PROFIL METABOLIT TESTOSTERON MUNCAK JANTAN SELAMA PERIODE PERTUMBUHAN RANGGAH
PERIODE PERTUMBUHAN RANGGAH Abstrak
Aktivitas spermatogenesis dan kualitas semen pada muncak diduga berhubungan erat dengan periode pertumbuhan ranggahnya seperti yang dilaporkan pada spesies rusa lainnya. Sejauh mana keterkaitan tersebut perlu dilakukan kajian untuk mengetahui tahapan spermatogenik pada periode ranggah keras (RK); spermatogenesis dan kualitas semen pada periode casting (C), ranggah velvet (RV), dan ranggah keras (RK). Jaringan testis diperoleh dari seekor muncak jantan dewasa pada periode RK yang diproses menjadi sediaan histologi dan diwarnai dengan pewarna hematoksilin-eosin (HE). Fragmen testis dan semen (ejakulat) diperoleh dari dua ekor muncak jantan dewasa, yaitu ♂#2 dan ♂#3 selama periode C, RV, dan RK. Fragmen testis diperoleh dengan metode core needle biopsy, diproses secara histologi dan diwarnai dengan periodic acid Schiff (PAS), sedangkan semen dikoleksi menggunakan metode elektroejakulasi. Hasil pengamatan dengan metode morfologi tubular (pewarnaan HE), ditemukan delapan tahap epitel tubuli seminiferi (tahap I-VIII) pada muncak dengan frekuensi masing-masing tahapan yang bervariasi. Frekuensi tahap pre meiosis (tahap I-III), meiosis (tahap IV), dan post meiosis (tahap V-VIII) berturut- turut adalah 47.75%, 6.87%, dan 43.37%, dengan durasi setiap tahapan adalah 5.07 hari, 0.73 hari, dan 4.81 hari. Aktivitas spermatogenesis ditemukan pada ketiga periode ranggah (C, RV, dan RK), ditandai dengan adanya reaksi PAS positif (warna magenta) pada akrosom round dan elongated spermatid. Lingkar skrotum (cm) kedua muncak memperlihatkan perbedaan pada ketiga periode ranggah, yaitu 13.05 ± 0.91 (C), 13.86 ± 0.51 (RV), dan 15.76 ± 0.30 (RK). Hasil evaluasi semen pada periode C, RV, dan RK memperlihatkan adanya spermatozoa motil dengan konsentrasi berbeda. Rataan konsentrasi spermatozoa kedua muncak tertinggi (juta/ml) ditemukan pada periode RK (506.25 ± 61.87), dan sedikit menurun pada periode C (288.75 ± 37.12), dan RV (362.60 ± 17.68). Dapat disimpulkan bahwa aktivitas spermatogenesis untuk menghasilkan spermatozoa tetap berlangsung walaupun muncak berada pada periode C dan RV. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya spermatozoa motil pada semen kedua muncak pada periode C dan RV.
Kata kunci: spermatogenesis, periode ranggah, muncak jantan, spermatozoa
Abstract
There was possibility that spermatogenic activity and quality of semen in male muntjaks showed correlation to the antler cycle periods as reported in other deer species. In order to know that correlation, the study concerning spermatogenesis according to the identification of spermatogenic stages in hard antler (RK) periods; spermatogenesis and semen quality in casting (C), velvet antler (RV), and RK periods were important to be investigated. Testicular tissue was found from an adult male muntjaks in hard antler period and processed to histological preparation that subsequently stained with hematoxylin-eosin (HE). Additionally, testicular fragmen and semen were obtained from two adult male muntjaks: ♂#2 and ♂#3 during C, RV, and RK periods. Core needle biopsy method was applied to obtain testicular fragmen that processed histologically and stained with periodic acid Schiff (PAS), whereas semen (ejaculate) was collected
using electroejaculation method. The results showed that there were eight stages of seminiferi tubules epithelium (Stage I-VIII) according to the tubular morphology method using HE staining in male muntjak with differentiation of frequency and duration in each of stage. The frequency of pre meiosis (stage I to III), meiosis (stage IV), and post meiosis (stage V to VIII) was 47.75%, 6.87%, and 43.37% with duration 5.07, 0.73, and 4.81 days respectively. Spermatogenic activities were observed in C, RV, and RK periods which were marked by PAS positive staining (magenta) in round and elongated spermatid acrosomes. Scrotal circumference (cm) differed in each antler periods: 13.05 ± 0.91 (C), 13.86 ± 0.51 (RV), and 15.76 ± 0.30 (RK). In addition, based on semen evaluation in C, RV, and RK periods, motile spermatozoa were found with different concentration. The highest amount of sperm (x 106 spermatozoa/ml) in both of muntjaks was appeared in RK (506.25 ± 61.87), and slightly decreased in C (288.75 ± 37.12), and RV periods (362.60 ± 17.68). In conclusion, spermatogenesis to produce spermatozoa is taken place while muntjaks are in C and RV periods that provable with the existency of motile spermatozoa from ejaculates in both of male muntjaks during C and RV periods.
