• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

F. Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya (Notoadmojo, 1993). Perilaku merupakan respon dari seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya dan perilaku seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1997).

Perilaku kesehatan adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan tentang kesehatan, serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam maupun dari luar individu (Sarwono, 1997).

Perilaku dan usaha yang dilakukan oleh masyarakat ketika terserang penyakit ada bermacam-macam, diantaranya adalah tanpa tindakan atau no action. Masyarakat memilih no action dengan alasan kondisi yang dialami tidak mengganggu kegiatan atau pekerjaan mereka sehari-hari dan mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa-apa simptom yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. No action itu juga bisa disebabkan fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsif dan sebagainya. Alternatif berikutnya adalah mengobati sendiri (self treatment) dengan alasan yang sama seperti di atas, ditambah dengan kepercayaan terhadap diri sendiri untuk mengobati penyakit yang diderita berdasarkan pengalaman-pengalaman

pengobatan sendiri yang sudah menimbulkan kesembuhan. Self-treatment yang dilakukan ada dua macam, yaitu mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional dan mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung. Obat-obat yang digunakan umumnya adalah obat-obat tanpa resep. Tindakan lainnya adalah mencari pangobatan ke fasilitas pengobatan modern, baik itu dokter praktek, rumah sakit, balai pengobatan, atau puskesmas (Notoatmodjo, 1993).

Lima macam reaksi dalam proses individu mencari pengobatan (Suchman cit., Sarwono, 1997), yaitu :

1. shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosis dan pengobatan sesuai dengan harapan pasien

2. fragmentation, adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama, contohnya: berobat ke dokter, sekaligus ke sinse dan dukun 3. procrastination, adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala

penyakitnya sudah dirasakan

4. self medication, adalah pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilai tepat baginya

5. discontinuity, adalah penghentian proses pengobatan

Menurut hasil penelitian Benyamin Bloom diketahui bahwa selain lingkungan, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan; perilaku memiliki pengaruh terhadap status kesehatan masyarakat.

Gambar 5. Bagan Hasil Modifikasi Blum dan Green (cit., Sarwono, 1997)

Notoatmodjo berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Benyamin Bloom membagi perilaku itu ke dalam 3 domain (ranah/kawasan), pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari: a). ranah kognitif (cognitive domain), b). ranah afektif (affective domain), dan c). ranah psikomotor (psycomotor domain).

Dalam perkembangan selanjutnya perilaku dibagi kedalam tiga domain, yaitu pengetahuan (knowledge), sikap atau tanggapan (attitude) dan praktek atau tindakan (practice). Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada

subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap (Notoatmodjo, 2003).

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Pengetahuan akan menimbulkan suatu gambaran, persepsi, konsep, dan fantasi terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca inderanya (Dharmmesta dan Handoko, 2000).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, meliputi tahu (know), paham (comprehension),

aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai kegiatan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan contoh terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja, seperti menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu matei atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2. Sikap

Sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan yang bertahan lama dari seseorang terhadap beberapa objek atau gagasan (Kotler, 1997). Menurut Dharmmesta dan Handoko (2000), sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek atau produk yang dihadapinya.

Sikap dikatakan sebagai respon. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberi kesimpulan nilai

terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka dan tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2007).

Dilihat dari strukturnya, sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif (conative). Komponen kognitif berupa apa yang dipercayai oleh subjek pemilik sikap, komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut aspek emosional, dan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh subjek (Azwar, 2007).

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu tehadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan, serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 2007).

3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut dapat mengimunisasikan anaknya (Notoatmodjo, 2003).

Tingkat-tingkat praktek, antara lain: a. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. c. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

d. Adaptasi (Adaptation)

Merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut (Notoatmodjo, 2003).

G. Teori tentang Perilaku

Dokumen terkait