• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................... 10-49

B. Perilaku Konsumen dalam Ekonomi Islam

Perilaku Konsumen adalah kecenderungan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan kepuasannya. Dengan kata lain, perilaku konsumen adalah tingkah laku dari konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli, menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka.23

Dalam undang-undang Republik Indonesia nomor: 8 tahun 1999 pasal 1 ayat 2 tentang perlindungan konsumen, konsumen didefenisikan sebagai “setiap pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk yang lain dan tidak diperdagangkan.

Menurut Engel et al menyatakan bahwa Perilaku konsumen adalah :

Tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti dan menyusuli tindakan ini.

Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Ketika memutuskan akan membeli suatu barang atau produk, tentu sebagai konsumen selalu memikirkan terlebih dahulu barang yang akan di beli. Mulai dari harga, kualitas, fungsi atau kegunaan barang tersebut, dan lain sebagainya. Kegiatan memikirkan, mempertimbangkan, dan mempertanyakan barang sebelum membeli merupakan atau termasuk ke dalam perilaku konsumen.

Menurut Kotler perilaku konsumen adalah Studi mengenai konsumen itu sendiri bagaimana seseorang, kelompok atau organisasi memilih, membeli,

menggunakan serta mengatur barang dan jasa atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan mereka.24

Jadi bisa diartikan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan aktivitas dalam mengevaluasi, memperoleh barang dan jasa serta segala kegiatan, tindakan, proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut sebelum membeli suatu produk atau barang jasa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen:25 1. Faktor Budaya

1) Kultur (kebudayaan) adalah determinan paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Anak memperoleh serangkaian nilai (values), persepsi, preferensi dan perilaku melalui keluarganya dan institusi-institusi utama lainnya. Seseorang anak yang dibesarkan di asia mendapat nilai-nilai berikut berikut: hubungan keluarga dan pribadi, kepatuhan, kepercayaan (trust), respek pada orang-orang yang lebih tua, dan kesalehan.

2) Subkultur, setiap kultur terdiri dari subkultur yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik bagi para angggotanya. Subkultur mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak subkultur membentuk segmen pasar yang

24

Philip Kotler dan Kevin Lane Keller, Manajemen Pemasaran, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008, h. 166.

25

Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, manajemen Pemasaran, Jakarta: Rajawali pers, 2013. H. 112-121

penting, dan para pemasar kali merancang produk dan program kerap kali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

3) Kelas sosial adalah divisi kelompok yang relatif homogeny dan tetap dalam suatu masyarakat yang tersusun secara hierarkis dan anggota-anggotanya memiliki nilai, minat, dan perilaku mirip.

2. Faktor Sosial

1) Kelompok acuan, kelompok acuan seseorang terdiri dari semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau pengaruh tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.

2) Peran dan status, posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan status. Suatu peran terdiri atas kegiatan-kegiatan yang diharapkan dilakukan oleh seseorang. Dan setiap peran membawa status.

3. Faktor pribadi

1) Usia dan tahap siklus hidup, orang membeli barang, dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Mereka makan makanan bayi pada masa balita, maka hampir semua jenis makanan pada masa pertumbuhan dan dewasa, dan makanan diet khusus pada masa tua. Selera orang akan pakaian, perabot, meubel, dan rekreasi juga berhubungan dengan usia.

3) Kondisi ekonomi. Kondidi ekonomi meliputi pendapatan yang bisa dibelanjakan (tingkat pendapatan stabilitas dan pola waktunya ) tabungan dan kekayaan (termasuk presentase yang likuid),utang, kemampuan untuk meminjam, dan terhadap belanja versus menabung.

4) Gaya hidup, orang-orang yang berasal dari subkultur, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin saja mempunyai gaya hidup yang berbeda. 4. Faktor Psikologis

1) Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada setiap waktu tertentu. Suatu kebutuhan menjadi motif bila telah mencapai tingkat intensitas yang memadai. Motif (atau dorongan) adalah kebutuhan yang cukup utnuk mendorong sesorang untuk brrtindak. Pemuasan kebutuhsn tersebut akan mengurangi rasa ketengangannya. Ahli psikologi telah mengembangkan berbagai teori tentang motivasi manusia. Terdapat tiga teori yang paling terkenal teori Sigmund Freud, Abrahun Maslow, dan Frederick Herzberg. Teori motivasi Freud. Freud mengasumsikan bahwa kekuatan psikologis riil yang membentuk perilaku orang sebagian besar bersifat dibawah sadar. Freud menganggap bahwa orang menahan banyak keinginan dalam proses pertumbuhan dan menerima aturan-aturan social. Keinginan-keinginan ini tidak perna dapat dieliminasi tau dikendalikan dengan sempurna, keinginan ini muncul dalm minpi, dalm keahlian ucapan, dalam perilaku neurotik.