Keywords: spermatogenesis, antler periods, male muntjak, spermatozoa
Pendahuluan
Spermatogenesis merupakan proses pembelahan dan diferensiasi sel dengan produk akhir spermatozoa yang berlangsung di tubuli seminiferi testis. Proses tersebut melibatkan sel-sel germinal testis, yaitu spermatogonia, spermatosit dan spermatid serta didukung oleh sel somatis (sel Sertoli) dan sel Leydig di jaringan interstisial. Spermatogenesis terbagai atas tiga proses penting, yaitu spermatositogenesis (pembelahan mitosis), meiosis, dan spermiogenesis (diferensiasi spermatid) (Johnson et al. 2000). Tahapan tubuli seminiferi didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang terjadi pada suatu kelompok sel germinal di sepanjang tubuli seminiferi. Satu siklus spermatogenik atau siklus epitel tubuli seminiferi adalah seluruh perubahan yang terjadi di antara dua proses spermiasis pada bagian tertentu dari tubuli seminiferi (de Kretser dan Kerr 1994; Johnson et al. 2000).
Identifikasi dan penentuan tahapan tubuli seminiferi diperlukan untuk mengetahui durasi satu siklus epitel tubuli seminiferi testis. Selain itu dapat pula diketahui frekuensi dari tiap tahapan tubuli seminiferi (Bitencourt et al 2006). Tahapan epitel tubuli seminiferi, frekuensi dan durasi masing-masing tahapan pada muncak sampai saat ini belum dilaporkan. Ada dua metode yang umum digunakan untuk mengamati tahapan epitel tubuli seminiferi. Metode pertama adalah dengan melakukan pengamatan terhadap karakteristik komponen tubuli seminiferi yang dikenal dengan metode morfologi tubular. Pewarnaan yang
sering digunakan untuk metode tersebut adalah pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) (Almeida et al. 2006). Metode kedua adalah pengamatan terhadap diferensiasi spermatid pada proses spermiogenesis menggunakan pewarnaan periodic acid Schiff (PAS) (Dreef et al. 2007). Pengamatan spermatogenesis pada periode ranggah keras dilakukan dengan metode morfologi tubular, sedangkan untuk mengetahui aktivitas spermatogenesis pada periode casting (C), ranggah velvet (RV), dan ranggah keras (RK) digunakan metode identifikasi terhadap diferensiasi spermatid dengan pewarnaan PAS.
Produk akhir spermatogenesis adalah spermatozoa. Untuk mengetahui karakteristik dan kualitas spermatozoa perlu dilakukan evaluasi terhadap semen. Kualitas semen yang meliputi spermatozoa dan plasma semen merupakan salah satu parameter pendukung untuk menentukan pola reproduksi pada Cervidae jantan termasuk muncak. Pada red deer yang hidup di wilayah beriklim sedang, kualitas semen menunjukkan perbedaan pada setiap periode reproduksinya, yaitu pada periode pre-mating, mating dan post-mating. Kualitas semen terbaik ditemukan pada saat periode musim kawin (mating) yang berlangsung dari akhir September sampai akhir Oktober saat rusa tersebut berada pada periode RK. Kondisi tersebut ditandai dengan tingginya libido rusa jantan untuk mengawini betina (Gizejewski 2004). Handarini et al. (2004) menyatakan bahwa rusa timor memiliki kualitas semen terbaik dan konsentrasi spermatozoa tertinggi saat rusa tersebut berada pada periode RK.
