• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

F. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen berhubungan dengan sikap konsumen dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada proses kognisi untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa. Menurut American Marketing Association, perilaku konsumen (consumer behavior) sebagai ”interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka” Peter & Olson (1995 : 6). Dari defenisi tersebut terdapat tiga ide pokok dalam perilaku konsumen, yaitu :

1. Perilaku konsumen adalah bersifat dinamis, maksudnya ialah bahwa perilaku konsumen, kelompok konsumen, atau masyarakat luas selalu berubah dan bergerak setiap waktu.

2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar.

3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, oleh sebab itu peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui penerapan berbagai strategi pemasaran.

Angel, et.all (2001 : 31), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen terhadap proses keputusan yaitu :

1. Faktor Budaya

Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga dan instansi penting lainnya.

Faktor budaya terdiri dari :

a. Sub kebudayaan ialah sekelompok orang dengan sistem nilai bersama berdasarkan pengalaman dan situasi hidup yang sama. b. Kelas sosial ialah bagian-bagian masyarakat yang relatif permanen

dan tersusun rapi yang anggota-anggotanya mempunyai nilai-nilai kepentingan dan perilaku yang sama.

2. Faktor Pribadi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti : umur dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.

3. Faktor Sosial

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti : kelompok, dinamika kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk mencapai susunan individu maupun bersama.

4. Faktor Psikologis

Pilihan seseorang dalam membeli dipengaruhi oleh 3 faktor psikologis penting, yaitu :

a. Motivasi, ialah kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk membuat seseorang mencari kepuasan atas kebutuhan.

b. Persepsi, ialah proses dimana seseorang memilih, mengukur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti mengenali dunia.

c. Pembelajaran, ialah menggambarkan perubahan perilaku individu yang muncul karena pengalaman. Proses ini berlangsung melalui :drive (dorongan), stimulasi (rangsangan), clues (petunjuk),

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan customer experience dilakukan oleh Gea (2007) dengan judul ”Analisis Customer Experience Timezone Thamrin Plaza Medan”. Kesimpulan yang diperoleh dari uji F menyatakan variabel terikat sense,

feel, think, act, dan relate secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap

kepuasan konsumen Timezone Thamrin Plaza Medan. Dari uji t diperoleh secara parsial variabel yang paling dominan mempengaruhi kepuasan konsumen Timezone Thamrin Plaza Medan adalah variabel sense dengan t hitung sebesar 2,39.

Penelitian yang dilakukan oleh Andreani (2007) dengan judul ”Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran)”. Kesimpulan yang diperoleh bahwa :

1. Experiential marketing sebenarnya lebih dari sekedar memberi

peluang / kesempatan pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman emosional dan rasional dalam mengkonsumsi produk atau jasa.

2. Ada beberapa tujuan yang bisa dicapai oleh seorang pemasar dengan melibatkan perasaan dan emosi pelanggannya berkaitan dengan produk atau jasa yang dijual antara lain untuk meningkatkan brand awareness, brand equity dan brand loyalty.

3. Seringkali aspek emosional ini memberikan dampak yang sangat efektif dalam proses pemasaran tetapi kadangkala juga memberikan dampak yang tidak sesuai.

4. Dengan experiential marketing pemasar yang handal dituntut untuk dapat memilih strategi yang tepat dengan sasaran yang handal dibidik sesuai dengan kondisi sosial, perkembangan jaman dan teknologi.

5. Strategi komunikasi yang dapat dipilih melalui internet dan multi- media diyakini yang paling ampuh, karena mampu memberikan efek dramatis bagi pelanggan dengan melibatkan semua panca indra yang melihatnya.

6. Pilihan strategi yang tepat dapat membuat pelanggan menjadi setia, sebaliknya strategi yang terlalu provokatif dan berlebihan harus dihindari karena akan memberikan hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

7. Pemasar perlu melakukan riset pasar dan melakukan inovasi produk atau jasa dengan product differentiation. Product

differentiation dapat dilakukan dengan memodifikasi logo

perusahaan, memperbaharui packaging, menciptakan produk dan jasa yang unik, menampilkan iklan-iklan baru secara berkala, memberikan layanan tambahan dan masih banyak lagi cara yang bisa ditempuh.