2) Persepsi. Seseorang yang termotifasi akan siap bertindak. Bagaimana orang yang termotivasi tersebut akan benar-benar bertindak dipengaruhi presepsinya mengenai situasi tertentu. Orang bisa memiliki presepsi yang berbeda terhadap obyek yang sama karena adanya tiga proses perseptual; perhatian selektif; distorsi selektif; dan ingatan selektif;

3) Keyakinan dan sikap. Melalui bertindak dan belajar, orang-orang memperoleh keyakinan dan sikap. Kedua faktor ini kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka. Keyakinan adalah pikiran deskriptif yang dianut seseorang mengenai sesuatu hal. Sikap menjelaskan evaluasi kognitif, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan seseorang yang tidak suka terhadapa obyek atau ide tertentu.

Perilaku konsumen muslim adalah suatu perilaku yang dilakukan oleh seorang muslim dimana dalam memenuhi kebutuhannya tidak sekedar memenuhi kebutuhan individual (materi), tetapi juga memenuhi kebutuhan sosial (spiritual). Konsumen muslim ketika mendapatkan penghasilan rutinnya, baik mingguan, bulanan, atau tahunan, ia tidak berfikir pendapatan yang sudah diraihnya itu harus dihabiskan untuk dirinya sendiri, tetapi karena kesadarannya bahwa ia hidup untuk mencari ridha Allah, sebagian pendapatannya dibelanjakan di jalan Allah (fi sabilillah).26

Ekonomi Islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak,

26

Sri Rizqiningsih, “Analisis perilaku Konsumen dalam hal trend jilbab Perspektif Teori Konsumsi Islam. Skripsi S1 Ekonomi Islam, Eprintsiainwalisongo, 2013 . h.20

pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah Swt. Prinsip dasar perilaku konsumen Islami diantaranya:

1. Prinsip syariah; yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi di mana terdiri dari: (a) Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk ketaatan untuk beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk dan khalifah yang nantinya diminta pertanggungjawaban oleh Pencipta. (b) Prinsip ilmu, yaitu seseorang ketika akan mengkonsumsi harus mengetahui ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau dari zat, proses, maupun tujuannya. (c) Prinsip ‘amaliyah, sebagai konsekuensi aqidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi Islami tersebut, seseorang dituntut untuk menjalankan apa yang sudah diketahui, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang haram dan syubhat.

2. Prinsip kuantitas yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat Islam. Salah satu bentuk prinsip kuantitas ini adalah kesederhanaan, yaitu mengkonsumsi secara proporsional tanpa menghamburkan harta, bermewah-mewah, mubadzir, namun tidak juga pelit. Menyesuaikan antara pemasukan dan pengeluaran juga merupakan perwujudan prinsip kuantitas dalam konsumsi. Artinya,

dalam mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang. Selain itu, bentuk prinsip kuantitas lainnya adalah menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri.

3. Prinsip prioritas; yaitu memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu: (1) primer, adalah konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya dunia dan agamanya serta orang terdekatnya, seperti makanan pokok; (2) sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah/meningkatkan tingkat kualitas hidup yang lebih baik, jika tidak terpenuhi maka manusia akan mengalami kesusahan; (3) tersier, yaitu konsumsi pelengkap manusia.

4. Prinsip sosial; yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya: (1) kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong sehingga Islam mewajibkan zakat bagi yang mampu juga menganjurkan shadaqah, infaq dan wakaf; (2) keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam berkonsumsi baik dalam keluarga atau masyarakat; dan (3) tidak membahayakan/merugikan dirinya sendiri dan orang lain dalam mengkonsumsi sehingga tidak

menimbulkan kemudharatan seperti mabuk- mabukan, merokok, dan sebagainya.

5. Kaidah lingkungan yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya alam dan keberlanjutannya atau tidak merusak lingkungan. Seorang muslim dalam penggunaan penghasilannya memiliki dua sisi, yaitu pertama untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya dan sebagiannya lagi untuk dibelanjakan di jalan Allah27

Dokumen terkait