Perbedaan kualitas semen pada setiap periode ranggah dapat dilihat dari beberapa parameter pengamatan makroskopis seperti volume, warna dan konsistensi dan pengamatan mikroskopis seperti: gerakan massa, motilitas, konsentrasi, persentase hidup dan abnormalitas spermatozoa. Data yang diperoleh dari pengamatan spermatogenesis dan kualitas semen, khususnya karakteristik dan kualitas spermatozoa pada periode C, RV, dan RK dapat digunakan untuk menentukan fertilitas muncak jantan selama satu siklus ranggah. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menentukan jumlah tahapan tubuli seminiferi, frekuensi dan durasi masing-masing tahapan pada periode RK; 2) mengetahui aktivitas spermatogenesis melalui pengamatan diferensiasi spermatid pada periode C, RV, dan RK; 3) menentukan kualitas semen khususnya spermatozoa pada periode C, RV, dan RK. Informasi awal terkait spermatogenesis dan kualitas spermatozoa muncak selama periode pertumbuhan ranggah dapat digunakan untuk mendukung program
pengembangbiakan muncak, baik yang dilakukan dengan kawin alam maupun penerapan teknologi reproduksi seperti inseminisasi buatan dengan memanfaatkan semen segar atau semen hasil preservasi.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi serta di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan Januari 2009 sampai Juli 2010.
Hewan Penelitian
Tiga ekor muncak jantan dewasa digunakan pada penelitian ini, yaitu : muncak ♂#1 (umur sekitar 4 tahun, bobot badan 19 kg); muncak ♂#2 (umur 5 tahun, bobot badan 19.5 kg); dan muncak ♂#3 (umur 3 tahun, bobot badan 17 kg). Ketiga muncak dinyatakan sehat secara klinis dan memperlihatkan aktivitas reproduksi yang berjalan normal. Penggunaan muncak sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 23/Menhut- II/2011. Muncak berasal dari Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah dan dipelihara di kandang individual berukuran 1 x 2 m2 yang dilengkapi dengan kandang terbuka (kandang exercise) selama penelitian berlangsung. Pakan diberikan dua kali per hari, pagi dan sore, berupa irisan wortel, rumput dan pelet, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Selama penelitian berlangsung, kedua muncak diberi akses untuk berdekatan dengan muncak betina dewasa.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan meliputi: anastetikum xylazine HCl 2% (Seton®) dan ketamin HCl 10% (Ketamil®
), kapas, kertas tisu, larutan iodin, antibiotik, NaCl fisiologis, paraformaldehid 4%, larutan Bouin, alkohol dengan konsentrasi bertingkat (70, 80, 90, 95 % dan absolut), silol, parafin, akuades, pewarna hematoksilin-eosin (HE), pewarna periodic-acid Schiff (PAS), air sulfit, pewarna Meyer’s hematoksilin dan bahan perekat Entelan®, pewarna eosin-negrosin, pewarna William, kloramin 0.5%, glutaraldehid 2.5%, bahan perekat Neofren®
2%, asam tanin 2%, osmium tetraoksida (OsO4), 1%, larutan t-butanol dan platinum-paladium.
Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah: spuit ukuran 5 ml, alat biopsi tipe core needle biopsy (Dr. Japan®, Toray) dengan jarum berukuran 14 gouce (14G), pinset, wadah penyimpan jaringan, tissue cassette, gelas objek dan penutup, inkubator 37OC, inkubator parafin, blok kayu, bunsen, mikrotom, water bath, hot plate, termometer, pena parafin, kamera digital, micro caliper digital (mm), pita ukur (cm), spuit 5 ml, elektroejakulator, tabung penampung semen berskala, gelas objek dan gelas penutup, hot plate, gelas objek kecil ukuran 0.5 x 0.5 cm2, pipet, hemositometer dan kamar hitung Neubauer, microtube, sentrifus, micropipet, freeze dryer, ion coater, mikrometer eye piece, mikroskop cahaya (Olympus CH30), mikroskop yang dilengkapi dengan kamera digital, kamera digital (Sony Cybershoot DSC-W30) dan mikroskop elektron (scanning electron microscope) tipe JSM-5310LV, Japan.
Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi atas beberapa kegiatan, yaitu: 1) pengamatan tahapan epitel tubuli seminiferi testis, frekuensi dan durasi setiap tahapan pada periode RK, 2) pengamatan spermatogenesis pada periode C, RV, dan RK, dan 3) pengamatan karakteristik dan kualitas spermatozoa muncak pada periode C, RV, dan RK.
Spermatogenesis pada periode ranggah keras
Kegiatan ini menggunakan sampel testis dari seekor muncak jantan dewasa (♂#1) yang berada pada periode RK. Jenis pewarnaan yang digunakan pada kegiatan ini adalah pewarnaan HE. Prosedur dimulai dengan pembuatan sediaan testis dengan urutan kerja seperti yang dilakukan pada penelitian I
1. Penentuan tahapan epitel tubuli seminiferi dan frekuensinya
Pengamatan tahapan epitel tubuli seminiferi menggunakan metode morfologi tubular berdasarkan perubahan morfologi sel germinal yang ditemukan di dalam sayatan melintang tubuli seminiferi testis. Selanjutnya, dilakukan identifikasi dan penghitungan jumlah tahapan spermatogenesis. Untuk menentukan frekuensi relatif dari masing-masing tahapan dilakukan penghitungan terhadap 800 tubuli seminiferi. Penentuan durasi dari masing- masing tahapan dilakukan dengan mengalikan nilai persentase masing-masing tahapan tersebut dengan nilai durasi satu siklus epitel tubuli seminiferi kambing,
yaitu 10.6 hari (França et al. 1999). Hasil yang diperoleh merupakan suatu asumsi nilai durasi spermatogenesis pada muncak.
2. Pengukuran diameter inti sel germinal testis
Pengukuran diameter inti sel germinal pada masing-masing tahapan epitel tubuli seminiferi, dilakukan terhadap foto histologi testis dengan perbesaran lensa objektif 40 kali dan telah dilengkapi dengan skala mikrometer untuk perbesaran yang sama. Pengukuran inti sel germinal tubuli seminiferi meliputi inti sel spermatogonia; spermatosit primer dalam fase leptotene, pachytene, zygotene dan diplotene; serta spermatid (round dan elongated spermatid) menggunakan software ImageJ (McMaster Biophotonic Facility). Jumlah inti sel yang diukur adalah 20 inti sel untuk setiap tipe sel.
Prosedur anastesi dan pengukuran morfometri testis
Pada kegiatan ini digunakan dua muncak, yaitu ♂#2 dan ♂#3. Kedua muncak terlebih dahulu dianastesi menggunakan kombinasi anastetikum xylazin HCl dan ketamin HCl, dengan dosis masing-masing 1 mg/kg berat badan (Dradjat 2000). Muncak yang telah teranastesi ditempatkan pada posisi terbaring pada sisi kanan agar rumen berada di bagian dorsal. Pengambilan data morfometri testis muncak dalam skrotum meliputi panjang, lebar, dan lingkar skrotum. Pengukuran morfometri menggunakan micro caliper digital dan pita ukur. Selain itu juga dilakukan palpasi testis untuk mengetahui konsistensinya. Kegiatan ini dilakukan pada periode C, RV, dan RK
Spermatogenesis selama periode pertumbuhan ranggah
Aspirasi fragmen testis kedua muncak dilakukan setelah pengukuran morfometri testis dan skrotum. Metode biopsi yang diaplikasikan adalah metode biopsi tertutup menggunakan alat biopsi tipe core needle biopsy (CNB). Biopsi dilakukan sekali per periode pertumbuhan ranggah, yaitu periode C, RV, dan RK. Dalam keadaan teranastesi, jarum biopsi ditusukkan ke bagian testis yang telah ditentukan melewati kulit skrotum. Tekanan negatif dari alat (gun) biopsi dilepaskan apabila jarum telah berada di dalam testis yang bertujuan untuk memotong jaringan testis. Jaringan testis yang diperoleh selanjutnya difiksasi di dalam larutan Bouin selama 24 jam dan diproses hingga menjadi preparat histologi. Pembuatan preparat tersebut sama dengan prosedur pada kegiatan
sebelumnya. Preparat histologi testis dengan ketebalan sayatan 2-3 µm selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan PAS dengan prosedur sebagai berikut:
1. Preparat histologi dideparafinisasi dalam larutan silol dengan tiga kali ulangan dan dilanjutkan dengan rehidrasi dalam alkohol dari konsentrasi absolut sampai konsentrasi 70%.