8. Pemasar dituntut untuk jeli, kreatif dan inovatif dalam menerapkan

dan diharapkan pelanggannya, sehingga akan mempunyai keunggulan kompetitif.

Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Gea Analisis Customer

Experience Timezone Thamrin Plaza Medan. Sense Feel Think Act Relate Kepuasan konsumen Timezone Thamrin Plaza Medan (Y)

Kelima variabel bebas secara simultan tidak berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Timezone Thamrin Plaza Medan.

Secara parsial variabel yang paling dominan mempengaruhi kepuasan konsumen Timezone Thamrin Plaza Medan adalah variabel sense. Andreani Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran). Sense Feel Think Act Relate 1.Experiential marketing sebenarnya lebih dari sekedar memberi peluang / kesempatan pada pelanggan untuk memperoleh

pengalaman emosional dan rasional dalam mengkonsumsi produk atau jasa.

2.Ada beberapa tujuan yang bisa dicapai oleh seorang pemasar dengan melibatkan perasaan dan emosi pelanggannya berkaitan dengan produk atau jasa yang dijual antara lain untuk meningkatkan brand

awareness, brand equity

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian 3.Seringkali aspek

emosional ini

memberikan dampak yang sangat efektif dalam proses pemasaran tetapi kadangkala juga memberikan dampak yang tidak sesuai. 4.Dengan experiential

marketing pemasar yang

handal dituntut untuk dapat memilih strategi yang tepat dengan sasaran yang handal dibidik sesuai dengan kondisi sosial,

perkembangan jaman dan teknologi.

5.Strategi komunikasi yang dapat dipilih melalui internet dan multi-media diyakini yang paling ampuh, karena mampu memberikan efek dramatis bagi pelanggan dengan melibatkan semua panca indra yang melihatnya.

6.Pilihan strategi yang tepat dapat membuat pelanggan menjadi setia, sebaliknya strategi yang terlalu provokatif dan berlebihan harus dihindari karena akan memberikan hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian 7.Pemasar perlu

melakukan riset pasar dan melakukan inovasi produk atau jasa dengan

product differentiation. Product differentiation

dapat dilakukan dengan memodifikasi logo perusahaan, memperbaharui

packaging, menciptakan

produk dan jasa yang unik, menampilkan iklan-iklan baru secara berkala, memberikan layanan tambahan dan masih banyak lagi cara yang bisa ditempuh. 8.Pemasar dituntut untuk

jeli, kreatif dan inovatif dalam menerapkan

experiential marketing,

dengan memahami apa yang diinginkan dan diharapkan

pelanggannya, sehingga akan mempunyai keunggulan kompetitif. Sumber : Gea (2007), Andreani (2007)

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Gea (2007) yang berjudul “Analisa Customer Experience Timezone Thamrin Plaza Medan” dengan penelitian ini adalah secara bersama-sama meneliti variabel yang sama, yaitu variabel bebasnya adalah customer experience, yang terdiri dari : sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), dan relate (X5) dan variabel terikatnya adalah kepuasan konsumen (Y). Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Gea (2007) dengan penelitian ini adalah tempat yang diteliti, pada penelitian Gea (2007)

tempat yang diteliti adalah Timezone Thamrin Plaza Medan, dan tempat yang diteliti pada penelitian ini adalah kampus Universitas Sumatera Utara Medan.

Penelitian yang dilakukan oleh Andreani (2007) dengan judul ”Experiential Marketing (Sebuah Pendekatan Pemasaran)” memiliki persamaan variabel yang diteliti, yaitu variabel bebas pada penelitian ini. Sedangkan perbedaannya adalah hasil penelitian Andreani (2007) hanya menganalisis secara deskriptif, sementara pada penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif dan analisis regresi berganda.

B. Pengertian Pemasaran

Pemasaran adalah kegiatan yang menghubungkan antara perusahaan dengan konsumen. Seperti yang diungkapkan oleh Boyd, Walker, Larreche (2000 : 4) ”pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan- kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran”.

