• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERIZINAN USAHA a. Pengertian Perizinan Usaha

Dalam dokumen 12. Makalah Distribusi Dan Perizinan FINAL (Halaman 36-55)

Sebuah kegiatan usaha dimulai terlebih dahulu perusahaan yang bersangkutan harus mengurus izin usaha. Maksud memiliki izin usaha tersebut untuk mewujudkan pembinaan, pengarahan, dan pengawasan dalam kegiatan usaha juga akan tercapai tertib usaha, kelancaran usaha, dan pemerataan kesempatan usaha.

Perizinan usaha di indonesia di berlakukan dengan adanya inpres No. 5 tahun 1984 tentang penyederhanaan dan pengendalian perizinan di bidang usaha, kemudian pada

33

tanggal 19 desember 1984 juga di terbitkan SK Menteri Perdagangan no 1458/KP/XII/1984 dan inpres No. 4 tahun 1985 yang juga mengatur tentang perizinan di bidang usaha.

b. Jenis-Jenis Perizinan Usaha

a. Izin Prinsip, yaitu perizinan yang diberikan kepada perusahaan industri oleh pemerintah daerah yang berkaitan dengan operasi produksi dari perusahaan.

b. Izin Hak Guna dan Hak Pakai, yaitu izin yang dikeluarkan sebagai bukti bahwa perusahaan tersebut memiliki hak untuk menggunakan dan memakai lahan tempat perusahaan berdiri untuk kegiatan usaha dan produksi.

c. Izin Mendirikan Bangunan, yaitu izin yang diberikan kepada perusahaan untuk mendirikan bangunan atau merenovasi dan merubah bentuk bangunan di lahan yang dimiliki.

d. Surat Izin Tempat Usaha (SITU), surat izin yang diberikan kepada perusahaan yang berkaitan dengan faktor lingkungan terutama ditimbulkan oleh perusahaan tersebut terhadap lingkungan disekitarnya.

e. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), yaitu surat izin yang diberikan kepada perusahaan yang berkaitan dengan faktor lingkungan terutama berkaitan dengan gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh perusahaan tersebut terhadap lingkungan disekitarnya.

f. Nomor Register Perusahaan (NRP) atau Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan, maka perusahaan diwajibkan mendaftarkan ke kantor pendaftaran perusahaan, yaitu di Kantor Departemen Perdagangan setempat. NRP (Nomor Register Perusahaan) disebut juga TDP. NRP/TDP wajib dipasang di tempat yang mudah dilihat oleh umum. Nomor NRP/TDP wajib dicantumkan pada papan nama perusahaan dan dokumen-dokumen yang dipergunakan dalam kegiatan usaha.

g. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Analisis mengenai dampak lingkungan adalah suatu hasil studi yang dilakukan dengan pendekatan ilmiah, dipandang dari beberapa sudut pandang ilmu pengetahuan, yang merupakan dampak penting usaha atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dalam satu-kesatuan hamparan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi yang bertanggung jawab.

34 c. Ketentuan Permohonan Surat Izin Usaha

i. Surat Izin Tempat Usaha (SITU) Persyaratan Pengurusan SITU

 Salinan akta pendirian badan usaha yang sudah dilegalisasi oleh pengadilan negeri.

 Salinan para pengurus atau pendiri badan usaha.  Salinan IMB bangunan yang ditempati untuk berusaha.

 Surat keterangan sewa/kontrak rumah atau bangunan jika bangunan bukan milik sendiri atau sewa dari pihak lain.

 Salinan bukti kepemilikan tanah dan bangunan yang akan digunakan sebagai tempat usaha (sertifikat, letter C, atau surat keterangan dari desa).

 Mengurus Surat-Surat Perizinan

 Denah atau peta tempat usaha yang disahkan atau diketahui pejabat kelurahan atau kecamatan.

ii. Prosedur Perizinan SITU

 Mengajukan permohonan izin tempat usaha kepada camat atau bupati dengan melampirkan semua persyaratan administratif yang diperlukan.