2. Perendaman preparat dalam larutan periodic acid selama 5 menit dan dibilas dengan akuades.
3. Inkubasi dengan larutan Schiff (Schiff reagent) selama 30 menit pada temperatur ruangan. Setelah reaksi positif terbentuk, dilakukan pembilasan dengan air sulfit dan dilanjutkan dengan akuades.
4. Pewarnaan latar (counterstain) dengan larutan Meyer’s hematoksilin, dan dibilas dengan akuades.
5. Dehidrasi preparat dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat dan clearing dalam larutan silol.
6. Tahap terakhir adalah penutupan jaringan dengan gelas penutup (mounting) menggunakan bahan perekat Entellan®.
Pengamatan hasil pewarnaan dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif 40 kali. Reaksi PAS positif ditandai dengan terbentuknya warna merah-keunguan (magenta) pada akrosom spermatid.
Karakteristik dan Kualitas Semen Muncak
Koleksi semen
Koleksi semen muncak ♂#2 dan ♂#3 dilakukan sekali per periode ranggah (C, RV, dan RK) yang ditampung sebelum aspirasi jaringan testis. Penampungan semen menggunakan elektroejakulator dengan stimulator AC 100 Hz dan probe rektal berdiameter 1.5 dengan empat elektroda sirkular (Fujihira, FHK), mengacu pada prosedur yang dilakukan oleh Dradjat (2002) dan Prasetyaningtyas et al. (2006), yaitu:
1. Penis dikeluarkan dari preputium dan dicuci dengan NaCl fisiologis hingga bersih.
2. Tabung gelas penampung semen yang dilengkapi dengan skala ukuran volume semen terlebih dahulu disterilkan. Selanjutnya ujung penis ditempatkan di tengah tabung gelas penampung.
3. Probe ejakulator diberi vaseline dan dimasukkan kedalam rektum dengan kedalaman sekitar 10 cm dengan posisi elektroda probe mengarah ke bagian ventral ruang pelvis.
4. Stimulasi listrik dilakukan secara bertahap dengan voltase antara 3 V sampai 7 V selama 5 detik per voltase dan diulangi sebanyak tiga kali ulangan dengan interval setiap ulangan selama 5 detik. Proses ini dilakukan hingga semen diperoleh. Setelah semen terkumpul, stimulasi listrik dihentikan atau setelah 2 menit walaupun semen tidak berhasil dikoleksi.
Evaluasi semen
Cairan semen yang terkumpul pada tabung pengumpul, selanjutnya dievaluasi secara makroskopis untuk mengetahui warna, volume, dan pH dan secara mikroskopis untuk menentukan konsentrasi spermatozoa, motilitas spermatozoa, prosentase spermatozoa hidup dan abnormalitas, serta morfologi spermatozoa individual. Prosedur evaluasi mikroskopis terhadap semen muncak adalah:
1. Konsentrasi spermatozoa
Pengamatan terhadap konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan menggunakan hemositometer dan kamar hitung Neubauer. Semen diteteskan pada ujung gelas penutup yang berada di atas gelas objek. Cairan yang mengalir diamati dengan penghitungan pada kamar hitung, dengan ketentuan: konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa yang diperoleh dikalikan dengan faktor pengencer serta faktor hemositometer.
2. Motilitas spermatozoa
Semen diteteskan pada gelas objek dan ditutup dengan gelas penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan melihat aktivitas gerak progresif spermatozoa per individu. Penilaian dilakukan dengan skoring dalam kisaran 0–100% pada skala 5%.
