• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. Dana Perimbangan

a. Pengertian Dana Perimbangan

Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menurut Saragih (2003 : 85) adalah:

Suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.

Menurut Halim (2004 : 69), “Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah”. Sedangkan menurut Widjaja (2004 : 229) :

Dana perimbangan merupakan pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan Pemerintahan Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, peningkatan pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat.

Menurut Saragih (2003 : 84), “komponen dana perimbangan merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting dalam pelaksanaan desentralisasi. Dalam kebijakan fiskal, dana perimbangan merupakan inti dari desentralisasi fiskal”.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dana perimbangan merupakan inti dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah merupakan suatu sistem

hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara Pemerintah Pusat dan Daerah (intergovernmental fiscal relation system), sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk penyediaan sebahagian wewenang pemerintahan. Dengan kata lain, hubungan keuangan merupakan suatu sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah.

b. Klasifikasi Dana Perimbangan Menurut Saragih (2003 : 86) : Dana perimbangan terdiri dari :

1) Dana Bagi Hasil dari : pajak bumi bangunan (PBB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), PPh perorangan, dan penerimaan dari sumber daya alam, yakni minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan. Penetapan besarnya dana bagi hasil pajak dan nonpajak didasarkan atas persentase dengan tarif dan basis pajaknya,

2) Dana Alokasi Umum (DAU) atau sering disebut juga dengan block grant yang besarnya didasarkan atas formula,

3) Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK identik dengan special grant yang ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari bawah (bottom-up).

Adapun klasifikasi dana perimbangan yang terbaru adalah berdasarkan Permendagri 13/ 2006, dimana dana perimbangan tersebut terdiri atas :

dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak. Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas objek pendapatan dana alokasi umum. Jenis dana alokasi khusus dirinci menurut objek pendapatan menurut kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

1) Dana Bagi Hasil

Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004, “Dana Bagi Hasil adalah dana yang diperoleh dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA)”. Melalui bagi hasil penerimaan negara tersebut, diharapkan potensi penerimaan

daerah menjadi semakin meningkat dan daerah merasakan bahwa haknya atas pemanfaatan SDA yang dimiliki masing-masing daerah diperhatikan oleh Pemerintah Pusat. Dengan sistem pembagian yang didasarkan atas daerah asal (by origin), sebagian penerimaan yang diperoleh dari daerah penghasil harus diberikan dan dinikmati oleh daerah penghasil yang bersangkutan.

2) Dana Alokasi Umum

Menurut Widjaja (2004 : 47), ”Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan transfer dari Pusat kepada Daerah yang bersifat block grant yang kewenangan pengaturan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaran pemerintahan daerah”. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, “Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Sedangkan menurut Widjaja (2004 : 47) :

Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Proporsinya yang cukup besar dan kewenangan pemanfaatan yang luas sekaligus akan memberikan makna otonomi yang lebih nyata bagi pelaksanaan pemerintahan di daerah. Dari penjelasan diatas, terlihat Dana Alokasi Umum memiliki jumlah yang sangat signifikan sehingga semua Pemerintah Daerah menjadikannya sebagai sumber penerimaan terpenting dalam anggaran penerimaannya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, Dana Alokasi Umum dapat dilihat sebagai respons Pemerintah terhadap aspirasi daerah untuk mendapatkan sebahagian kontrol yang lebih besar terhadap keuangan negara.

Menurut Saragih (2003 : 104), “bagi daerah yang relatif minim Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan sumber pendapatan penting guna mendukung operasional Pemerintah sehari-hari serta sebagai sumber pembiayaan pembangunan”. Menurut Saragih (2003 : 132), “tujuan DAU di samping untuk mendukung sumber penerimaan daerah juga sebagai pemerataan (equalization) kemampuan keuangan Pemerintah Daerah”. Adapun tujuan DAU berdasarkan PP No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan dalam Mardiasmo (2002 : 157) dijelaskan berikut ini.

tujuan Dana Alokasi Umum terutama adalah untuk : horizontal equity dan sufficiency. Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan Pemerintah Pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan yang lebar antar daerah. Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah adalah kecukupan (sufficiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap. Sufficiency dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : kewenangan, beban, dan Standar Pelayanan Minimum (SPM).

Dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan bantuan umum (block grant) yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistibusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah kaya. Dengan kata lain, tujuan penting alokasi Dana Alokasi Umum adalah dalam rangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antara Pemerintah Daerah/Pemerintah Kota di seluruh Indonesia.

3) Dana Alokasi Khusus

Menurut Halim (2004 : 141), “ Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu”. Menurut Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional”. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menggariskan bahwa kebutuhan khusus yang dapat dibiayai dengan Dana Alokasi Khusus antara lain kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus Dana Alokasi Umum dan atau kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk mendanai kegiatan khusus yang sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak semua daerah mendapatkan alokasi DAK. Adapun persyaratan untuk memperoleh Dana Alokasi Khusus adalah sebagai berikut:

1) Daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum, Pinjaman Daerah, dan Lain-lain Penerimaan yang Sah;

2) Daerah menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dari kegiatan yang diajukan (dikecualikan untuk DAK Reboisasi);

3) Kegiatan tersebut memenuhi kriteria teknis sektor/ kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri Teknis/ Instansi terkait.

Dokumen terkait