Konsep inti pemasaran merubah peran pemasaran seiring dengan kesadaran akan pentingnya pelanggan bagi suatu perusahaan. Menurut Kotler dan Susanto (1999 : 19), manajemen Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan dari perwujudan, pemberian harga, promosi dan distribusi dari barang-barang, jasa dan gagasan untuk menciptakan pertukaran dengan kelompok sasaran yang mempunyai tujuan pelanggan dan organisasi.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa proses pemasaran bertujuan untuk memuaskan konsumennya. Dengan mengenali apa yang

dibutuhkan (needs) dan apa yang diinginkan (wants) dari pasar sasaran dan konsumen selalu diberikan kepuasan yang dilakukan dengan lebih efektif dan efisien dibandingkan pesaing, ini merupakan kunci utama untuk mencapai sasaran organisasi.

C. Konsep Experiential Marketing

Empat karakteristik yang membedakan experiential marketing dengan pemasaran tradisional yang berfokus pada fitur dan manfaat menurut Schmitt (1999 : 25), adalah :

1. Fokus pada pengalaman konsumen (customer experience)

Berbeda dengan pemasaran tradisional, experiential marketing berfokus pada pengalaman konsumen. Pengalaman terjadi hasil dari akumulasi dan berstimulasi dengan perasaan, hati dan pikiran. Pengalaman ini juga menghubungkan perusahaan dan merek kepada gaya hidup konsumen. Pengalaman-pengalaman ini bersentuhan dengan panca indera, emosi, kognigtif, dan tingkah laku.

2. Menguji situasi saat menggunakan produk

Sebagai contoh, McDonald’s memposisikan bisnisnya sebagai bisnis makanan cepat saji yang paling cepat dan praktis dibandingkan dengan bisnis lain yang sejenis, seperti : Wendy’s dan Burger King. Saat mengkonsumsi makanan cepat saji

McDonald’s konsumen dimanjakan dengan segala sesuatu yang praktis dan tanpa harus menunggu lama sehingga hal ini yang membedakan bisnis makanan cepat sajinya dengan bisnis lain yang sejenis.

3. Konsumen memiliki rasional dan emosional

Pemasaran experiential membuat konsumen menggunakan emosinya yang berdasarkan pada dorongan rasional. Hal ini menyebabkan konsumen memilih pilihan berdasarkan akal rasionya dan dorongan ini timbul disebabkan karena pengalaman- pengalaman yang sering dialami oleh konsumen, seperti apa yang dirasakannya dan apa yang dibayangkan oleh konsumen, bertujuan untuk menyelesaikan masalah konsumen dalam mengkonsumsi produk (jasa).

4. Metode dan alat yang dipilih

Metode dan alat yang dipilih dalam experiential marketing berbeda dengan metode dan alat pada pemasaran tradisional yang menggunakan metode analisis, kuantitatif (jumlah) dan metode verbal. Pada experiential marketing metode yang dipilih lebih bersifat kualitatif dan intuitif. Lebih mengedepankan visualisasi untuk memicu kreatifitas berfikir.

Fitur dan Manfaat

Pemasaran Tradisional Experiential Marketing

Panca Indera,Afektif,

Pengalaman Kognigtif,

Aksi dan Relasi

Gambar 2.1.

Esensi dari dua paradigma pemasaran Sumber : Schmitt (1999) dioalah

D. Konsep Customer Experience

Konsep customer experience merupakan kelanjutan dari konsep

experiential marketing. Customer experience (pengalaman pelanggan) merupakan

salah satu model yang mengikuti customer equity. Model ini dikembangkan oleh Bern Schmitt dalam bukunya Customer Experience Management yang merupakan kelanjutan dari buku Experiential Marketing yang sebelumnya telah mendunia.

Menurut Schmitt dalam Arnast (2004 : 11) ”Customer Experience

Management (CEM) is the process of strategically managing a customer’s entire experience with a product or a company”. Sedangkan menurut Jacques dalam

Arnast (2004 : 11) ”Customer Experience is the quality of the experience as

V E R S U S

apprehended by a customer resulting from direct or indirect contact with any touch point of a company”.

