• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN DALAM

E. Perizinan Sebagai Instrumen Pengendalian

Instrumen pengendalian merupakan bagian dari upaya pelayanan penanaman modal sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam pasal 1 angka (10) dinyatakan bahwa “Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendegelasian atau pelimpahan wewenag dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaanya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.61 Hal ini juga termuat dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia No. 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal. Dalam pasal 1 angka (5) dinyatakan “Pelayanan Terpadu satu pintu di bidang penanaman modal, yang selanjutnya disebut PTSP, adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan nonperizinan berdasarkan pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolahannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.62

61 Pasal 1 angka (10) UUPM

62 Pasal 1 angka (5) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun

2013 Tentan Pedoman Dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal

Dari kedua ketentuan tersebut diketahui bahwa pelayanan dalam penanaman modal adalah bagian dari perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap

permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat sebagai instrumen pengendalian.

Selanjutnya Peraturan Kepala BKPM dengan Pasal 11 ruang lingkup layanan di PTSP di bidang penanaman modal terdiri atas:63

a. Layanan perizinan penanaman modal; dan b. Layanan Nonperizinan Penanaman Modal

Selanjutnya pada pasal 12 di jelaskan jenis-jenis layanan perizinan dan nonperizinan terdiri atas :64

(1) Layanan perizinan penanaman modal sebgaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf a, terdiri atas:

a. Izin prinsip penanaman modal;

b. Izin usaha untuk berbagai sektor usaha; c. Izin prinsip perluasan penanaman modal;

d. Izin usaha perluasan untuk berbagai sektor usaha; e. Izin prinsip perubahan penanaman modal;

f. Izin usaha perubahan untuk berbagai sektor usaha;

g. Izin prinsip penggabungan perusahaan penanaman modal;

h. Izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal untuk berbagai sektor usaha;

i. Izin pembukaan kantor cabang;

j. Izin kantor perwakilan perusahaan asing (KPPA); dan

k. Surat izin usaha perwakilan perusahaan perdagangan asing (SIUP3A).

(2) Layanan nonperizinan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf b, terdiri atas:

a. Fasilitas bea masuk atas impor mesin;

63

Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 Tentan Pedoman Dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal

64 Pasal 12 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013

b. Fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan;

c. Usulan fasilitas pajak penghasilan (PPh) Badan untuk dan/atau di daerah-daerah tertentu;

d. Angka pengenal importir produsen (API-P); e. Angka pengenal importir umum (API-U);

f. Rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA); g. Rekomendasi visa untuk bekerja (TA.01); dan h. Izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA).

Diantara pelayanan tersebut perizinan merupakan instrument yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai ujung tombak dalam mengendalikan aktivitas rakyatnya. Makna dari suatu tindakan hukum pemerintah berupa perizinan adalah melarang seseorang atau badan hukum tertentu melakukan suatu kegiatan dan/atau usaha tanpa mendapatkan persetujuan/perkenan terlebih dahulu dari badan atau pejabat tata usaha negara yang berwenang dalam bidang tersebut. Sehingga setiap usaha dan/atau kegiatan baru dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan/ijin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.

Izin diterapkan oleh pejabat negara yang berwenang, sehingga dilihat dari penempatannya maka izin dapat dikatakan sebagai instrument pengendalian dan alat pemerintah untuk mencapai apa yang menjadi sasarannya. Menurut Ahmad Sobana, mekanisme perizinan dan izin yang diterbitkan untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin dicapai, disamping untuk pengendalian arah perubahan dan mengevaluasi keadaan, potensi, serta kendala yang disentuk untuk berubah.65

Asep Warlan Yusuf mengatakan bahwa izin sebagai suatu instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum

65 B. Arief Sidharta, Butir-butir Gagasan tentang Penyelenggaraan Hukum dan

administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat.66

Hal di atas menunjukkan bahwa penetapan perizinan sebagai salah satu instrument hukum dari pemerintah ialah untuk mengendalikan kehidupan masyarakat agar tidak menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku, serta membatasi aktifitas masyarakat agar tidak merugikan orang lain.

