• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : KEDUDUKAN KREDITUR (BANK) DALAM

D. Perjanjian fidusia dalam perbankan

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.151Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.152Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.153

146 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 83-84.

147

Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Pasal 27 ayat (1).

148 Ibid, Pasal 27 ayat (2).

149 Ibid, Pasal 27 ayat (3).

150 Ibid, Pasal 28.

151

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 1.

152

Ibid, Pasal 2.

153 Ibid, Pasal 3.

Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan

60

ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.154 Menurut jenisnya, bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.155

Usaha perbankan pada dasarnya merupakan suatu usaha simpan pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya apakah perseorangan ataukah badan hukum (rechs person). Jika melihat definisi bank seperti yang dimaksud dalam Undang-undang perbankan di atas maka akan muncul kesan bahwa bank tersebut berbentuk usaha perseorangan (jika tidak melihat persyaratan lebih lanjut tentang pendirian bank.156Sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan kondisi ekonomi. Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk dapat menguntungkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisis 5C157

1. Character (Watak, kepribadian)

, mengenai formula 5 C dapat diuraikan sebagai berikut:

Watak atau (character) adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak dapat berupa baik dan jelek bahkan ada yang terletak diantara baik dan jelek. Watak merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui resiko.158Karakter lebih banyak menyangkut tanggungjawab moral calon debitur dalam upaya untuk membayar kembali jumlah pokok pinjamannya.159

154

Ibid, Pasal 4.

155 Ibid, Pasal 5.

156 Budi Untung, Op.Cit, hal. 13.

157 Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013), hal. 173.

158

Sutarno, Op.Cit, hal. 93.

159 RuddyTri Santoso, Op.Cit, hal. 17.

61

Penilaian karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas dan kemauan dari calon nasabah debitor untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya.160Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik latar belakang pekerjaan, maupun bersifat pribadi.161Tidak berlaku bahwa semua orang yang punya kemampuan membayar, juga punya itikad baik untuk mengembalikan seluruh utangnya.162

2. Capacity (kemampuan)

Capacity atau kapasitas berhubungan langsung dengan karakter nasabah berkaitan dengan kemampuan nasabah untuk melunasi utangnya, ataupun untuk mencicil angsuran kreditnya.163seorang debitur yang mempunyai karakter atau watak baik selalu akan memikirkan mengenai pembayaran kembali hutangnya sesuai waktu yang ditentukan. Untuk dapat memenuhi kewajiban pembayaran debitur harus dimiliki kemampuan yang memadai yang berasal dari pendapatan pribadi jika debitur perorangan atau pendapatan perusahaan bila debitur berbentuk badan usaha.164

160 Hermansyah, Op.Cit, hal. 64.

161 Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Op.Cit, hal. 173.

162 Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, (Bandung : Kaifa, 2011), hal. 19.

163

RuddyTri Santoso, Op.Cit, hal. 18.

164 Sutarno, Op.Cit, hal. 93.

Capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah debitor untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia

62

mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.165

3. Capital (Modal)

Capital atau modal menyangkut kondisi keuangan nasabah secara riil dan tidak terlepas hanya kepada net worth equity. Di dalam hal ini modal adalah kemampuan dari nasabah secara nyata dan memiliki unit pengukur (yaitu uang) serta berujud.166seorang atau badan usaha yang akan menjalankan atau bisnis sangat memerlukan modal untuk memperlancar kegiatan usahanya.167 Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit.168

4. Collateral (Jaminan,agunan)

Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik.169 Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan jalan menjual dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjamin jaminan itu.170Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitur dikemudian hari.171

165 Hermansyah, Op.Cit, hal. 64.

166

RuddyTri Santoso, Op.Cit, hal. 18.

167 Sutarno, Op.Cit, hal. 93.

168 Hermansyah, Op.Cit, hal. 65.

169 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 98.

170

Sutarno, Op.Cit, hal. 94.

171 Hermansyah, Op.Cit, hal. 65.

63

diteliti keabsahaannya, sehingga tidak terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.172

5. Condition of economy (kondisi ekonomi)

Dalam menilai kredit seharunya dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan di masa yang akan datang sektor masing-masing serta prospek usaha dari sektor yang ia jalankan.173Apakah kondisi ekonomi pada kurun waktu kredit dapat mempengaruhi usaha dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya. Kondisi ekonomi Negara yang buruk pasti mempengaruhi usaha pemohon kredit dan pendapatan perorangan yang akibatnya berdampak pada kemampuan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.174Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.175

Jaminan pemberian kredit, dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan, merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.

