• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

E. Perilaku Pemecahan Masalah

Pada pemecahan suatu masalah, yang terpenting selain hasil atau penyelesaian masalah adalah proses. Dalam proses pemecahan masalah siswa harus mempunyai cara berpikir, kebiasaan dan keingntahuan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Pape (2004) mengamati dan menggambarkan perilaku siswa ketika menyelesaikan soal cerita matematika mulai dari membaca ulang, menyimpulkan, menanyakan dan mentransformasikan struktur-struktur kalimat untuk meningkatkan pemahaman mereka. Jadi perilaku yang diamati pada penelitian ini adalah perilaku siswa saat mengerjakan soal cerita matematika secara sistematis.

Menurut Pape (2004) perilaku pemecahan masalah matematika dikategorikan menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan mengartikan langsung (Direct Translation Approach/DTA) dan pendekatan bermakna (Meaning-Base Approach/MBA). Kemudian DTA (Direct

Translation Approach/DTA) dikelompokkan menjadi tiga pendekatan, yaitu Direct Translation Approach-proficient (DTA-proficient), Direct Translation Approach-not proficient (DTA-not proficient) dan Direct Translation Approach-limited context (DTA-limited context), sedangkan MBA (Meaning-Base Approach) dikelompokkan menjadi dua pendekatan, yaitu Meaning-Base Approach-full context (MBA-full context) dan Meaning-Base Approach-justification (MBA-justification).

1. Pendekatan dengan mengartikan langsung (Direct Translation Approach/DTA)

Pendekatan dengan mengartikan langsung (Direct Translation Approach/DTA) siswa dikarakteristikan dengan kurangnya bukti dalam mentrasformasikan informasi masalah (misalnya menuliskan hal-hal yang diketahui dari soal), menggunakan konteks dalam penyelesaian masalah dan menghubungkan unsur-unsur dari masalah yang diketahui. Proses pemecahan masalah dilakukan langsung tanpa menggunakan konteks permasalahan. Kemudian agar lebih jelas pengelompokan perilaku penyelesaian ini dikelompokan menjadi tiga, yaitu.

a. Direct Translation Approach-proficient (DTA-proficient) Pada DTA-proficient secara otomatis dan efisien mentransformasikan masalah ke perhitungan matematis tanpa membaca kembali permasalahan yang diberikan. Siswa tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan akan tetapi tidak memberikan urutan atau sistematika dari informasi yang diberikan, pengunaan konteks selama perhitungan, walaupun jawaban akhir dapat dinyatakan dalam konteks masalah. Contoh soal diambil dari Pape (2004):

(1) Parhmark menjual 120 botol air minum per hari.

(2) Penjualan tersebut sama dengan dua kali penjualan yang dilakukan Waldbaums setiap harinya.

(3) Berapa banyak botol air minum yang dijual Waldbaus selama lima hari?

Tabel 2.1. Perilaku Pemecahan Masalah DTA-proficient

Sumber: Pape (2004) b. Direct Translation Approach-not proficient (DTA-not

proficient)

Pada DTA-not proficient siswa kurang terampil atau kesulitan membaca masalah, memahami masalah, memilih pendekatan atau metode penyelesaian masalah dan melakukan perhitungan. Siswa dengan perilaku DTA-not proficient ragu-ragu atau tidak dapat melakukan perhitunggan menuju solusi masalah. Perhitungan yang dilakukan kurang bermakna atau hanya berfungsi untuk menyelesaikan tugas.

Dengan contoh soal yang sama dengan DTA-proficient, tabel berikut merupakan kegiatan siswa dan detail karakteristik perilaku pemecahan masalah pada DTA-not proficient yang dilakukan siswa.

Tabel 2.2. Perilaku Pemecahan Masalah DTA-not proficient

Sumber: Pape (2004)

Kegiatan Siswa Detail karakteristik perilaku

- Membaca seluruh kalimat soal

- Secara langsung melakukan

perhitungan tanpa membaca kembali soal atau mengacu pada masalah - Siswa: “Pertama, 120 dibagi 2 sama

dengan 60. Kemudian 60 dikali 5; 5

dikali 0; 5 dikali 6”