Izin disini dimaksudkan untuk membentuk suatu kegiatan yang positif terhadap aktivitas pembangunan di dalam suatu negara. Suatu izin/persetujuan yang dikeluarkan pemerintah dimaksudkan untuk memberikan suatu keadaan yang tertib dan aman sehingga yang menjadi tujuannya akan sesuai dengan yang menjadi peruntukkannya.

67

Penggunaan kewenangan yang dilakukan oleh pejabat tata usaha negara tidak hanya untuk mengatur, tetapi juga untuk menetapkan. Dalam hal penetapan yang ditujukan kepada perseorangan, kewenagan pemerintah harus dilaksanakan berdasarkan pada hukum yang jelas sehingga hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu penetapan yang banyak dikeluarkan oleh pemerintah adalah izin.

66

Ateng Syafudin, Pengurusan Perizinan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan ST Alosius, Bandung, 1992, hlm. 4.

67 Tatik Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, dalam I Made Arya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yakni negara yang sedang membangun. Untuk membangun suatu negara pemerintah melakukan terobosan- terobosan untuk menaikan perekonomian nasional, salah satu terobosan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong perekonomian nasional adalah dengan melibatkan pihak swasta dalam bentuk investasi swasta1

Keberadaan kedua instrumen hukum itu, diharapkan agar investor, baik investor asing maupun investor domestik untuk dapat menanamkan investasinya di Indonesia. Namun kedua instrument hukum tersebut yang mengatur tentang penanaman modal tersebut masih banyak kekurangan dalam kepastian hukum setelah mengikuti perkembangan zaman Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tersebut di perbaharui yakni menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang sampai sekarang berlaku.

, karena ekonomi melalui penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi, sehingga investasi pada hakekatnya langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi di suatu negara, maka diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Kegiatan penanaman modal di Indonesia telah dimulai sejak zaman penjajahan. Setelah kemerdekaan Indonesia mulai membentuk peraturan tentang penanaman modal pada tahun 1967, yaitu sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing-PMA (Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri-PMDN (Lembaran Negara RI Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2583).

1 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menata Ke Depan Perekonomian

Pembangunan ekonomi melibatkan pihak swasta, baik yang berasal dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mempunyai peranan penting dalam kegiatan perekonomian. Karena bagaimanapun juga pertumbuhan ekonomi Indonesia terkait erat dengan tingkat penanaman modal, maka untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan tingkat penanaman modal yang tinggi pula.

Namun upaya pemerintah untuk meningkatkan penanaman modal swasta sepertinya belum menunjukkan perkembangan yang berarti. Hal ini dapat dilihat dari berkurangnya minat pihak swasta, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri untuk melakukan penanaman modal di tanah air. Bahkan jumlah penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri mengalami penurunan dari waktu kewaktu, penurunan ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang secara ekonomi tidak menguntungkan bagi para pelaku usaha atau yang disebut investor untuk melakukakan penanaman modal.

Implikasi ekonomis dari prosedur yang panjang dan berbelit-belit adalah semakin panjang jalur birokrasi atau prosedur yang harus dilalui, semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan.2

Usaha pemerintah untuk mendorong para investor, tidak hanya menyediakan informasi yang telah terindikasi, tetapi juga memerlukan suatu informasi yang lebih komprehensif yang mendukung perkembangan potensi daerah seperti tersedianya sarana dan prasarana jalan, telepon, air minum, pasar,

Berkaitan dengan menurunnya jumlah penanaman modal tersebut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal. Guna untuk mempermudah prosedur dalam penanaman modal di tanah air, serta dapat memberikan harapan pada investor yang akan menanamkan modal baik itu Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

2

Andrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 49.

