• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Pokok Pewartaan Nabi Hosea

3. Perjanjian

Teologi Perjanjian Nabi Hosea, adalah menekankan kualitas perjanjian, yaitu perjanjian dalam kasih dan sifat dapat dipercaya yang kuat. Penekanan perjanjian ini mengingatkan kembali apa yang diucapkan Yahwe, ketika Musa berdiri diatas gunung Sinai dengan dua loh batu ditangannya (Kel 34:6-9). Pengalaman perkawinan yang pahit yang dialami oleh Nabi Hosea, ia mengubah kerangka yang agak berbau hukum dari perjanjian Musa, ke dalam persekutuan perkawinan yang akrab dan penuh kasih. Perjanjian memungkinkan Hosea untuk mengemukakan nilai belas kasih. Disamping itu juga menyajikan cara yang langsung untuk menyingkirkan permohonan maaf, yang menyebut dosa dengan nama yang sopan (sumpah, berbohong, pembunuhan, pencurian dan pelacuran). Nabi Hosea melihat bahwa hal inipun sedang terjadi.

22 A. Bakker, SVD. Ajaran iman Katolik I, Kanisius, Yogyakarta, 1988, 68-69. 23

Dosa-dosa Israel telah membawa kembali Israel ke Mesir (8:13;9:3; 11:5), tidak secara geografis karena mereka tetap tinggal di tanah suci atau dibawa menuju pembuangan di Timur laut, tetapi secara tipologis, Mesir adalah lambang atau tipe dari dosa dan perbudakan. Nabi Hosea mampu melihat nilai masa kini dalam tindakan penyelamatan Allah masa lalu. Hosea tidak dapat menyebut Allah begitu saja dan secara umum sebagai Allah. Paling sedikit ia menggunakan nama suci Yahwe (Kel 3:11-15), sebanyak 45 kali. Jika ia menunjuk kepada Allah sebagai

Elohim atau El, maka ini selalu sebagai “Allah-mu” atau Allah-ku.24

Wawasan teologis Hosea muncul secara kuat dari kepercayaanya bahwa Yahwe sangat mencintai, menyayangi umat Israel dan menyelamatkan mereka sejak Yahwe membimbing dan menuntun umat Israel keluar dari tanah Mesir, hingga saat ini. Perjanjian kasih Allah ini, bukan sekedar mengatur hubungan kasih dengan hukum serta pengerahan dari kedua pihak, tetapi merupakan suatu hubungan personal yang mendalam, penuh perhatian dan tanggungjawab. Hal ini sangat membutuhkan iman dan pengetahuan yang benar akan Allah dari umat Israel. Nabi Hosea menemukan peristiwa-peristiwa kelabu yang dialami oleh umat Israel sebagai bangsa beriman. Nabi Hosea mengingat kembali kejadian-kejadian masa lalu, yang melibatkan hidup umat Israel, sebagai bangsa yang terpilih dan Allah menyatakan

24 B. Dianne, CSA, R. J. Karris, OFM, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama , 629.

kasih-Nya kepada mereka, meskipun ada kegagalan masa lalu yang memalukan bangsa Israel.

Allah mencintai dan mengasihi umat Israel seperti suami atau bapa, yang dapat mendisiplinkan atau menertipkan istri dan anak-anaknya, agar kembali mencintainya. Diumpamakan seperti anak nakal atau anak yang keras kepala, yang tidak taat pada aturan di sekolah perluh diberikan hukuman padanya, namun hukuman itu dijatuhkan dengan rasa kasih, yang dapat membawa anak itu pada sebuah perubahan hidup atau menghantar dia pada pertobatan. Nabi Hosea memintah kepada umat Israel agar memanfaatkan kemungkinan, dalam hal bertobat agar Allah memulai sesuatu yang baru bagi umat Israel.

Dengan berani Nabi Hosea menggambarkan dan melukiskan dengan jelas pengalaman keluarganya yang hancur atau retak. Praktek persetubuhan bakti yang dilakukan di Kenisah Baal Kanaan oleh para imam-imam dengan pelayan bakti Kenisah, untuk memohon kesuburan tanah dan usaha peternakan. Cara hidup seperti ini dibutuhkan sebuah pertobatan hati.25

Tema paling penting dalam Kitab Hosea ini adalah perjanjian. Penekanan pada tema ini ditunjukkan melalui beragam cara. Yang pertama, kesamaan yang sangat dekat antara Kitab Hosea dan perjanjian di Sinai. Kesamaan ini mencakup kesamaan

kosa kata yang dipakai maupun jenis hukuman yang diberitakan. Douglas Stuart mengatakan:

“Understanding the message of the book of Hosea depends upon

understanding the Sinai covenant. The book contains a series of blessings and curses announced for Israel by God through Hosea. Each blessing or curse is based upon a corresponding type in the Mosaic law. Some blessings and curses so specifically parallel the pentateuchal formulations

that they border on “citation,” though citation per se was unknown in

ancient legal procedure; others, more generally, merely allude to the

pentateuchal wordings”.

Sebagai contoh, Stuart menyatakan bahwa berita penghukuman dalam Hosea 4:10-11a sama dengan hukuman kelaparan dan kemandulan dalam Ulangan 28:17- 18; 32:24-28. Yang kedua, penggunaan perkawinan Hosea-Gomer sebagai gambaran ketidaksetiaan bangsa Yehuda. Kaitan antara perkawinan dan perjanjian sudah menjadi konsep yang umum dalam Alkitab (Kej 2:24; Mal 2:14-15). Ketika Allah menggambarkan ketidaksetiaan umat-Nya melalui keretakan perkawinan Hosea- Gomer, hal itu menyiratkan bahwa sebuah perjanjian telah dilanggar. Makna ini menjadi semakin terlihat jelas apabila dikaitkan dengan peringatan bahwa TUHAN tidak akan menganggap bangsa Israel sebagai umat-Nya dan Ia bukan Allah mereka (1:9). Ungkapan ini jelas merujuk pada relasi Allah dengan bangsa Israel dalam konteks perjanjian. Tema lain yang penting adalah nilai penting kesetiaan kepada perjanjian dan pengenalan kepada TUHAN.

Salah satu bagian penting dalam kitab ini adalah 6:4-6, ketika Hosea mengajarkan superioritas pengenalan kepada Allah diatas korban bakaran. Bagian

inipun dikutip Yesus sebanyak 2 kali (Mat 9:13; 12:7). Dari teks ini terlihat bahwa bangsa Israel waktu itu sebenarnya tidak mendahulukan formalitas ibadah kepada TUHAN. Mereka masih mempersembahkan korban (5:6; 8:13). Bagaimanapun, ibadah ini tidak disertai dengan kesetiaan kepada perjanjian maupun pengenalan yang benar terhadap TUHAN. Jika mereka mengenal TUHAN, maka mereka tidak akan menyembah dewa lain (5:4) Menurut Nabi Hosea penyembahan berhala ini terjadi, sebab Israel tidak sungguh-sungguh mengenal, memahami dan melakukan kehendak Allah. Dengan demikian Nabi Hosea dipanggil untuk menghayati hidup yang secara mendalam dijiwai oleh perjanjian, ikatan antara Allah dan umat-Nya.26

Dokumen terkait