- Tidak menyatakan jawabannya

1. Menyelesaikan permasalahan secara

langsung

2. Tidak menyatakan konteks masalah

pada penyelesaian atau perhitungan

3. Tidak membaca ulang

4. Tidak membaca kembali sebelum

perhitungan

5. Tidak ada penjelasan pada perhitungan

Kegiatan Siswa Detail karakteristik perilaku

- membaca seluruh kalimat soal

- menyatakan akan membaca

kembali

- membaca kembali seluruh kalimat

soal tetapi tidak mencatat

informasi

- membaca kembali seluruh kalimat

soal

- menghitung 120 dikali 2

- Siswa : “Oke. 120 dikali 2 sama

dengan 240”

- Mengacu pada masalah sebentar

dan menghitung 240 dikali 5

- Tidak menyatakan jawaban

1. Ragu-ragu dan kesulitan melakukan

perhitungan

2. Membaca kembali tanpa

mentranformasikan pada operasi

matematika

3. Konteks masalah tidak digunakan pada proses atau perhitungan

4. Membaca kembali tetapi tidak diikuti

dengan perhitungan dan tidak

mempertimbangkan penggunaan konteks

5. Tidak membaca kembali sebelum

perhitungan

c. Direct Translation Approach-limited context (DTA-limited context)

Pada DTA-limited context siswa langsung menterjemahkan unsur-unsur yang diketahui dari permasalahan untuk perhitungan tetapi penggunaan konteks masalah dan hasil terbatas.

Dengan contoh soal yang sama dengan DTA-proficient, tabel berikut merupakan kegiatan siswa dan detail karakteristik perilaku pemecahan masalah pada DTA-limited context yang dilakukan siswa.

Tabel 2.3. Perilaku Pemecahan Masalah DTA-limited context

Sumber: Pape (2004) 2. Pendekatan bermakna (Meaning-Base Approach/MBA)

Pada pendekatan bermakna (Meaning-Base Approach/MBA) ditandai dengan 3 perilaku utama yaitu perilaku siswa yang menemukan informasi masalah, penggunaan konteks, penjelasan dan atau pembenaran operasi matematika. Siswa menuliskan informasi yang diberikan dengan konteks masalah dan menyatakan jawaban yang menunjukan pemahaman atau relevannya permasalahan terhadap masalah yang diberikan. Kemudian MBA dikelompokan menjadi dua, yaitu.

a. Meaning-Base Approach-full context (MBA-full context)

Pada MBA-full context siswa membaca, mencatat masalah dan menuliskan urutan sesuai dengan konteks masalah yang digunakan

Kegiatan Siswa Detail karakteristik perilaku

- membaca seluruh kalimat soal

- secara langsung ke perhitungan

dengan menyebutkan “dua kali”

- menyatakan jawaban awal “botol per

hari”

- menghitung 60 x 5, merujuk pada

masalah dengan menyebutkan “hari”

- menjawab dengan konteks “dalam 5

hari”

1. Memberikan konteks masalah yang

mendukung perhitungan tetapi terbatas pada satu kata

2. Pembacaan ulang diikuti dengan

perhitungan secara langsung yang mungkin berupa penggunaan konteks masalah

3. Konteks masalah mungkin dinyatakan

pada jawaban

4. Mungkin terdapat penjelasan yang

dalam proses perhitungan. Pada jawaban akhir tidak disertai dengan justifikasi pada langkah-langkah penyelsaianya.

Dengan contoh soal yang sama dengan DTA-proficient, tabel berikut merupakan kegiatan siswa dan detail karakteristik perilaku pemecahan masalah pada MBA-full context yang dilakukan siswa.

Tabel 2.4. Perilaku Pemecahan Masalah MBA-full context

Sumber: Pape (2004) b. Meaning-Base Approach-justification (MBA-justification)

Pada MBA-justification siswa berperilaku sama dengan MBA- full context, yang membedakan pada saat perhitungan siswa memberikan justifikasi di setiap langkah. Menurut KBBI, justifikasi adalah putusan (alasan, pertimbangan). Pada penelitian ini justifikasi diartikan sebagai alasan atau fakta yang mendasari langkah penyelesaian soal yang dilakukan siswa.