 Apabila di kecamatan atau kabupaten terdapat Kantor Pelayanan Perizinan Satu Atap, surat permohonan bisa ditujukan kepada camat atau bupati melalui Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Satu Atap.

 Selanjutnya petugas dari pemerintah akan memeriksa tempat usaha kita untuk mencocokkan semua data dengan kondisi yang ada di lapangan. Jika ada ketidakcocokan atau kurang sesuai, petugas akan memberikan pengarahan.  Apabila semua persyaratan sudah sesuai, selanjutnya pemohon membayar

retribusi kepada pemerintah yang dalam waktu sekitar 14 (empat belas) hari kerja, SITU akan diterbitkan.

iii. Kewajiban Pemilik SITU

 Merealisasikan kegiatan maksimum 1 (satu) bulan terhitung dari tanggal dikeluarkannya izin.

35

 Menjaga kebersihan dan kesehatan Lingkungan serta mencegah terjadinya pencemaran/kerusakan Lingkungan kegiatan usahanya dan segera menanggulangi apabila terjadi pencemaran/kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usahanya.

 Menjaga ketertiban dan kelancaran lalu lintas umum dalam melakukan kegiatan usahanya dan tidak diperbolehkan menggunakan trotoar/tepi jalan umum untuk melakukan kegiatan usahanya.

 Menyediakan obat-obatan (P3K).

 Bersedia diperiksa petugas yang berwenang.

 Melaksanakan perintah dan petunjuk dari instansi berwenang dengan penuh tanggung jawab.

 Tidak dapat menggunakan SITU sebagai jaminan bagi lokasi yang akan digunakan oleh pemerintah.

 Mengajukan surat izin baru maksimum 15 (lima betas) hari sebelum SITU habis masa berlakunya atau hilang.

 Melaporkan kepada bupati maksimum 60 (enam puluh) hari terhitung mulai tanggal usahanya ditutup.

 Melaporkan kepada bupati jika usahanya tidak sesuai dengan izin atau tidak melakukan usahanya sama sekali.

 SITU akan dicabut apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun tidak mengadakan kegiatan usaha.

d. Surat Izin Usaha Perdagangan i. Jenis SIUP

SIUP Kecil yang diterbitkan untuk perusahaan dengan modal disetor dan kekayaan bersih Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan.

SIUP Menengah yang diterbitkan untuk perusahaan dengan modal disetor dan kekayaan bersih Rp. 200 juta sampai dengan Rp. 500 juta di luar tanah dan bangunan.

SIUP Besar yang diterbitkan untuk perusahaan dengan modal disetor dan kekayaan bersih di atas Rp. 500 juta di luar tanah dan bangunan.

36

Berkas-berkas yang harus dilengkapi untuk mengurus pembuatan SIUP tergantung pada jenis atau bentuk usaha yang dijalankan.

a. Perseroan Terbatas (PT)

 Fotokopi akte okumes pendirian perusahaan;

 Fotokopi SK Pengesahan badan okum dari Menteri Kehakiman dan HAM;  Fotokopi KTP pemilik/Direktur Utama/penanggungjawab perusahaan;  Fotokopi NPWP perusahaan.

 Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan(HO);

 Neraca perusahaan. b. Koperasi

 Fotokopi akte pendirian koperasi yang telah disahkan instansi yang berwenang.;

 Fotokopi KTP pimpinan/penanggungjawab koperasi;  Fotokopi NPWP perusahaan.

 Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO);

 Neraca perusahaan. c. Perusahaan Persekutuan

 Fotokopi akte otaries pendirian perusahaan/akte otaries yang telah didaftarkan pada Pengadilan Negeri;

 Fotokopi KTP pemilik/penanggungjawab perusahaan;  Fotokopi NPWP perusahaan;

 Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO);

 Neraca perusahaan. d. Perusahaan Perorangan

 Fotokopi KTP pemilik/penanggungjawab perusahaan;  Fotokopi NPWP perusahaan;

37

 Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO);

 Neraca perusahaan.

e. Cabang/Perwakilan Perusahaan

 Fotokopi SIUP Perusahaan Pusat yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang menerbitkan SIUP tersebut;

 Fotokopi akte notaris atau bukti lainnya tentang pembukaan kantor cabang perusahaan;

 Fotokopi KTP penanggungjawab kantor cabang perusahaan di tempat kedudukan kantor cabang bersangkutan;

 Fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (kantor pusat);.

 Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dari Pemda setempat bagi kegiatan usaha perdagangan yang dipersyaratkan SITU berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO).

f. Perusahaan yang dibebaskan dari kewajiban memperoleh SIUP

 Cabang/perwakilan perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan usaha perdagangan

mempergunakan SIUP perusahaan pusat;

 Perusahaan kecil perorangan yang memenuhi ketentuan sebagai berikut : o tidak berbentuk badan hukum atau persekutuan; dan

o diurus, dijalankan atau dikelola sendiri oleh pemiliknya atau dengan mempekerjakan anggota keluarganya/kerabat terdekat;

 Pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang pinggir jalan atau pedagang kaki lima.

iii. Prosedur Pembuatan SIUP

 Pemilik perusahaan atau melalui kuasa yang sudah dikuasakan dapat mengurus langsung ke kantor dinas perdagangan setempat atau kepala kantor pelayanan perizinan selaku pejabat penerbit SIUP di wilayah kerjanya.

 Kemudian mengambil formulir pendaftaran atau surat permohonan yang sudah disediakan oleh kantor dinas perdagangan yang dilengkapi dengan syarat-syarat

38

yang sudah ditentukan. Surat permohonan tersebut harus di tandatangani diatas meterai cukup pemilik/direktur utama/penanggung jawab perusahaan.

 Pihak ketiga yang mengurus untuk mendapatkan SIUP, wajib melampirkan surat kuasa yang bermeterai cukup dan ditandatangani oleh pemilik/direktur utama/penanggungjawab perusahaan.

 Membayar sesuai dengan peraturan daerah masing-masing. e. Izin Prinsip

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Pemerintaha Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, IP dibutuhkan dalam rangka mendirikan perusahaan baru atau dalam rangka memulai usaha baik sebagai penanaman modal asing (PMA) atau penanaman modal dalam negeri (PMDN) atau dalam rangka perpindahan lokasi proyek PMA atau PMDN.

Tergantung kepada natur dan besarnya nilai investasi, IP ini dapat diajukan kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Bidang Penanaman Modal seperti Badan Kordinasi Penanaman Modal atau juga Badan Perizinan Terpadu yang ada di tingkat Kabupaten/Kota atau Provinsi.

Bila pemegang saham perusahaan Anda adalah warga negara asing dan sebagian lagi orang warga Negara Indonesia, maka pengurusan IP dilakukan oleh Badan Kordinasi Penanaman Modal.

1. Pengurusan Izin

Bila Perusahaan belum terbentuk, dokumen atau data-data berikut dibutuhkan untuk pengurusan IP:

 Formulir IP, yang dilengkapi dan ditandatangani oleh seluruh calon pemegang saham dari perusahaan PMA

Nama-Nama Calon Pemegang Saham

 Kartu Tanda Penduruk (bagi WNI) atau Kartu Tanda Pengenal yang sah (bagi Warga Negara Asing) seperti Paspor

NPWP (bagi warga WNI)

 Production Flow Chart dilengkapi dengan penjelasan detail mulai dari bahan baku sampai menjadi produk akhir (bagi industri) atau uraian

39

kegiatan dan penjelasan produk jasa yang dihasilkan (bagi sektor jasa)

