• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2. Perilaku Seksual

Freud, (dalam Newman, 2012) berasumsi bahwa semua perilaku kecuali perilaku yang diakibatkan oleh kelelahan merupakan sebuah motivasi sehingga semua perilaku memiliki makna tertentu. Perilaku di antaranya proses dari

dorongan seksual dan agresif merupakan faktor yang memotivasi adanya perilaku yaitu area pikiran yang disebut alam bawah sadar yang merupakan motif yang kuat dan tidak dapat disadari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual merupakan motif yang berasal dari area pikiran yang merupakan alam bawah sadar seseorang untuk melakukan suatu perilaku pada beberapa tahap yaitu oral, anal, phanic, latent dan genital (Freud, dalam Newman, 2012).

Perilaku seksual merupakan segala bentuk tingkah laku berupa hasrat seksual, perilaku seksual dimulai dari perasaan tertarik satu sama lain, berkencan, bercumbu, dan bersenggama yang dilakukan baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenis (Sarwono, 1989). Purnomowardani, (dalam Hanifah, 2000) mendefinisikan perilaku seksual sebagai perilaku yang terwujud dengan adanya dorongan seksual yang terlihat dari tingkah laku melalui tahap-tahap perilaku seksual yaitu berawal dari tahap perilaku yang paling ringan hingga paling berat.

Perilaku seksual pranikah adalah perilaku seksual yang dilakukan tanpa adanya proses pernikahan yang resmi secara hukum maupun agama berdasarkan kepercayaan masing-masing individu (Luthfie, 2002, dalam Oktaviania, 2015). Adapun menurut Akbar, (dalam Mertia, Hidayat & Yuliadi, 2011) yaitu perilaku seksual pranikah atau premarital intercourse merupakan bentuk perilaku melalui aktivitas seksual yang belum terikat oleh perkawinan yang sah. Perilaku seksual pranikah dikalangan remaja biasanya dipengaruhi oleh fase perkembangan yang terjadi pada masa remaja yaitu dengan matangnya organ-organ fisik secara seksual serta adanya kecenderungan remaja mengeksplorasi untuk melakukan hubungan seksual (Santrock, 2007).

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan oleh pria dan wanita tanpa adanya ikatan perkawinan ataupun pernikahan yang sah secara hukum maupun agama. Namun, berawal dari matangnya organ-organ fisik secara seksual dan kecenderungan untuk berhubungan seksual dengan pasangannya merupakan pemicu awal remaja melakukan perilaku seksual pranikah.

b. Tahap-tahap Perilaku Seksual pada Remaja

Bentuk-bentuk perilaku seksual (Rathus dkk., 2008), peneliti menyimpulkan bentuk-bentuk perilaku seksual sebagai aspek perilaku seksual yang meliputi: 1) Kissing (berciuman)

Berciuman biasanya dilakukan oleh dua orang di mana pada saat berciuman bibir akan saling bersentuhan satu sama lain bersama pasangan. Berciuman merupakan bagian awal yang sering dilakukan ketika pasangan tersebut ingin bercinta yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan mereka sendiri atau sebagai pendahuluan untuk melakukan hubungan seksual. Namun, ada juga jenis ciuman nonerotic yang biasanya dilakukan dengan kerabat atau teman-teman. Tahapan-tahap berciuman yaitu berciuman sederhana (simple kissing), biasanya pasangan menjaga mulut mereka tetap tertutup yang dapat berkembang menjadi belaian dari bibir dengan lidah, atau gigit-gigitan kecil pada bibir bagian bawah. Tahapan ciuman dalam (deep kissing) yang disebut juga french kissing atau ciuman yang menjiwai yaitu saling memasukan lidah pada mulut pasangan masing-masing. Ciuman dapat dilakukan pada beberapa area tubuh selain bibir yaitu tangan dan kaki, leher dan telinga, bagian dalam paha, dan alat kelamin

sendiri yang juga dapat memberikan rangsangan pada pasangan. Pada tahap ini biasanya kedua pasangan saling menikmati sehingga walaupun mengalami kesakitan yang sering terjadi perempuan, ia enggan memberitahu bahwa dirinya kesakitan (Rathus dkk., 2008).