lahan, sistem transportasi, tenaga kerja, upah buruh, lembaga keuangan, kondisi sosial budaya, sistem perizinan, dan sebagainya. Calon investor dapat melakukan kalkulasi sejauh mana keuntungan komperatif dan kompetitif yang akan diperoleh seandainya calon investor menanam modal pada jenis bisnis tertentu. Potensi investasi ini menggambarkan secara umum keadaan potensi yang ada dan peluang investasi di wilayah Indonesia, baik yang diusahakan pemerintah maupun yang diusahakan oleh swasta atau perorangan, baik berupa Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Untuk tercapainya iklim investasi yang dinamis sangat ditentukan beberapa faktor, seperti keamanan, stabilitas politik, infrastruktur yang memadai, dan yang sangat penting adalah regulasi dan insentif yang dapat diberikan pemerintah untuk mendukung investasi dan yang sangat penting adalah tersedianya sarana dan fasilitas yang dapat diberikan oleh Pemerintah maupun kemudahan administrasi (perizinan).

Salah satu bagian dari proses penyelenggaraan penanaman modal, yaitu perizinan penyelenggaraan penanaman modal yakni Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang di sentralisasikan kepada pemerintah pusat. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakuakan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.3

3 Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 5 Tahun 2013 tentang

“Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal” Pasal 1 angka 6.

Sejak tanggal 12 april 2004 persetujuan dan perizinan penanaman modal disentralisasikan kepada pemerintah pusat dengan ditetapkan keputusan presiden No. 29 Tahun 2004tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap. Padahal sebelumnya perizinan penanaman modal telah dilimpahkan kepada daerah-daerah dengan diberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah junto Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Bahkan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Keputusan Presiden No. 117 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua

Atas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Penanaman Modal, telah diserahkan kepada daerah, dimana untuk melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut, Gubernur Kepala Daerah Propinsi dapat menugaskan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD).

Dalam hal menanamkan modal di Indonesia baik itu penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, perizinan penyelenggaraan penanaman modal sangatlah penting dalam proses penanaman modal, maka dalam hal itu penanaman modal di tanah air ini tidak terlepas dari izin dalam proses penyelenggarakan penanaman modal. Pada kenyataannya hukum administrasi negara sangatlah berperan penting dalam hal perizinan penanaman modal, sebab tanpa adanya suatu izin yang diberikan oleh pemerintah yang berwenang, maka investor tidaklah dapat melakukan penanaman modal atau yang biasa disebut “investasi” karena hal tersebutlah peran dari hukum administrasi negara yakni sektor perizinan sangatlah penting dalam suatu perusahaan atau pihak-pihak swasta yang ingin menanamkan modalnya baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing.

Dalam perspektif hukum penyelenggaraan perizinan berbasis pada teori negara hukum modern (negara hukum demokratis) yang merupakan perpaduan atau kolaborasi antara konsep negara hukum (rechtsstaat) dan konsep negara kesejahteraan (welfare state). Negara hukum secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai acuan sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan/aparatur negara atau pemerintahan (supremasi hukum). Hukum administrasi negara mengatur tentang perizinan sebagai acuan dalam penyelenggaraan penanaman modal di Indonesia.

Dalam Pasal 30 angka (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang selanjutnya disebut dengan UUPM, dinyatakan “Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraaan penanaman modal yang

menjadi urusan pemerintah”.4 Di samping itu penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi,5 dan penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota.6

Melihat kenyataan tersebut tentu saja diperlukan adanya perubahan paradigma pelayanan khususnya pelayanan perizinan investigasi, agar terciptanya prosedur perizinan penanaman modal yang dapat dikategorikan murah, cepat, dan jelas sesuai dengan standar pelayanan publik yang telah ditetapkan. Dengan kata Dalam kaitan dengan pelayanan perizinan investasi sekarang ini telah dikembangkan suatu sistem pelayanan yang tujuan utamanya diarahkan pada terciptanya kemudahan pelayanan perizinan investasi baik asing maupun dalam negeri, dengan tidak mengurangi syarat-syarat yang harus dipenuhi dengan menerapkan konsep one roof service system. Sebelumnya, konsep pelayanan perizinan investasi yang di usung adalah one stop service system dengan bertumpu kepada one door service system. Namun, konsep pelayanan perizinan tersebut tidak banyak membawa perubahan pada level bawah, di mana investor masih merasakan prosedur yang berbelit-belit seperti persyaratan, waktu, dan biaya yang harus dikeluarkan oleh investor tidak dapat diukur atau dipastikan.