3. Presentase spermatozoa hidup dan abnormalitas
Semen diteteskan pada gelas objek dan diwarnai dengan eosin 2% dan dibuat preparat ulas secara tipis dan merata, kemudian diamati dibawah mikroskop. Spermatozoa yang mati akan menyerap warna eosin, sedangkan yang mati tidak menyerap warna eosin. Abnormalitas spermatozoa dapat diamati dari morfologi spermatozoa.
4. Morfologi spermatozoa individual
Pengamatan terhadap morfologi spermatozoa secara individual dilakukan dengan dua metode, yaitu 1) preparasi semen dengan pewarnaan William untuk pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa menggunakan mikroskop cahaya, dan 2) preparasi semen untuk pengamatan ultrastruktur spermatozoa menggunakan SEM.
Prosedur pewarnaan William terhadap sampel semen muncak mengacu prosedur yang dilakukan Yudi et al. (2010). Pengamatan morfologi dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan mengamati bentuk kepala dan ekor spermatozoa normal dan abnormal dan selanjutnya difoto dengan kamera mikroskop. Pengukuran morfometri spermatozoa individual yang meliputi panjang dan lebar kepala, serta panjang ekor dari 100 spermatozoa kedua muncak pada periode RV dan RK. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mikrometer eye piece yang telah dikalibrasi sesuai dengan tipe mikroskop yang digunakan pada perbesaran lensa objektif 40 kali. Prosedur preparasi SEM yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada prosedur yang dilakukan Prasetyaningtyas et al. (2004).
Analisis Data
Data pengamatan spermatogenesis dan tahapan epitel tubuli seminiferi atau tahapan spermatogenik testis dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk gambar, sedangkan untuk nilai durasi spermatogenesis dan ukuran diameter inti sel germinal ditabulasikan dalam nilai rataan ± SB. Data pengamatan spermatogenesis pada periode C, RV, dan RK dengan pewarnaan PAS dianalisis secara deskriptif dengan pemberian skor. Kriteria skor terdiri atas: +++: banyak; ++: sedang; + sedikit, dan -: tidak ditemukan. Kualitas semen dianalisis secara diskriptif dalam bentuk rataan dan gambar.
Gambar 44 Bagan alir disain penelitian IV: spermatogenesis dan kualitas semen muncak selama periode pertumbuhan ranggah. Casting (C), ranggah keras (RK), ranggah velvet (RV), hematoksilin dan eosin (HE), periodic acid Schiff(PAS), scanning electron microscope (SEM).
Pengamatan dan Pemotretan
Data Morfologi Spermatozoa Pewarnaan William dan SEM Data
Pewarnaan HE Pewarnaan PAS
Preparat Histologi Makroskopis : volume, warna, pH
Mikroskopis: motilitas (%), gerakan massa (+, ++), konsentrasi
spermatozoa (%), persentase hidup dan abnormalitas (%)
Muncak Jantan
♂#2dan ♂#3
Biopsi metode tertutup (core needle biopsy)
Fragmen testis Testis Muncak Jantan ♂#1 Exanguinasi (Penelitian I) Fiksasi (Bouin, 24 jam) Fiksasi (Paraformaldehid 4%) Koleksi Semen (Elektroejakulator) Evaluasi Semen Semen Spermatogenesis pada Periode RK Spermatogenesis pada Periode C, RV, RK Muncak Jantan ♂#2dan ♂#3
Kualitas Semen pada Periode C, RV, RK
Hasil dan Pembahasan Spermatogenesis pada Periode Ranggah Keras
Penentuan tahapan (staging) dari satu siklus spermatogenik atau siklus epitel tubuli seminiferi testis muncak dilakukan berdasarkan karakteristik morfologi komponen tubuli seminiferi (Gambar 45). Terdapat delapan tahap epitel tubuli seminiferi pada muncak yang diamati pada periode ranggah keras dengan gambaran masing-masing tahapan sebagai berikut:
Tahap I
Pada tahap ini ditemukan spermatid berinti bulat atau round spermatid (R) dengan granul preakrosom (PG) yang membentuk beberapa lapis sel pada epitel tubuli. Nuklei sel Sertoli dapat diamati dengan sitoplasma pucat dan nukleoli berukuran kecil. Pada membran basal tubuli ditempati oleh spermatogonia, sedangkan spermatosit primer tipe pachytene (P) yang terletak diantara spermatogonia dan inti sel Sertoli (Gambar 45A).