2) Touching (sentuhan)

Touching (sentuhan) adalah bagian yang sering dilakukan ketika pasangan melakukan tahap foreplay. Touching merupakan tahap awal sebelum melakukan hubungan seksual dan dapat memberikan rangsangan pada kedua jenis kelamin. Zona sensitif seksual ketika menyentuh atau membelai dengan tangan atau bagian lain dari tubuh dapat membangkitkan gairah. Bahkan ketika berpegangan tangan dapat membangkitkan gairah seksual bagi pasangan yang tertarik secara seksual satu sama lain, karena tangan seperti akhir saraf.

Pada umumnya perempuan lebih suka membelai langsung dari alat kelamin yang difokuskan sekitar klitoris, tetapi tidak langsung pada kelenjar klitoris yang sangat sensitif. Terkadang orang menganggap keliru bahwa pasangan mereka ingin mereka memasukan jari atau jari-jari mereka ke dalam vagina sebagai bentuk foreplay. Akan tetapi, bentuk rangsangan seperti itu tidak dinikmati oleh semua perempuan ketika ingin melakukan hubungan seksual. Beberapa perempuan yang melakukan hal tersebut biasanya karena keinginan pasangannya. Sehingga pasangan laki-laki atau orang yang bersedia melakukan rangsangan tersebut karena menganggap bahwa pasangan mereka menginginkannya (Rathus dkk., 2008).

3) Stimulation of the breasts (rangsangan pada payudara)

Laki-laki heteroseksual umumnya menikmati ketika mereka memberikan rangsangan pada payudara pasangannya dari pada ketika mereka memberi rangsangan dengan membelai payudaranya sendiri. Walaupun pada umumnya payudara, terutama puting mempunyai gairah erotis yang sensitif pada kedua jenis kelamin. Sama halnya perempuan juga menikmati rangsangan yang diberikan laki-laki dengan melalui dada atau payudaranya. Menurut Master & Johnson, (dalam Rathus dkk., 2008) perempuan mampu mencapai gairah seksual dari rangsangan payudara. Hal ini disebabkan karena puting merupakan daerah yang paling sensitif dan mampu membangkitkan gairah seksual dengan cepat. Rangsangan yang diberikan pada payudara dapat berbentuk sentuhan, remasan, dan ciuman dengan menggunakan tangan atau mulut sesuai dengan keinginan (Rathus dkk., 2008).

4) Oral genital stimulation (rangsangan dengan mulut pada organ intim)

Oral genital adalah rangsangan yang diberikan dengan mulut atau dengan cara memainkan organ intim pasangan masing-masing dengan menggunakan lidah. Rangsangan oral pada alat kelamin laki-laki disebut fellatio. Fellatio juga disebut dengan istilah seperti “blow job”, “sucking”, “sucking off”, “giving head”. Sedangkan rangsangan oral pada alat kelamin perempuan disebut cunnilingus. Cunnilingus juga disebut dengan istilah seperti “eating” atau “going down”. Selain kedua teknik tersebut, adapun teknik 69 yang sering digunakan ketika laki-laki dan perempuan saling memberikan rangsangan satu sama lain dengan cara

pasangan saling menghadap bagian intim pasangannya dan menggulum alat kelamin pasangan menggunakan mulut (Rathus dkk., 2008).

5) Sexual intercourse (hubungan intim)

Hubungan seksual atau senggama dengan bahasa Latin disebut coire yang artinya “pergi bersama-sama” adalah aktifitas seksual antara laki-laki dan perempuan, di mana laki-laki memasukan organ kelaminnya yaitu penis ke dalam alat kelamin perempuan yang disebut vagina. Setiap posisi hubungan seksual harus memungkinkan alat kelamin laki-laki (penis) diarahkan oleh alat kelamin perempuan (vagina). Selain berbagai posisi, pasangan juga bervariasi dalam memasukan kedalaman dan tingkat menyodorkan atau gerakan memasukan dan mengeluarkan alat kelamin dan juga tambahan rangsangan seksual. Hubungan seksual merupakan tahap terakhir dilakukan dari keseluruhan tahap foreplay (Rathus dkk., 2008).

Berdasarkan tahap-tahap perilaku seksual menurut Rathus dkk., (2008), maka peneliti menyimpulkan tahap-tahap perilaku seksual antara lain adalah berciuman, bersentuhan, memberi rangsangan pada payudara, memberi rangsangan dengan mulut pada organ intim dan melakukan hubungan seksual sebagai aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini dengan menyesuaikan pada konteks perilaku seksual pranikah.

c. Dampak Perilaku Seksual pada Remaja

Dampak-dampak yang dapat terjadi ketika remaja melakukan perilaku seksual pranikah antara lain adalah sebagai berikut :

Dokumen terkait