Rekomendasi dari instansi pemerintah terkait apababila dipersyaratkan Nama perusahaan yang akan dibentuk

Bidang Usaha Perusahaan yang akan dibentuk Lokasi Proyek (Proyeksi)

Data-Data Estimasi Produksi dan Pemasaran Luas Tanah yang dibutuhkan

Jumlah Tenaga Kerja Rencana Nilai Investasi Rencana Permodalan

Surat Pernyataan bahwa data-data yang disajikan adalah benar

Bila badan resmi sudah terbentuk seperti Perusahaan (PT), berikut adalah data-data yang dibutuhkan:

 Formulir IP, yang dilengkapi dan ditandatangani oleh seluruh calon pemegang saham dari perusahaan PMA

 Nama Pimpinan Tertinggi Perusahaan  Nama Perusahaan

 Copy Akta Pendirian

 Copy Surat Keterangan Domisili Usaha  Copy NPWP

 Copy Surat Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM  Copy SIUP

 Copy TDP  Bidang Usaha

 Lokasi Proyek (Proyeksi)

 Data-Data Estimasi Produksi dan Pemasaran  Luas Tanah yang dibutuhkan

 Jumlah Tenaga Kerja  Rencana Nilai Investasi  Rencana Permodalan

40

Durasi waktu untuk pengurusan izin: 6 hari (BKPM) atau 14 hari (Badan Perizinan Terpadu di tingkat Kabupaten/Kota atau Provinsi) (efektif hari kerja).

f. Hak Guna Usaha 1. Subjek HGU

Suatu hak hanya dimungkinkan diperoleh apabila orang atau badan yang akan memiliki hak tersebut cakap secara hukum untuk menghaki objek yang menjadi haknya. Pengertian yang termasuk pada hak meliputi, hak dalam arti sempit yang dikorelasikan dengan kewajiban, kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas.

Adapun subjek yang dapat memegang Hak Guna Usaha telah diatur dalam pasal 30 UUPA yang menjelaskan subjek hukum yang dapat menjadi pemegang hak atas tanah, yaitu :

a. Warga Negara Indonesia

Sebagai subjek hukum, warga negara Indonesia memiliki otoritas untuk melakukan kewajiban dan mendapatkan haknya. Dengan kata lain, warga negara Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu, misalnya mengadakan suatu perjanjian, mengadakan perkawinan, membuat surat wasiat, dan lain sebagainya termasuk mengadakan suatu perbuatan hukum yang menyangkut dengan tanah dan hak-hak atas tanah.[5]

Pada prinsipnya setiap orang adalah subjek hukum (natuurljik persoon). Dikaitkan dengan kemampuan menjunjung hak dan kewajiban, orang akan menjadi subjek hukum apabila perorangan tersebut mampu mendukung hak dan kewajibannya. Dalam pengertian ini, maka orang-orang yang belum dewasa, orang yang dibawah perwalian dan orang yang dicabut hak-hak keperdataanya tidak dapat digolongkan sebagai subjek hukum dalam konteks kemampuan menjunjung hak dan kewajiban. Intinya, ada ketentuan-ketentuan tertentu yang harus dipenuhi agar seseorang warga negara dapat digolongkan sebagai subjek hukum, yaitu :

1) Telah dewasa (jika telah mencapai usia 21 tahun ke atas)

2) Tidak berada dibawah pengampuan (curatele), dalam hal ini seseorang yang dalam keadaan gila, mabuk, mempunyai sifat boros, dan mereka yang belum dewasa.

41

Badan hukum juga disebut sebagai pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa. Perbedaannya dengan subjek hukum orang perorangan adalah badan hukum itu hanya dapat bergerak bila ia dibantu oleh subjek hukum orang. Artinya, ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum tanpa didukung oleh pihak-pihak lain. Selain itu, badan hukum tidak dapat dikenakan hukuman penjara (kecuali hukuman denda). Untuk dapat menjadi subjek Hak Guna Usaha, badan hukum harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu :

1) didirikan menurut ketentuan hukum Indonesia 2) berkedudukan di indonesia.

