• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1. Perikanan Tangkap

Pesisir Tangerang termasuk daerah penangkapan ikan bagi nelayan tradisional. Lokasi yang menjadi daerah penangkapan berjarak di atas 4 mil ke utara atau di perairan Pulau Seribu. Jenis ikan hasil tangkapan umumnya ikan pelagis kecil seperti kembung (Rastrelliger sp), tetengkek (Eleutrema tetradactylus), petek (Gazza minuta), ekor kuning (Caesio sp), dan ikan tembang (Sardinellasp).

Selain menangkap ikan, sebagian nelayan juga melakukan penangkapan udang (Pennaeus sp), kepiting bakau (Scylla serata), Rajungan (Portunus pelagicus) dan udang-udang karang. Untuk jenis biota moluska yang banyak ditangkap adalah kerang hijau (Perna viridis), kerang darah (Anadara granosa), kerang tutut, kerang macan (Babylonia sp), dan kerang simping (Placuna placenta) (Dinas Perikanan Kab Tangerang, 2006).

Kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap gillnet, jarring lingkar, pancing, sero dan bagan. Sedangkan untuk menangkap udang dan kepiting banyak digunakan jaring rampus dan jaring angok. Moluska umumnya ditangkap dengan garok dan pengumpul kerang. Hasil tangkapan kemudian didaratkan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang ada di Tangerang seperti di Kronjo dan Dadap serta di muara Mauk.

2.1.2. Perikanan Budidaya

Selain sebagai lokasi penangkapan, juga terdapat daerah yang menjadi lokasi budidaya. Kegiatan budidaya yang banyak dikembangkan adalah budidaya kerang hijau. Kerang hijau ditanam di lokasi bagan dengan menggunakan system tali. Tali dipasang antara tiang pancang atau tiang bagan. Masa pembudidayaan (pembesaran) kerang hijau juga bervariasi antara 5-6 bulan dengan ukuran panen mencapai 7-9 cm (PKSPL, 2006). Hasil budidaya di bagan tancap mencapai 5 kwintal sampai 2 ton per panen pada masing-masing bagan. Tingginya produksi ini lebih disebabkan karena melimpahnya bahan organic di perairan tersebut yang sesuai untuk perkembangan hidup populasi kerang.

Selain budidaya kerang hijau, di pesisir juga ditemukan aktivitas budidaya udang dan bandeng. Lokasi seperti di Tanjung Tenjo Ayu, Mauk, Tanjung Anom banyak terdapat lokasi budidaya udang (Pennaeus sp) dan bandeng (Chanos- chanos). Namun salah satu kendala dari kegiatan tersebut adalah system pengelolaan lahan yang menyebabkan makin menurunnya produktivitas lahan budidaya.

2.1.3. Pariwisata

Selain kegiatan penangkapan dan budidaya, sebagian wilayah pesisir Tangerang juga merupakan daerah yang potensial untuk pariwisata. Lokasi pariwisata yang selama ini berkembang dan banyak di kunjungi adalah Tanjung Pasir dan Pulau Laki. Kegiatan wisata di kedua lokasi ini cukup baik dan selalu ramai dikunjung setiap hari libur dan akhir pekan.

Pengembangan aktivitas wisata dikawasan pesisir Tangerang belum begitu intensif. Keadaan ini disebabkan karena keterbatasan lahan untuk pengembangan. Lahan yang ada relatif sempit dan sebagian dimiliki oleh masyarakat.

Sektor pariwisata merupakan salah satu potensi biofisik yang dimiliki Kabupaten Tangerang. Pengembangan kawasan pariwisata di kabupaten ini diarahkan pada pariwisata yang potensial, yaitu kawasan wisata pantai dengan obyek-obyek wisata seperti : Pulau Cangkir, Tanjung Kait, Tanjung Burung, Arukan/Muara dan Salembaran Jati.

Kawasan wisata pesisir yang potensial di Kabupaten Tangerang antara lain adalah :

1. Kawasan pariwisata pantai di Kecamatan Teluk Naga yang pengembangannya dilakukan secara terpadu (antara kawasan pemukiman dan wisata terpadu Kapuk Naga Indah) yang pengembangan dan pengelolaannya dilakukan oleh PT. Kapuk Naga Indah (KNI).

2. Kawasan pariwisata Pantai Tanjung Kait dan Pantai Sangira Indah di Kecamatan Mauk.

Pantai Tanjung Kait telah ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik, dari tempat ini kunjungan dapat dilanjutkan ke pulau-pulau terdekat seperti Pulau Laki, Pulau Air dan Pulau Idam, sedangkan Pantai Sangira Indah (Karang Serang) sementara ini dibiarkan tidak dikelola, padahal sebelumnya sudah dibangun villa-villa dan hotel yang dikelola oleh swasta.

3. Kawasan pariwisata Pantai Dadap di Kecamatan Kosambi. 4. Kawasan pariwisata Pulau Cangkir di Kecamatan Kronjo.

Di pulau ini terdapat obyek wisata sejarah, yaitu makam Pangeran Jaga Laut, sedangkan obyek wisata pantainya belakangan ini keadaannya mengkhawatirkan karena pantainya banyak yang tererosi.

