kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan dengan menggunakan rumus(3) yang dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.
Tabel 2.6. Nilai Eigen Vector (Bobot)
KRITERIA HARGA MODEL MEREK Bobot
HARGA 0.6896 0.5556 0.7272 0.6574
MODEL 0.1379 0.1111 0.0909 0.1133
MEREK 0.1724 0.2500 0.1818 0.2014
1.4500 8.0000 5.5000 1.000
Selanjutnya menghitung rasio konsistensi daripada bobot( dengan rumus (5), (6) dan (7) :
maka kemudian hitung CI dengan rumus (6),
Nilai CR < 0.1, maka matrik perbandingan untuk kriteria dapat diterima.
Selanjutnya berdasarkan kriteria-kriteria tadi, maka akan ditentukan mana alternatif terbaik dari sepeda-sepeda tersebut, berdasarkan kriteria harga, johnny membuat perbandingan harga sepeda tersebut berdasarkan skala penilaian perbandingan Saaty, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.7. Perbandingan Berpasangan Alternatif Kriteria Harga
Setelah membuat perbandingan berpasangan, selanjutnya matriks pada Tabel 2.7 dinormalisasi seperti pada Tabel 2.8 berikut :
Tabel 2.8. Normalisasi matriks perbandingan berpasangan
HARGA MTB A MTB B MTB C
MTB A ¼ ¼ 1/4
MTB B 2/4 ½ 2/4
MTB C ¼ ¼ 1/4
Selanjutnya dengan persamaan rumus (2) tiap-tiap elemen matriks perbandingan berpasangan dibagi dengan total nilai masing-masing kolom yang dihasilkan pada rumus(1) kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan dengan menggunakan rumus(3) untuk mendapatkan nilai bobotnya(nilai eigen( ), seperti pada Tabel 2.9 berikut:
HARGA MTB A MTB B MTB C
MTB A 1 1/2 1
MTB B 2 1 2
MTB C 1 1/2 1
Tabel 2.9. Nilai Eigen Vector (Bobot) alternatif dengan kriteria harga HARGA MTB A MTB B MTB C Bobot MTB A 0.25 0.25 0.25 0.25 MTB B 0.50 0.50 0.50 0.50 MTB C 0.25 0.25 0.25 0.25 4 2 4 1.00
Selanjutnya menghitung rasio konsistensi daripada bobot( dengan rumus (5) , (6) dan (7) :
maka kemudian hitung CI dengan rumus (6),
maka rasio konsistensi (CR) dapat dihitung dengan rumus(7) :
Jika nilai rasio konsistensi (CR) = 0 , maka bobot tersebut sangatlah konsisten .
Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan lagi untuk kriteria model, maka berdasarkan kriteria model perbandingan untuk alternatif seperti pada Tabel 2.10 berikut:
Tabel 2.10. Matriks perbandingan berpasangan alternatif kriteria model MODEL MTB A MTB B MTB C
MTB A 1 1 1/2
MTB B 1 1 1/3
MTB C 2 3 1
Setelah membuat perbandingan berpasangan, selanjutnya matriks pada tabel 2.10 dinormalisasi seperti pada Tabel 2.11 berikut :
Tabel 2.11. Normalisasi Matrik Perbandingan Berpasangan
MODEL MTB A MTB B MTB C
MTB A 1/4 1/5 3/11
MTB B 1/4 1/5 2/11
MTB C 2/4 3/5 6/11
Selanjutnya dengan persamaan rumus (2) tiap-tiap elemen matriks perbandingan berpasangan dibagi dengan total nilai masing-masing kolom yang dihasilkan pada rumus (1) kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan dengan menggunakan rumus (3) seperti pada Tabel 2.12 berikut :
Tabel 2.12. Nilai Eigen Vector (Bobot) alternatif dengan Kriteria Model Model MTB A MTB B MTB C Bobot
MTB A 0.25 0.20 0.27 0.24
MTB B 0.25 0.20 0.18 0.21
MTB C 0.50 0.60 0.54 0.55
4 5 1.83 1.00
Selanjutnya menghitung rasio konsistensi daripada bobot( dengan rumus (5) , (6) dan (7) :
maka kemudian hitung CI dengan rumus (6),
maka rasio konsistensi (CR) dapat dihitung dengan rumus(7) :
Selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan lagi untuk kriteria merek, maka berdasarkan kriteria merek perbandingan untuk alternatif adalah seperti pada Tabel 2.13 berikut:
Setelah membuat perbandingan berpasangan, selanjutnya matriks pada tabel 2.13 dinormalisasi seperti pada Tabel 2.14 berikut :
Tabel 2.14. Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan
MEREK MTB A MTB B MTB C
MTB A ½ 1/2 ½
MTB B ¼ 1/4 ¼
MTB C ¼ 1/4 ¼
Selanjutnya dengan persamaan rumus (2) tiap-tiap elemen matriks perbandingan berpasangan dibagi dengan total nilai masing-masing kolom yang dihasilkan pada rumus(1) kemudian dijumlahkan dan dirata-ratakan dengan menggunakan rumus(3) seperti terdapat pada Tabel 2.15 berikut :
Tabel 2.15. Perhitungan Perbandingan Berpasangan dengan Kriteria Merek MEREK MTB A MTB B MTB C
MTB A 0.50 0.50 0.50 0.50
MTB B 0.25 0.25 0.25 0.25
MTB C 0.25 0.25 0.25 0.25
2 4 4 1.00
Selanjutnya menghitung rasio konsistensi daripada bobot( dengan rumus (5) , (6) dan (7) :
Maka kemudian hitung CI dengan rumus (6),
Maka rasio konsistensi (CR) dapat dihitung dengan rumus(7) : MEREK MTB A MTB B MTB C
MTB A 1 2 2
MTB B ½ 1 1
MTB C ½ 1 1
= 0
Kemudian satukan semua bobot untuk masing-masing kriteria terhadap alternative dalam satu tabel sehingga dapat diperoleh bobot akhir dari alternatif tersebut, seperti pada Tabel 2.16 berikut.
Tabel 2.16. Nilai Akhir dari Masing-masing Alternatif
BOBOT KRITERIA MTB A MTB B MTB C HARGA 0.66 0.25 0.24 0.50 MODEL 0.11 0.50 0.21 0.25 MEREK 0.20 0.25 0.55 0.25 Final Score 0.27 0.29 0.42
Maka berdasarkan Tabel 2.16 dapat disimpulkan bahwa Sepeda MTB C menempati posisi teratas dengan bobot 0.42, kemudian MTB B dengan bobot 0.29 dan terakhir MTB A dengan bobot 0.27.