Kegiatan Siswa Detail karakteristik perilaku

- membaca seluruh kalimat soal

- membaca kembali kalimat pertama dan

mencatat informasi (memisalkan

Pathmark sebagai pm)

- membaca kembali kalimat kedua hingga

“Waldbaums”. Menghitung 120 x 2

tetapi tidak yakin dengan jawabannya

- membaca kembali kalimat kedua dan

fokus pada “sama dengan dua kali”

- kemudian menghitung pembagian 120/2

dan hasilnya dinyatakan dalam konteks masalah

- Siswa: “Untuk mengetahui banyaknya botol air minum yang dijual Waldbaums per hari, kita harus membagi 120 dengan

2, yaitu 60 per hari”

- membaca kembali kalimat ketiga

- Siswa: “kemudian kita mengalikan 60 dengan 5 untuk mengetahui banyaknya botol air minum yang dijual Waldbaums

dalam 5 hari”

- menghitung 60 x 5

- Siswa: “60 x 5 = 300, Waldbaums menjual 300 botol air minum dalam 5

hari”

- Menyatakan jawaban dengan konteks

1. Memberikan konteks masalah yang mendukung perhitungan

2. Pembacaan ulang diikuti dengan

perhitungan secara langsung dengan penggunaan konteks masalah

3. Konteks masalah mungkin

dinyatakan pada jawaban

4. Pembacaan ulang diikuti dengan

perhitungan dan mendukung

perhitungan

5. Terdapat penjelasan jawaban tetapi tidak ada pembenaran

Dengan contoh soal yang sama dengan DTA-proficient, tabel berikut merupakan kegiatan siswa dan detail karakteristik perilaku pemecahan masalah pada MBA-justification yang dilakukan siswa.

Tabel 2.5. Perilaku Pemecahan Masalah MBA-justification

Sumber: Pape (2004) Pembenaran yang dilakukan siswa dapat terlihat pada perhitungan siswa. Pada tabel 2.5, pertama-tama siswa menghitung

120 dibagi 2 dengan pembenaran “120 tersebut 2 kali banyaknya yang di jual Walbaums”. Kemudian siswa melanjutkan dengan mengalikan 60 dengan 5 dengan pembenaran, “karena yang

ditanyakan adalah penjualan dalam 5 hari”. Para proses perhitungan siswa tersebut memberikan pembenaran pada setiap langkah penyelesaian.

Bila dibuat sebuat diagram alur, proses identifikasi perilaku pemecahan masalah dapat dilihat pada diagram alur berikut.

Kegiatan Siswa Detail karakteristik perilaku

- membaca seluruh kalimat soal

- membaca kembali kalimat petama dan

mencatat informasi dengan kalimat utuh - Siswa: “Pathmark menjual 120, 1 hari”

- membaca kembali kalimat kedua,

mencatat informasi dan menghitung 120/2 - Siswa: “Jadi 120 botol yang di jual Pathmark dibagi 2, maka 120 botol tersebut 2 kali banyaknya yang dijual

Waldbaums”

- menyatakan langkah-langkah perhitungan

secara verbal

- Siswa: “Waldbaums menjual 60 botol dalam sehari, dikalikan 5 karena yang

ditanyakan adalah penjualan dalam 5 hari”

- kemudian menuliskan

Waldbaums menjual 60 botol = 1 hari 60 botol x 5 hari = 300 botol

- menyatakan jawaban dengan konteks

1. Memberikan konteks masalah

mendukung perhitungan

2. Pembacaan ulang diikuti dengan

perhitungan secara langsung

dengan penggunaan konteks

masalah

3. Konteks masalah mungkin

dinyatakan pada jawaban

4. Pembacaan ulang diikuti dengan

perhitungan dan mendukung

perhitungan

5. Terdapat penjelasan dan

Diagram 2.1. Diagram Alur Proses Identifikasi Perilaku Pemecahan Masalah

`

Proses identifikasi perilaku pemecahan masalah akan dimulai dari hasil pekerjaan siswa, kemudian di identifikasi kesulitan, penggunaan konteks masalah dan penjelasan pada hasil dan proses penyelesaian masalah sehingga dapat teridentifikasi perilaku pemecahan masalah siswa. Perilaku pemecahan masalah siswa mengerjakan soal cerita matematika menunjukan perilaku pada aspek intelektual siswa. Setelah diketahui bagian-bagian dari aspek kognitif kesalahan siswa, maka nantinya akan membantu guru dalam menentukan model dan program remediasi bagi siswa yang mengalami kesulitan.

Hasil Pekerjaan Siswa

Koreksi sesuai rubrik penilaian Pemecahan masalah sesuai konteks masalah dan pembenarannya MBA-justification Pemcahan masalah sesuai konteks MBA-full context Siswa mengalami kesulitan DTA-limited context Perilaku pemecahan masalah YA YA TIDAK TIDAK Konteks masalah terbatas YA YA DTA-not proficient DTA-proficient TIDAK TIDAK

Dokumen terkait