CEM mempresentasikan pola strategis perusahaan dalam jangka panjang yang berdasarkan atas pertimbangan nilai pelanggan yang sebelumnya hanya menyentuh pola taktis pada jangka pendek perusahaan. Hal ini berdampak luas pada aktivitas bagaimana sebuah bisnis dikelola. Dalam sudut pandang CEM untuk jangka panjang, perusahaan harus memahami bagaimana dan mengapa pelanggan bertindak. Apa yang menjadi motivasi pelanggan? Apa yang pelanggan butuhkan saat ini. Dan bagaimana pelanggan berubah dalam perjalanan waktu?. Kemudian menggunakan informasi tersebut untuk memastikan bahwa pelanggan menerima pengalaman pada tingkat dan jenis yang paling tepat, (Utoyo, 2005).

Customer experience secara sederhana yaitu suatu proses, strategi dan

implementasi dari suatu perusahaan untuk mengelola pelanggan terhadap pengalamannya dengan sebuah produk atau layanan. Pada dasarnya customer

experience adalah penciptaan kepuasan pelanggan melalui pengalaman. Oleh

sebab itu, customer experience adalah soal memahami life style konsumen dan melebarkan pandangan pemasar dari produk ke proses konsumsi, (Irawan, 2006).

Customer experience berupaya menjawab kebutuhan dengan tidak melihat

bisnis dari perspektif perusahaan, melainkan dari perspektif pelanggan. Pengalaman dan pengelolaan pengalaman pelanggan pada setiap titik kontak (touch points) merupakan bagian penting dalam memelihara dan meningkatkan kepuasan konsumen.

Customer experience mengambarkan upaya untuk mendefenisikan

interaksi, bahwa setiap titik persentuhan pelanggan atau konsumen dengan merek (perusahaan) adalah bagian dari strategi implementasi yang penting bagi perusahaan yang ingin mencapai kepuasan konsumennya.

Menurut Schmitt (1999 : 64), customer experience dapat dibagi menjadi lima dimensi pengalaman, yaitu :

1. Sense

Adalah segala aspek dari produk atau jasa yang berhubungan dengan panca indra manusia melalui penglihatan (sight), pendengaran (sound), perabaan (touch), pengecapan (taste), dan penciuman (smell).

Sense berkaitan dengan gaya (styles) dan simbol-simbol verbal dan

visual yang mampu menciptakan keutuhan sebuah kesan. Untuk menciptakan kesan yang kuat, baik melalui iklan, packaging ataupun

website, seorang pemasar perlu memilih warna yang tepat sejalan

dengan company profile. Pilihan warna ini harus menarik untuk membangkitkan perhatian pelanggannya. Sebagai contoh warna kuning atau merah biasanya lebih baik daripada biru atau abu-abu. Meskipun kedua warna terakhir ini merupakan warna yang umum dalam sebuah perusahaan karena merupakan simbol daerah yang ‘aman’, tetapi warna ini bukanlah warna yang sangat baik untuk menarik perhatian pelanggan. Pemilihan warna harus sesuai dengan kriteria dan image perusahaan. Selain itu pilihan gaya (styles) yang tepat juga tak kalah pentingnya. Perpaduan antara bentuk, warna dan elemen-elemen yang lain membentuk berbagai macam gaya (styles) antara lain minimalis, ornamentalis, dinamis dan statis.

2. Feel

Adalah perasaan dan emosi positif yang muncul mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati (mood). Perasaan di sini sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal ini berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan sekedar menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu membangkitkan kebahagiaan atau bahkan kesedihan.

3. Think

Adalah intelektualitas yang menciptakan kesadaran kognigtif dan mendorong konsumen dalam berfikir kreatif serta bertujuan untuk memecahkan masalah (problem solving experiences) yang mengikutsertakan konsumen terhadap penilaian kembali (reevaluation) pada produk atau jasa dan perusahaan.

4. Act

Adalah pengalaman konsumen yang berhubungan dengan pengalaman jasmaniah (bodily experiences), gaya hidup (life styles), pola perilaku jangka panjang, dan pengalaman atas interaksi yang muncul. Variabel ini mencerminkan pengalaman-pengalaman konsumen dalam memilih pilihan-pilihan atas sesuatu dengan cara yang berbeda-beda, pilihan gaya hidup, pilihan pola perilaku dan cara berinteraksi.