Berdasarkan lima faktor penilaian di atas yang dilakukan bank, maka faktor terpenting yang berfungsi sebagai pengaman yuridis dari kredit yang disalurkan adalah jaminan kredit.

176

Secara umum jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menangung pembayaran kembali suatu utang.177

172

Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Op.Cit, hal. 173.

173 Kasmir, Op.Cit, hal. 96.

174 Sutarno, Op.Cit, hal. 94.

175 Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Op.Cit, hal 174.

176

RuddyTri Santoso, Op.Cit, hal. 50.

177

Thomas Suyatno, H.A. Chalik, Made Sukada, C. Tinon Yunianti Ananda dan Djuhaepah T. Marala, Op.Cit, hal. 88.

64

Keberadaan jaminan kredit (collateral) merupakan persyaratan guna memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Pada prinsipnya suatu penyaluran kredit tidak selalu harus dengan jaminan kredit, sebab jenis usaha dan peluang bisnis yang dimiliki debitur pada dasarnya sudah merupakan jaminan atas prospek usaha itu sendiri. Hanya saja, jika suatu kredit dilepas tanpa agunan maka kredit itu akan memiliki risiko yang sangat besar karena jika investasi yang dibiayai mengalami kegagalan atau tidak sesuai dengan perhitungan semula. Jika hal ini terjadi maka bank akan dirugikan sebab dana yang disalurkan berpeluang untuk tidak dapat dikembalikan. Itu berarti kredit tersebut macet tanpa ada asset nasabah yang dapat digunakan untuk menutup kredit yang tidak terbayar. Lain halnya jika ada agunan. Bank akan dapat menarik kembali dana yang disalurkannya dengan memanfaatkan jaminan tersebut. Masalah collateral dapat menjadi pelik jika tidak disikapi dengan seksama.178

Jaminan kredit yang diterima bank dari debitur termasuk sebagai salah satu objek yang berkaitan dengan kepentingan bank. Jaminan kredit tersebut harus dapat diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat memenuhi fungsi-fungsinya antara lain dengan memerhatikan aspek hukum yang terkait termasuk aspek hukum jaminan.179

Fidusia sebagai jaminan, diberikan dalam bentuk perjanjian.180

178

Budi Untung, Op.Cit, hal. 57.

179

M. Bahsan, Op.Cit, hal. 70.

180 Oey Hoey Tiong, Op.Cit, hal. 32.

Perjanjian adalah perbuatan hukum yang menimbulkan, berubahnya, hapusnya hak, atau menimbulkan suatu hubungan hukum dan dengan cara demikian, perjanjian menimbulkan akibat hukum yang merupakan tujuan para pihak. Jika suatu

65

perbuatan hukum adalah perjanjian orang-orang yang melakukan tindakan hukum disebut pihak-pihak.181

Perjanjian diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antar dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.

Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

182

Perjanjian merupakan peristiwa hukum dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu dan dilakukan secara tertulis.183

Berdasarkan perkembangan dalam sejarahnya, Fidusia ini berawal dari suatu perjanjian yang hanya didasarkan pada kepercayaan. Namun lama kelamaan dalam prakteknya diperlukan suatu kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pihak. Perjanjian jaminan fidusia merupakan perjanjian yang lahir dan tidak terpisahkan dari perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit. Hal ini memberikan bukti bahwa perjanjian jaminan fidusia tidak mungkin ada tanpa didahului oleh suatu perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok atau perjanjian induknya. Perjanjian fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam UJF berlaku bukan hanya untuk keperluan yang berkaitan dengan perjanjian kredit di lingkungan perbankan, tetapi

181 Herlien Budiono, Ajaran Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, Cetakan Ketiga, (Bandung : Penerbit Citra Aditya Bakti, 2011), hal. 3. 182

Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 2011), hal. 4.

