• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Perilaku Seksual Remaja

Perilaku manusia dari segi biologis merupakan tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Skiner (dalam Notoadmodjo, 2014) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Perilaku manusia terjadi melalui proses StimulusOrganismeRespon, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-organisme-respon). Selanjutnya teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis respon yakni :

1. Respondent response atau reflexive response merupakan respon yang ditimbulkan

oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang disebut eliciting stimulus, karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi respon dan emotional behaviour.

2. Operant respons atau instrumental respon yakni respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh stimulus atau rangsangan lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respon (Notoadmodjo, 2014).

Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu :

1. Perilaku tertutup (Covert Behavior) merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (Overt Behavior) merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah

15

jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain (Notoadmodjo, 2014).

Perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku seksual sangat luas sifatnya bahkan termasuk aktivitas seksual dan hubungan seksual. Aktivitas seksual yakni kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dorongan seksual dalam bentuk perilaku berfantasi, masturbasi, menonton atau membaca pornografi, cium pipi, cium bibir, petting dan intercourse (Imran, 1999 : 32-33).

Beberapa tahapan perilaku seksual dari tingkatan rendah ke tingkatan yang lebih tinggi, yakni masturbasi/onani, berpegangan tangan, berpelukan, kissing, necking, petting, dan intercourse (Asna, 2011). PKBI Jawa Tengah pada bulan Juni sampai Juli 2013 melakukan survei perilaku seksual siswa diketahui bahwa aktivitas berpacaran yang dilakukan meliputi mengobrol (100%), berpegangan tangan (80%), mencium pipi atau kening (69%), mencium bibir (51%), mencium leher (28%), petting (22%), dan intercouse (6,2%) (dalam Alfiani, 2013).

Perilaku seksual pranikah pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan sedangkan faktor eksternal yakni faktor dari luar diri seseorang. Apabila dikaitkan dengan Teori S-O-R menurut Skiner, faktor internal merupakan respon sedangkan faktor eksternal merupakan stimulus (Notoadmodjo, 2014).

Menurut Sarwono dalam Darmasih (2011) faktor internal yang mempengaruhi perilaku seksual meliputi pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama bertahan daripada perilaku yang tidak didasari oleh

16

pengetahuan (Notoadmodjo, 2014). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rosdarni, dkk (2015) yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki pengetahuan yang rendah berpeluang lebih dari 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah berisiko dibandingkan remaja yang memiliki pengetahuan yang tinggi.

Sikap menjadi faktor internal yang mendorong perilaku seksual karena seseorang yang sudah tahu akan berpikir dan berusaha sehingga muncul niat untuk berperilaku tertentu. Tanpa adanya sikap seseorang tidak memiliki kesiapan atau kesediaan untuk bertindak (Notoadmodjo, 2014). Remaja yang memiliki sikap negatif berpeluang 1,5 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang berisiko dibandingkan remaja yang memiliki sikap positif (Rosdarni et al., 2015). Dalam penelitian Kusumastuti (2015) disebutkan faktor internal lain yang juga mempengaruhi perilaku seksual remaja yakni efikasi diri. Hasil penelitian Kusumastuti (2015), diketahui bahwa dari 3 faktor internal yang diteliti faktor efikasi diri berpengaruh paling besar terhadap perilaku seksual remaja sebesar 0.237.

Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja yakni kelompok teman sebaya (peer group), sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, religiutas, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu (Alfiani, 2013; Darmasih, 2011). Hasil penelitian Kusumastuti (2015) menyatakan bahwa teman sebaya berpengaruh positif sebesar 0.222 terhadap perilaku seksual. Disebutkan pula dalam penelitian Kusumastuti (2015) bahwa teman sebaya merupakan faktor penguat terhadap pembentukan perilaku remaja termasuk perilaku seksual. Teman sebaya memberikan pengaruh yang langsung terhadap remaja dalam berperilaku seksual pranikah yang berisiko. Remaja yang memiliki pengaruh dari teman sebaya yang tinggi berpeluang sebesar 1,7 kali untuk melakukan perilaku seksual pranikah yang

17

berisiko dibandingkan remaja yang memiliki pengaruh dari teman sebaya yang rendah (Rosdarni et al., 2015).

Berdasarkan jenis kelamin SDKI tahun 2012 menyebutkan bahwa pria yang pernah melakukan hubungan seksual 8% lebih tinggi daripada wanita. Responden pria yang lebih tua (15%) cenderung lebih memiliki pengalaman seksual dibanding pria lainnya (5%). Pria dengan tingkat pendidikan SMA atau lebih tinggi cenderung pernah melakukan hubungan seksual dibandingkan dengan pria yang tingkat pendidikannya lebih rendah (Badan Pusat Statistik, 2012).

Pernyataan dalam penelitian Rosdarni dkk. (2015) menyebutkan bahwa ketika remaja akan melakukan hubungan seksual bersama pasangannya, maka laki-laki adalah pihak pertama yang mengajak untuk melakukan hal tersebut. Jenis kelamin laki-laki lebih bersikap permisif/mendukung perilaku seksual pranikah dibandingkan perempuan. Data acuan penelitian ini menyebutkan bahwa laki-laki memiliki risiko 5 kali lebih besar untuk melakukan hubungan seksual dibandingkan perempuan (Rosdarni et al., 2015).

Dalam sebuah Prosiding Seminar Nasional Keperawatan (Prihatin,2014) dikemukakan mengenai alasan melakukan hubungan seksual pranikah dan dampak perilaku seksual intercourse pranikah. Alasan melakukan hubungan seksual pranikah karena sebagian besar ingin menunjukkan rasa sayang dan takut untuk ditinggalkan dan karena sudah mendapat persetujuan orang tua. Dampak perilaku seksual intercourse pranikah yaitu hamil di luar nikah dan menikah di usia dini. Akibat perilaku seksual intercourse pranikah muncul dampak psikologis yaitu perasaan malu dengan teman - teman dan sebagian yang lain mengalami dampak psikologis karena mendapatkan teguran dari instansi tempat menempuh pendidikan (Prihatin, 2014).

18

Dokumen terkait