Hal ini membawa konsekwensi bahwa setiap badan hukum, selama didirikan menurut ketentuan hukum dan berkedudukan di Indonesia dapat menjadi subjek hak guna usaha. Apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana di atas, maka berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996, maka dalam jangka waktu satu tahun Hak Guna Usaha tersebut wajib dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila tidak dialihkan, Hak Guna Usaha tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah negara.

2. Objek HGU

Objek tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha adalah tanah negara. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, tanah negara adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan belum atau tidak terdapat hak-hak lain di atas tanah tersebut.

Jika tanah yang diberikan Hak Guna Usaha tersebut merupakan tanah negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian Hak Guna Usaha baru dapat dilakukan setelah adanya pencabutan statusnya sebagai kawasan hutan. Demikian juga bila di atas tanah tersebut terdapat hak-hak lain, maka pemberian Hak Guna Usaha baru dapat dilakukan apabila pelepasan hak yang sebelumnya telah selesai. Hal ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.

Selanjutnya, dalam rumusan Pasal 4 ayat (4) disebutkan bahwa apabila di atas tanah yang akan diberikan Hak Guna Usaha tersebut terdapat bangunan dan/atau tanaman milik pihak lain yang keberadaannya sah secara hukum, maka

42

pemegang Hak Guna Usaha dibebankan untuk memberikan ganti kerugian kepada pemilik bangunan/tanaman yang ada di areal itu sebagai penghargaan terhadap hak atas tanah yang dihaki oleh pemegang hak sebelumnya.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang ada di atasnya menyebutkan bahwa ganti rugi yang layak itu disandarkan pada nilai nyata/sebenarnya dari tanah atau benda yang bersangkutan. Ganti kerugian ini ditetapkan oleh Pemerintah atas usul Panitia Penaksir yang terdiri dari pejabat ahli dalam bidangnya.

Dalam penetapan besarnya ganti rugi terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : penetapannya harus didasarkan atas musyawarah antara Panitia dengan parapemegang hak atas tanah dan penetapannya harus memperhatikan harga umum setempat, disamping faktor-faktor lain yang mempengaruhi harga tanah. Selain itu, perlu pula dipertimbangkan adanya faktor-faktor non fisik (immateril) dalam penentuan besarnya ganti rugi. Misalnya, turunnya penghasilan pemegang hak dan ganti kerugian yang disebabkan karena harus melakukan perpindahan tempat/pekerjaan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya yang menyebutkan bahwa musyawarah merupakan salah satu tahapan yang tidak dapat dikesampingkan dalam proses penetapan ganti kerugian, yaitu peran aktif masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah sebelum hak atas tanah tersebut dialihkan kepada pihak lain. Pentingnya jaminan bahwa proses musyawarah berjalan sebagai proses tercapainya kesepakatan secara sukarela dan bebas dari tekanan pihak manapun dan dalam berbagai bentuknya juga sangat diperlukan.Hal ini dikarenakan syarat-syarat untuk tercapainya musyawarah secara sukarela dan bebas tersebut sangat menetukan jalannya proses penetapan ganti kerugian. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

 ketersediaan informasi secara jelas dan menyeluruh tentang hal-hal yang berhubungan langsung dengan parapihak (dampak dan manfaat, besarnya ganti kerugian, rencana relokasi bila diperlukan, rencana pemulihan pendapatan dan lain sebaginya),

 suasana yang kondusif  keterwakilan parapihak

43

 jaminan bahwa tidak adanya tipuan, pemaksaan, atau kekerasan dalam proses musyawarah.[10]

Walaupun secara prosedural musyawarah telah memenuhi syarat-syarat di atas, namun apabila keputusan yang dihasilkan dilandasi adanya tekanan, maka tidaklah dapat dikatakan telah dicapai kesepakatan karena tekanan itu merupakan wujud dari pemaksaan kehendak dari satu pihak untuk menekan pihak lain agar mengikuti kehendaknya. Dengan kata lain, kesepakatan itu terjadi dalam keadaan terpaksa. Disamping itu, keterlibatan orang/pihak di luar kepanitaan yang tidak jelas/fungsi dan tanggungjawabnya akan semakin mengaburkan arti musyawarah tersebut.