Namun dengan Keputusan Presiden No. 29 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap, pemerintah kembali memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan dan perizinan penanaman modal, sehingga menimbulkan perdebatan apakah kewenangan tersebut ada pada pemerintah pusat atau sebaliknya dilimpahkan kepada daerah. Maka perlu adanya kejelasan tentang kewenagan persetujuan dan perizinan penanaman modal demi menciptakan hukum yang lebih adil, bermanfaat dan memberikan kepastian hukum.

4 Pasal 30 angka (2) UUPM 5 Pasal 30 angka (5) UUPM 6 Pasal 30 angka (6) UUPM

lain, pelayanan perizinan khususnya pelayanan perizinan penanaman modal di daerah haruslah sesuai dengan prosedur, syarat, dan ketentuan yang diadakan untuk itu agar tercipta persepsi yang sama dalam pemberian pelayanan baik pada dasar hukum pemberian pelayanan, jenis, persyaratan, biaya yang harus dikeluarkan, dan lamanya pelayanan diberikan.

Dengan adanya standarisasi pelayanan publik dalam pemberian pelayanan perizinan penanaman modal tentu saja akan diperoleh sistem pelayanan yang baku dan berkepastian, sehingga para penanam modal yang biasa disebut investor baik asing maupun dalam negeri dapat mengukur tingkat aksesibilitas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggaraan penanaman modal. Di sinilah diperlukan peranan dan fungsi kelembagaan pelayanan perizinan khususnya komitmen penyelenggara investasi di daerah dalam hal ini guna mengatur dan menentukan suatu standarisasi izin penanaman modal, agar diperoleh kepastian hukum dalam pemberian izin penanaman modal di daerah, sehingga pihak investor baik asing maupun dalam negeri dapat mengaplikasikan modalnya dengan lancar dan terukur. Pedoman umum prosedur izin penanaman modal, tentu saja akan membawa implikasi pada aplikasi penanaman modal yang umumnya dikeluhkan oleh para investor dengan teciptanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy).

Persoalan lain yang dihadapi adalah, walaupun telah terdapat instrumen hukum, akan tetapi instrumen hukum tersebut memiliki kerancuan terutama sumber legitimasi wewenang antara pemerintah dengan pemerintah daerah di bidang yang berkaitan dengan penanaman modal. Selain itu pemikitan pemerintah daerah terhadap otonomi daerah masih lebih banyak dilihat dari aspek adanya wewenang pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya, tanpa membedakan antara wewenang mengatur dan mengurus.

Padahal antara kedua konsep diatas memiliki pengertian yang berbeda. Mengatur berarti menciptakan norma hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak, sementara mengurus berarti menciptakan norma hukum yang berlaku individual dan bersifat konkret, dengan kata lain dari wewenang mengatur

melahirkan produk hukum yang bersifat mengatur dan wewenang mengurus melahirkan produk hukum yang bersifat keputusan/ketetapan.7

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, penulis membahas tentang perizinan dalam hal penyelenggaraan penanaman modal dimana untuk itu lahirlah ide dengan judul “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Penanaman Modal Berdasarkan Undang – Undang No. 25 Tahun 2007”.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka ditetapkan perumusan masalah sebagai berikut, yaitu :

1. Bagaimana Pelaksanaan Perizinan Yang Diselenggarakan Pemerintah? 2. Bagaimana Pelayanan Pengurusan Izin Penanaman Modal?