66

juga mencakup perjanjian kredit/pinjaman di lingkungan lembaga pembiayaan lainnya. 184

Adapun isi perjanjian fidusia yang ditetapkan undang-undang fidusia memuat hal-hal sebagai berikut:185

1. Identitas para pihak

Identitas para pihak yang mengadakan perjanjian fidusia harus sama dengan identitas para pihak perjanjian utang piutang, karena orang-orangnya sama persis. Hanya saja istilahnya berbeda. Pada perjanjian utang piutang para pihaknya krediturnya dengan debitur, sedangkan pada perjanjian fidusia penyebutan para pihaknya adalah pemberi dan penerima fidusia.

2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia

Data perjanjian pokok dimasukkan dalam perjanjian fidusia, karena untuk mengetahui landasan hokum pembentukannya karena perjanjian fidusia baru dibentuk setelah ada perjanjian utang piutang.

3. Objek jaminan fidusia

Didalam perjanjian fidusia juga harus dicantumkan tentang barang yang menjadi objek jaminan fidusia. Dalam perjanjian fidusia tidak cukup kalau hanya mencantumkan secara lengkap identitas barang yang menjadi objeknya.

4. Nilai Penjaminan

Nilai penjaminan adalah besarnya nilai yang digunakan untuk pembayaran utang. Barang jaminan yang nilainya lebih besar daripada nilai utang akan

184

Dian Fadilla, “Jaminan Fidusia”, tanggal 10 Mei 2015.

67

lebih mudah untuk menentukan nilai penjaminan, utang nantinya akan dapat terbayar lunas beserta biaya lain, dan sisanya dikembalikan kepada debitur. 5. Nilai barang jaminan fidusia

Nilai barang yang dijaminkan adalah besarnya nilai barang yang sesungguhnya. Perlu ada penaksiran nilai barang jaminan yang dilakukan oleh juru taksir berdasarkan harga pasaran umum agar nilainya objektif. Nilai barang yang dijaminkan perlu dimuat dalam perjanjian fidusia, karena akan dapat dibandingkan nilai dengan nilai penjaminannya.

Pembebanan jaminan fidusia yang didahului dengan janji untuk memberikan jaminan fidusia sebagai pelunasan atas hutang tertentu yang dituangkan dalam akta jaminan fidusia. Akta jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris, hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) UUJF, bahwa; pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Dalam akta jaminan fidusia tersebut selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut.

Perjanjian fidusia merupakan perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.Tetapi untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia.

68

Selain adanya perjanjian kredit perbankan atau pengakuan hutang tersebut, hal-hal yang penting diketahui oleh legal officer dalam hal terjadinya fidusia adalah:186

1. Penjanjian konsensuil, diantara kedua belah pihak (pemberi dan penerima fidusia) mengadakan perjanjian yang isinya bahwa pemberi fidusia/debitur meminjam sejumlah uang dan berjanji ia akan menyerahkan hak miliknya secara fidusia sebagai jaminan kepada kreditur/penerima fidusia.

2. Perjanjian kebendaan, diantara kedua belah pihak (pemberi dan penerima fidusia) mengadakan perjanjian penyerahan benda/barang fidusia secara constitum possessorium. Penyerahan mana dilakukan oleh pemberi fidusia/debitur kepada penerima fidusia/kreditur.

3. Perjanjian pinjam pakai, di antara kedua belah pihak (pemberi dan penerima fidusia) diadakan perjanjian pinjam pakai.

Biasanya dalam memberikan pinjaman utang, kreditur mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitur harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan utangnya.187 Oleh karena itu perjanjian fidusia, seperti halnya dengan perjanjian atau lembaga jaminan lainnya, yaitu bersifat acesoir, maka perjanjian atau hak fidusia dapat hapus disebabkan oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau pengakuan hutang yang mendahuluinya. Kemudian, mengingat ketentuan mengenai seluk beluk fidusia belum/tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka mengenai hapusnya fidusia dapat diatur sendiri oleh para pihak dalam perjanjian fidusia.188

186

Budi Untung, Op.Cit, hal. 97.

187

Oey Hoey Tiong, Op.Cit, hal. 32.

188 Budi Untung, Op.Cit, hal. 99.

69

E. Kedudukan Kreditur (Bank) Penerima Fidusia dalam Hal

Dokumen terkait