Bila dikarenakan ada sebab-sebab tertentu yang terjadi sehingga proses musywarah tidak dapat berlangsung sebagaimana diharapkan, maka upaya parapemegang hak atas tanah tersebut sebelum dialihkan kepada pemegang hak atas tanah yang baru dapat melakukan beberapa upaya penyelesaian sengketa,baik melalui jalur litigasi maupun non litigasi.

Dalam rangka pemberian Hak Guna Usaha, tidak semua tanah dapat menajdi objek Hak Guna Usaha. Adapun tanah-tanah yang dikecualikan sebagai objek Hak Guna Usaha tersebut adalah[11]:

 tanah yang sudah merupakan perkampungan rakyat,  tanah yang sudah diusahakan oleh rakyat secara menetap,  tanah yang diperlukan oleh pemerintah.

Dalam konteks luas tanah yang dapat diberikan status Hak Guna Usaha, Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 menyebutkan bahwa luas minimum tanah yang dapat diberikan status Hak Guna Usaha adalah lima hektar. Sedangkan luas maksimum dari tanah yang dapat diberikan kepada perorangan adalah dua puluhlima hektar. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3). Untuk luas tanah yang akan diberikan kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang usaha yang bersangkutan dengan mengingat luas tanah yang diperlukan untuk melaksanakan usaha yang paling berdaya guna di bidang usaha yang bersangkutan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996.

44

Jangka waktu pemberian Hak Guna Usaha dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960. Dalam rumusan pasal tersebut disebutkan bahwa:

1. Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.

2. untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.

3. atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.

Berdasarkan rumusan pasal 29 sebagaimana tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu antara 25 tahun hingga 35 tahun, dengan ketentuan bahwa setelah berakhirnya jangka waktu tersebut, Hak Guna Usaha tersebut dapat diperpanjang untuk masa 25 tahun berikutnya.

Ketentuan mengenai jangka waktu dan perpanjangan Hak Guna Usaha dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Pasal 8 menyatakan bahwa:

1. Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh lima tahun

2. sesudah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama.

Berdasarkan rumusan pasal 8 tersebut, diketahui bahwa Hak guna Usaha dapat diberikan untuk jangka waktu maksimum (selama-lamanya) enam puluh tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. tanah tersebut masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996.

2. syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak

45

Dengan demikian, setelah berakhirnya jangka waktu 35 tahun dengan perpanjangan selama 25 tahun (seluruhnya berjumlah 60 tahun), Hak Guna Usaha hapus demi hukum. Hapusnya Hak Guna Usaha ini bukan berarti tidak dapat diperbaharui. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha yang telah berkahir jangka waktunya atau hapus dapat diperpanjang kembali. 4. Hapusnya HGU

Hapusnya Hak Guna Usaha secara jelas telah diatur di dalam pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menjelaskan sebagai berikut :

a. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak atau perpanjangannya,

b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena :

1) pemegang hak tidak melakukan kewajiban-kewajibannya, yaitu : a) tidak membayar uang pemasukan kepada negara;

b) tidak melaksanakan usaha dibidang pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau peternakan sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputuan pemberian haknya;

c) tidak mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;

d) tidak membangun dan/atau menjaga prasarana lingkungan dan fasilitas tanah yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha;

Dalam dokumen 12. Makalah Distribusi Dan Perizinan FINAL (Halaman 36-55)

Dokumen terkait