3. Bagaimana Prosedur Perolehan Izin Penanaman Modal Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Perizinan Yang Diselenggarakan Pemerintah

2. Untuk mengetahui Bagaimana Pelayanan Pengurusan Izin Penanaman Modal

3. Untuk mengetahui Prosedur Perolehan Izin Penanaman Modal Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

b. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

7 Murtir Jeddawi, Memacu Investasi Di Era Otonomi Daerah, (Yogyakarta : UII Press,

1. Manfaat Teoritis :

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikann kontribusi pemikiran bagi peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta manfaat secara teoritis berupa pengetahuan dalam bidang Ilmu Hukum khususnya bidang Hukum Administrasi Negara, terutama berkaitan dengan izin penanaman modal di Indonesia. 2. Manfaat Praktis :

Hasil penelitian diharapkan dapan memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya pihak yang sering terlibat dalam kegiatan izin penanaman modal baik birokrasi pemerintah, investor, maupun pihak-pihak lain yang berhubungan dengan kegiatan izinpenanaman modal agar kiranya memudahkan pemahaman dalam proses izin penanaman modal dan perkembangannya di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitiandengan judul skripsi ini adalah “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Izin Penanaman Modal Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Jadi judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama diperpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara , atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan skripsi Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sehingga tulisan ini asli karena sesuai dengan asas- asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Untuk memberikan pengertian yang sesuai dengan yang diharapkan terlebih dahulu penulis akan mencoba mengarahkan penelitian ini ada beberapa landasan konsepsional yang dipergunakan yang di telaah dari aspek Hukum Administrasi Negara, diantaranya adalah:

a. Tinjauan

Kata tinjauan berasal dari kata tinjau berarti melihat, menjenguk, memeriksa, dan meneliti untuk kemudian menarik kesimpulan. Tinjauan adalah hasil meninjau pandangan, pendapat tentang suatu hal sesudah menyelidiki atau dipelajari (Hasan Almi, 2005 : 1198). Yang secara garis besarnya tinjauan merupakan pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan.

b. Izin Penanaman Modal

Tidaklah mudah memberikan definisi apa yang dimaksud degan izin demikian menurut Sjachran Basah8

Dalam mengendalikan setiap kegiatan atau perilaku individu atau kolektivitas yang sifatnya preventif adalah melalui izin, yang memiliki kesamaan seperti dispensasi, izin, dan konsesi.

. Hal ini disebabkan karena antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap objek yang didefinisikannya. Sukar ditemukan sejumlah definisi yang beragam.

9

8 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Saru Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada

penataran Hukum Administrasi Negara dan Lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1995, hlm. 1-2.

Dispensasi adalah

9E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya, Pustaka Tinta

keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaaan suatu peraturan yang menolak perbuatan itu. Izin adalah suatu keputusan administrasi negara yang memperkenankan suatu perbuatan yang pada umumnya dilarang, tetapi diperkenankan dan bersifat kongkrit. Konsesi adalah suatu perbuatan yang penting bagi umum, tetapi pihak swasta dapat turut serta pemerintah ikut campur. Terlepas dari pembidangan tindakan administrasi negara yang melakukan pengecualian itu, kali ini akan difokuskan pada pembahasan tentang izin.

Izin di sini dimaksudkan sebagai hal yang bisa memberikan kontribusi positif terhadap ektivitas ekonomi terutama dalam upaya menggali Pendapatan Hasil Daerah (PAD) dan mendorong laju Investasi. Suatu izin yang diberikan pemerintah memiliki maksud untuk menciptakan kondisi yang aman dan tertib agar setiap kegiatan diperuntukannya. Di sisi lain tujuan dari perizinan bagi pemerintah seingkali dihubungkan dengan PAD, karena pendapatan merupakan hal yang penting dalam kerangka mewujudkan otonomi daerah. Tanpa pendapatan yang memadai, mustahhil otonomi daerah itu bisa terwujud.10

Dalam hal ini Sjacran Basah, memberikan pengertian tentang izin, dia menyatakan izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan hukum dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.11

Dokumen terkait