• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perincian adalah uraian yang berisi bagian yang kecil-kecil, satu-satu (Tim Penyusun KBBI, 1991:755). Dalam paragraf

deskrip-tif, perincian dapat dilihat dari kalimat pertamanya. Pada umum-nya pada kalimat pertama terdapat satuan lingual yang menunjuk-kan adanya perincian. Satuan lingual penanda itu berupa verba rincian, seperti diperang dadi ‘dibagi menjadi’, dumadi saka ‘terjadi dari’; verba ana diikuti bilangan, seperti ana telung warna ‘ada tiga macam’. Koherensi yang diwujudkan dengan perincian dapat di-lihat pada paragraf yang berikut.

(14) Tinggalan kuna Ratu Boko, bisa diperang dadi patang pantha.

Sepisan, kelompok kulon wujud pegunungan kapur (putih).

Masarakat kono nyebut pegunungan Tlatar. Pegunungan iki wujud sawah tadhah udan. Kapindho, kelompok tengah yaiku gapura mlebu candhi. Ing latar teras ana baturan candhi (Candhi Batu Putih), candhi Pembakaran, paseban, lan watu-watu umpak.

Katelu, kelompok kidul wetan, pendhapa lan pringgitan. Kaping papat, kelompok wetan wujud guwa, kolam, lan reca Budha.

Guwa-guwa kasebut madhep ngidul. Guwa sing perangan dhuwur, dening masarakat asring disebut guwa Wadon. Ing ngarepe guwa Lanang ana kolam wujud kothakan. (S no.03/I/2002/hlm.57) ‘Peninggalan kuna Ratu Boko, dapat dibagi menjadi empat bagian Pertama, kelompok barat berbentuk pegunungan kapur (putih). Masyarakat sekitar menyebut pegunungan Tlatar. Pegunungan ini bentuk sawah tadah hujan. Kedua, kelompok tengah yaitu gapura masuk candi. Di halaman teras ada lantai candi (Candi Batu Putih), candi Pembakaran, paseban, dan batu-batu umpak. Ketiga, kelompok tenggara, pendapa dan pringgitan. Keempat, kelompok timur bentuk gua, kolam, dan arca Budha. Gua-gua tersebut menghadap selatan. Gua yang bagian atas, oleh masyarakat sering disebut gua Perempuan. Di depan gua Laki-laki ada kolam bentuk kotakan.’

(15) Payung pusaka iku, ana telung warna, yaiku payung godhong siji, payung godhong loro, lan payung godhong telu. Ragad kanggo nggawe uga beda-beda, yen payung godhong siji saunit butuh 170 ewu rupiah, payung godhong loro 190 ewu rupiah, lan sing godhong telu 210 ewu rupiah. Kanggo payung kang dhuwure 1 meter lan amba 2 meter, ragade 225 ewu rupiah saunit. Kanggo

ngrampung-ake saset payung biasane telung dina, ragade 800 ewu rupiah. (PBJ/

SD klas 4/2000/hlm.18)

‘Payung pusaka itu, ada tiga macam, yaitu payung daun satu, payung daun dua, dan payung daun tiga. Biaya untuk mem-buat juga berbeda-beda, kalau payung daun satu satu unit memerlukan 170 ribu rupiah, payung daun dua 190 ribu rupiah, dan yang daun tiga 210 ribu rupiah. Untuk payung yang tingginya 1 meter dan lebar 2 meter, biayanya 225 ribu rupiah satu unit. Untuk menyelesaikan satu set payung biasanya tiga hari, biayanya 800 ribu rupiah.’

(16) Candhi Kalasan bangunane dumadi saka sikil candhi, awak candhi lan atap candhi. Ing sikil candhi bisa ditemoni anane undhakan mlebu kanthi makara ing pucuking undhakan. Tengah awak candhi ana sawijining ruangan utawa bilik candhi sing ana singgasanane kang dihiasi singa sing ngadeg ing sandhuwure geger gajah. Ing bagian njaba ana perangan kang diarani relung candhi kang dihiasi patung dewa nyekeli kembang teratai, saben lawang mlebu ana hiasan awewangun sirah kala. Bagean awak candhi sisih ndhuwur ana sawijining bangunan awujud kubus kang dianggep minangka puncaking gunung Mahameru. Saben perangan sisih ngisor (tingkat siji) ana wewangunan reca Budha sebab pancen Candhi Kalasan minangka salah sawijining Candhi Budha. (PBJ/klas 3/SLTP)

‘Candi Kalasan bangunannya terdiri dari kaki candi, tubuh candi dan atap candi. Di kaki candi bisa ditemukan adanya tangga masuk dengan makara di atas tangga. Tengah tubuh candi ada satu ruangan atau bilik candi yang ada singgasana-nya yang dihiasi singa yang berdiri di atas punggung gajah.

Di bagian luar ada bagian yang dinamai relung candi yang dihiasi patung dewa memegang bunga teratai, setiap pintu masuk ada hiasan berbentuk kepala kala. Bagian tubuh candi sebelah atas ada sebuah bangunan berwujud kubus yang dianggap sebagai puncak gunung Mahameru. Setiap bagian sebelah bawah (tingkat siji) ada bangunan arca Budha sebab memang Candi Kalasan sebagai salah satu Candi Budha.‘

Pada paragraf (14) terdapat koherensi perincian. Hal ini dapat dikenali dari satuan lingual tinggalan kuna Ratu Boko yang dibagi

dalam kelompok-kelompok yang dalam paragraf itu dinyatakan secara eksplisit diperang dadi ‘dibagi menjadi’. Pemerincian itu pada paragraf (14) dinyatakan ada empat kelompok, yaitu Sepisan, kelompok kulon … ‘Pertama, kelompok barat….’, Kapindho, kelompok tengah … ‘Kedua, kelompok tengah… ‘, Katelu, kelompok kidul wetan…’Ketiga, kelompok tenggara…’, Kaping papat, kelompok wetan

…’Keempat, kelompok timur…’. Pemerincian seperti itu juga me-wujudkan kekoherensian sebuah paragraf.

Pada paragraf (15) juga terdapat perincian tentang jenis dan harga payung. Pada kalimat pertama dalam paragraf itu dinyata-kan secara jelas bahwa payung pusaka itu ada tiga macam. Demi-kian pula tentang harganya juga diperinci sebagaimana tampak dalam paragraf (15).

Pemerincian pada paragraf (16) tampak dari cara penggam-baran bangunan candi Kalasan menjadi tiga bagian, yaitu kaki candi, tubuh candi, dan atap candi. Bagian-bagian candi itu diterangkan satu demi satu. Misalnya, pada kaki candi terdapat tangga; pada tubuh candi terdapat bilik yang di dalamnya ada tempat duduk yang berhiaskan singa berdiri di atas punggung gajah. Di bagian tubuh candi bagian luar terdapat relung yang berisi arca dewa memegang bunga teratai. Selain itu, pada setiap pintu ada hiasan kepala kala. Bagian atas candi terdapat kubus sebagai lambang puncak gunung Mahameru. Pada bagian kaki candi terdapat arca Budha. Keterangan satu demi satu pada setiap bagian candi ini dapat tergambar jelas pada pikiran pembaca. Oleh karena itu, perincian ini menjadikan paragraf itu sangat koheren.