5. Kawasan pariwisata Tanjung Pasir.

Lokasi ini sebenarnya merupakan tempat latihan pendaratan Angkatan Laut (AL), pada saat sedang tidak ada latihan wilayah ini ramai dikunjungi oleh wisatawan domestik. Selain lokasi wisata ini, wisatawan dapat meneruskan perjalanan wisatanya dengan menyeberang ke Pulau Untung Jawa yang terletak dalam gugusan pulau-pulau Seribu.

2.1.4. Ekosistem Pesisir 2.1.4.1. Mangrove

Habitat hutan bakau di Kabupaten Tangerang sudah semakin menipis, meskipun masih dijumpai diantara hamparan tambak dan pemukiman. Jenis-jenis hutan bakau yang umum dijumpai di lokasi penelitian antara lain Avicennia,

Rhizophoradan Sonneratiadengan kepadatan tidak merata dan cenderung rendah. Mangrove tersebar antara Mauk sampai Padaleman dengan ketebalan antara 5-20

m (PKSPL-IPB 2006) . Beberapa kecamatan yang mempunyai habitat hutan bakau adalah Kecamatan Kronjo, Mauk dan Teluk Naga. Kerusakan hutan bakau di Tangerang umumnya disebabkan konversi penggunaan lahan seperti menjadi lahan tambak dan lahan pemukiman /industri. Kondisi mangrove di sekitar lokasi penelitian di Teluk Kronjo seperti Gambar 2.

Gambar 2. Ekosistem mangrove di sekitar teluk Kronjo

2.1.4.2. Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang hanya terdapat di beberapa pulau yang terletak di sebelah utara pantai. Pulau Laki yang terletak di sebelah utara Tanjung Kait mempunyai terumbu karang yang kondisinya sedang hingga buruk. Pantai di pulau ini sendiri mengalami abrasi yang diduga disebabkan aktifitas penggalian pasir di perairan pesisir Tangerang. Jenis komunitas karang yang merupakan jenis yang tahan terhadap tekanan ekologis seperti karang lunak, Porites dan karang masif lainnya, Acropora dan biota penunjang lain seperti sponge. Rumput laut terdapat di antara terumbu karang yang ada di temukan dalam jumlah yang sedikit (PKSPL-IPB 2006).

2.2. Sumberdaya Simping 2.2.1. Sistimatika Simping

Simping (P. placenta) merupakan biota sessile yang hidup di hamparan dasar perairan. Simping termasuk kelompok biota invertebrate dengan cangkang yang simetris yang dikenal juga kelompok bivalvia (memiliki dua cangkang). Simping termasuk famili Placunidae dengan jumlah jenis yang cukup banyak.

Klasifikasi dari simping (Placuna sp) menurut Swennen, (2000) adalah sebagai berikut; Phylum : Moluska

Kelas : Pelecypoda

Subkelas : Pteriomorphia Famili : Placunidae

Genus : Placuna

Spesies : Placuna placenta(Linn, 1758) Sampai saat ini telah diketahui lebih dari 6.000 species moluska. Semuanya termasuk juga kelompok clam, cockle, mussel, oyster, dan scallop. Pada umumnya kelompok ini hidup di air asin, tapi banyak juga yang mampu bertahan hidup di air tawar. Placuna sp, sering juga disebut dengan oyster adalah kerang dengan cangkang tipis yang semuanya merupakan anggota dari famili placunidae (Marshall and Wilson, 2005). .

Simping termasuk biota yang banyak tersebar di wilayah perairan tropis, maka untuk mengetahui jenis tersebut ada beberapa identitas kunci yang harus diketahui yaitu;

 Cangkang bagian kiri relative datar, sedangkan bagian kanan relative cembung.

 Cangkang sebelah kanan melebihi dari cangkang bagian kiri dan selalu lewati batas bagian ujung sebelah kanannya.

 Cangkang kanan lebih putih, kekuningan, atau kecoklatan. Sering dengan bercak atau titik seperti pigment hitam. Cangkang kiri berwarna merah muda terang atau mengarah ke warna coklat kemerah-merahan.

 Tinggi cangkang dapat mencapai diatas 15 cm dengan alur sesuai dengan alur cangkang.

P placenta tidak mempunyai alat perekat atau bysus untuk menempel. Spat simping akan menempel apabila substrat yang terdapat di dasar laut cocok untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu dalam beberapa kondisi simping dapat menggali lubang, atau membenamkan dirinya dalam susbtrat. Placuna placenta

dapat menggali dan membenamkan dirinya pada substrat yang berlumpur atau pasir halus.

2.2.2. Morfologi

Kedua bagian klep Placuna spberbentuk simetris dengan adanya inhalent (media masuk air) di sisi bawah dari apex cangkang. Klep dengan sisi bagian kanan lebih cembung dan berwarna putih mengarah kekuningan, coklat terang dan kehitaman. Klep bagian kiri lebih datar, dan berwarna merah jambu terang atau coklat kemerah-merahan. Simping dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 15 cm dan kedua klepnya memiliki 15-17 radial rib (Cragg, et al. 1991 in Shumway, 1991). Morfologi kerang simping seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Biota Kerang Simping (Placuna placenta)

Biota simping menggunakan velum untuk mendapatkan makanan partikel. Partikel yang ditangkap velum masuk saluran pencernaan kemudian disortir di labial palps. Simping tidak memiliki struktur respirasi yang berkembang dengan baik. Cairan hanya diserap oleh tubuh melalui epithelium kecil di velum dan mantel (Cragg, et al. 1991 inShumway, 1991).

Dokumen terkait