Act berkaitan dengan perilaku yang nyata dan gaya hidup seseorang.

Hal ini berhubungan dengan bagaimana membuat orang berbuat sesuatu dan mengekspresikan gaya hidupnya. Riset pasar

menunjukkan banyak orang membeli Volkswagen Beetle sebagai mobil kedua setelah BMW atau Lexus. Mereka mempunyai gaya hidup tertentu; mereka ingin mengendarai mobil yang lebih enak untuk dikendarai daripada mobil pertama mereka yang lebih profesional. Jadi Act di sini meliputi perilaku yang nyata atau gaya hidup yang lebih luas.

Ada berbagai cara untuk mengkomunikasikan Act. Dalam Web pemasar dapat menggunakan flash animations; di TV dengan iklan pendek. Sedangkan di lingkungan sosial dapat dilakukan dengan gambar hidup yang dapat bergerak dengan cepat. Media cetak bukanlah pilihan yang baik untuk ini. Pemilihan sarananya harus hati- hati dan tepat sehingga dapat membangkitkan pengalaman yang diinginkan.

5. Relate

Adalah variabel yang berupaya untuk menghubungkan merek dengan dirinya sendiri, orang lain dan budaya. Relate marketing lebih daripada perasaan-perasaan pribadi seseorang, yakni memberikan nilai lebih pada “individual experiences” dan mengaitkan dirinya dengan pribadi yang ideal, orang lain, maupun kebudayaan yang lain.

Relate berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya

yang dapat menciptakan identitas sosial. Seorang pemasar harus mampu menciptakan identitas sosial (generasi, kebangsaan, etnis) bagi pelanggannya dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Pemasar

dapat menggunakan simbol budaya dalam kampanye iklan dan desain

Web yang mampu mengidentifikasikan kelompok pelanggan tertentu.

Harley-Davidson merupakan contoh kampanye relate yang mampu menarik beribu-ribu pengendara motor besar di Amerika dalam rally di penjuru negara itu. Pelanggannya kebanyakan mempunyai tattoo berupa logo Harley-Davidson di lengan atau bahkan di seluruh tubuhnya. Mereka menunjukkan kelompok referensi tertentu dengan apa yang dimilikinya.

E. Kepuasan Konsumen

Menurut Samuel (2005 : 75), kepuasan adalah semacam langkah perbandingan antara pengalaman dengan hasil evaluasi, dapat menghasilkan sesuatu yang nyaman secara rohani, bukan hanya nyaman karena dibayangkan atau diharapkan. Puas atau tidak puas bukan merupakan emosi melainkan sesuatu hasil evaluasi dari emosi.

Lima faktor utama yang harus diperhatikan dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan adalah :

1. Kualitas Produk

Apabila produk yang pelanggan gunakan berkualitas, maka hasil evaluasi pelanggan akan merasa puas.

2. Kualitas Pelayanan

Apabila pelayanan yang pelanggan dapatkan adalah baik atau sesuai dengan yang diharapkan maka pelanggan akan merasa puas.

3. Emosional

Kepuasan yang diperoleh berasal dari nilai sosial yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.

4. Harga

Nilai yang lebih tinggi akan diberikan oleh pelanggan untuk produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah. 5. Biaya

Apabila pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk dapat memperoleh barang dan jasa maka pelanggan akan merasa puas.

1. Model Kepuasan / Ketidakpuasan Konsumen

Faktor-faktor yang membentuk perasaan puas atau tidak puas digambarkan dalam model kepuasan / ketidakpuasan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Model Kepuasan / Ketidakpuasan Konsumen Sumber : Mowen (2002 : 90)

Pada Gambar 2.2, pelanggan diasumsikan pertama kali mengkonsumsi produk tersebut. Berdasarkan pengalaman tersebut, pelanggan mengevaluasi