Tahap II
Karakteristik tahap ini adalah munculnya spermatid berinti lonjong atau elongated spermatid (E) yang berdiferensiasi dari spermatid R dengan posisi ujung kepala mengarah ke nukleus sel Sertoli. Sel lainnya adalah spermatogonia dan spermatosit primer tipe leptotene (L) dan P (Gambar 45B).
Tahap III
Pada tahap ini spermatid tipe R mulai mengumpul (berkelompok) dengan posisi kepala mengarah ke membran basal dan nukleus sel Sertoli. Spermatosit primer beriferensiasi membentuk spermatosit tipe L dan P. Selain itu spermatogonia dan sel Sertoli juga ditemukan pada tahapan ini (Gambar 45C).
Tahap IV
Ciri khas tahap ini adalah terjadinya proses pembelahan meosis dari spermatosit diplotene (D) menjadi spermatosit sekunder (haploid) yang akan berdiferensiasi menjadi spermatid tipe R. Spermatosit primer tipe P juga ditemukan di lapisan atas sel spermatogonia (Gambar 45D).
Tahap V
Pada tahap ini ditemukan spermatid R yang berasal dari pembelahan meiosis spermatosit sekunder. Ukuran dan bentuk inti sel antara spermatosit sekunder dan spermatid R sangat mirip, sehingga keduanya sulit dibedakan.
Kumpulan spermatid tipe E juga ditemukan dengan beberapa sel yang berada hampir mendekati membran basal dan nukleus sel Sertoli serta diantara sel-sel epitel tubuli. Sama seperti tahap sebelumnya, spermatogonia dan sel Sertoli juga dapat diamati. Sedangkan spermatosit primer ditemukan dengan tipe zygotene (Z) dan D (Gambar 45E).
Tahap VI
Gambaran tahap VI ini mirip dengan tahap sebelumnya (tahap V), yaitu tubuli seminiferi diisi oleh spermatid tipe R dan E, spermatosit primer tipe Z dan D, spermatogonia dan sel Sertoli. Ciri khas dari tahap ini adalah ditemukannya kumpulan spermatid tipe E yang mulai memisahkan diri dan mengarah ke lumen tubuli (Gambar 45F).
Tahap VII
Spermatid tipe E yang berkelompok dengan bentuk kepala dan ekor yang semakin jelas berada pada posisi sejajar di permukaan lumen tubuli seminiferi sebelum dilepaskan ke dalam lumen tubuli seminiferi. Sel germinal lainnya adalah spermatogonia, spermatosit primer tipe Z dan D, spermatid tipe E dengan PG, serta sel Sertoli (Gambar 45G).
Tahap VIII
Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari siklus tubuli seminiferi testis muncak. Ciri khas pada tahap ini adalah ditemukannya tahap akhir diferensiasi spermatid tipe E dan terjadinya porses pelepasan spermatozoa dari epitel tubuli menuju lumen tubuli. Selain itu ditemukan pula badan residu (residual bodies) yang merupakan sisa sitoplasma spermatid yang telah mengalami spermiasis. Sel lainnya adalah spermatid tipe R dengan PG, spermatosit primer P dan spermatogonia di membran basal tubuli (Gambar 45H).
Gambar 45 De (P (M Ta elapan tahapan e P), dan round spe M), R, dan E. Tah ahap VIII (VIII): S
epitel tubuli semin ermatid (R). Taha hap V (V): Sg, Z, g, spermatosit pr niferi muncak. Ta ap II (II): Sg, L, P , P, R, E, dan se releptotene (Pl), P
ahap I (I): sperma P, dan E. Tahap I el Sertoli (S). Tah P, R, S, residual b atogonia (Sg), spe III (III): Sg, Z, D, hap VI (VI): Sg, P bodies (Rb), dan ermatosit primer dan E. Tahap IV P, R, E, dan S. T spermatozoa (Sz