Pemakaian / Konsumsi produk

Ekspektasi akan kinerja / Kualitas produk Ekspektasi ekuitas pertukaran Ekspektasi kinerja / Kualitas produk Atribusi penyebab Tanggapan emosi Kepuasan / Ketidakpuasan konsumen Konfirmasi / Diskonfirmasi pengharapan

kinerja produk secara keseluruhan. Penilaian kinerja suatu produk berkaitan erat dengan tingkat mutu dari produk tersebut. Persepsi mengenai mutu dari produk tersebut dibandingkan dengan harapan pelanggan terhadap kinerja nyata dari produk tersebut. Pelanggan akan memperoleh emosi yang dapat bersifat positif, negatif maupun netral tergantung apakah harapannya terkonfirmasi atau tidak yang didasarkan pada hasil evaluasi. Respon emosional ini merupakan masukan dalam membentuk persepsi kepuasan atau ketidakpuasan secara total.

Tingkat kepuasan atau ketidakpuasan juga dipengaruhi oleh hasil evaluasi terhadap nilai dari proses pertukaran. Kemudian juga dari atribut- atribut yang menghasilkan mutu atau kinerja dari suatu produk juga mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan.

2. Pembentukan Kepuasan atau Ketidakpuasan

Salah satu model yang digunakan untuk menjelaskan pembentukan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah expectancy disconfirmation model.

Produk lama / Pengalaman merek

Ekspektasi bagaimana merek seharusnya bekerja

Kinerja gagal memenuhi harapan

Evaluasi atas kinerja actual merek

Kinerja sesuai dengan harapan Kinerja tidak terlalu

berbeda dengan harapan Evaluasi ketidaksesuaian antara

ekspektasi dan kinerja

Ketidakpuasan emosional Konfirmasi ekspektasi Kepuasan emosional Gambar 2.3. Model Pembentukan Kepuasan / Ketidakpuasan

Pada Gambar 2.3, pelanggan membangun harapan bagaimana seharusnya kinerja suatu produk. Harapan ini dikonfirmasi dengan pengalaman aktual dari kinerja produk tersebut. Jika mutu tidak sesuai dengan harapan akan muncul perasaan tidak puas dan jika kinerja tidak berbeda atau sama dengan harapan akan dapat dikatakan bahwa harapan telah terpenuhi. Walaupun harapan yang terpenuhi adalah pernyataan positif untuk pelanggan, tetapi hal ini tidak akan menghasilkan perasaan puas yang cukup kuat. Kepuasan baru benar-benar dirasakan oleh pelanggan, bila kinerja melebihi dari harapan mereka.

Kesenjangan antara harapan konsumen dan kinerja produk merupakan inti dari kepuasan. Harapan konsumen menjadi faktor yang penting dalam proses kepuasan konsumen. Kesenjangan yang kemudian dievaluasi ini didapatkan konsumen dari interaksinya dengan produk dalam pengalaman konsumsi. Pengalaman ini merekam harapan-harapan konsumen baik yang terpenuhi maupun tidak terpenuhi, Ferrinadewi (2005 : 129).

3. Kepuasan Pelanggan sebagai Nilai Kunci Sukses

Kepuasan pelanggan dibuktikan dengan pelanggan melakukan pembelian ulang untuk produk yang sama dan dalam hal ini dikombinasikan dengan kesediaan untuk membeli produk tersebut dengan harga yang lebih mahal, sehingga pelanggan yang loyal akan lebih menguntungkan dibandingkan pelanggan baru atau seorang pelanggan yang tidak puas. Sehingga kepuasan pelanggan memiliki dampak terhadap perilaku membeli dan dapat mempertahankan pelanggan.

F. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen berhubungan dengan sikap konsumen dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada proses kognisi untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa. Menurut American Marketing Association, perilaku konsumen (consumer behavior) sebagai ”interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka” Peter & Olson (1995 : 6). Dari defenisi tersebut terdapat tiga ide pokok dalam perilaku konsumen, yaitu :

1. Perilaku konsumen adalah bersifat dinamis, maksudnya ialah bahwa perilaku konsumen, kelompok konsumen, atau masyarakat luas selalu berubah dan bergerak setiap waktu.

2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian disekitar.

3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, oleh sebab itu peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui penerapan berbagai strategi pemasaran.

Angel, et.all (2001 : 31), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen terhadap proses keputusan yaitu :

1. Faktor Budaya

Dokumen terkait