• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN BIDANG

Dalam dokumen Manajemen Komunikasi Politik and Marketi (Halaman 147-195)

KAJIAN KOMUNIKASI POLITIK

DI AMERIKA DAN DI KAWASAN EROPA

Pilar Penting Lahirnya Kajian Komunikasi Politik

ebelum berkembang sebagi sebuah disiplin ilmu, ada tiga fase sebagai peletak awal bagi perkembangan disiplin studi komunikasi politik (Rogers, 2004: 4-9). Pertama, kajian mengenai opini publik yang dilakukan oleh Walter Lippmann. Lippmann merupakan anak tunggal dari keluarga Yahudi imigran dari Jerman yang sangat kaya, dimana mereka kemudian pindah dari negara tersebut dan menetap di New York serta kemudian menjadi warga negara Amerika Serikat. Lippman muda menamatkan pendidikannya di Sekolah khusus laki-laki yang dikelola oleh Dr.Julius Sach, sebuah sekolah swasta dan favorit untuk para keluarga Yahudi kaya yang tinggal di New York. Selanjutnya, ia kemudian menjadi mahasiswa sarjana di Harvard University, dimana ia belajar dengan sejumlah tokoh seperti William james, George Santayana dan Graham Wallas, yang kemuidan dikenal sebagai ilmuwan politik dengan pemikiran kiri di Inggris. Setelah lulus dari program sarjana, ia kemudian melanjutkan ke program master di bidang ilmu filsafat di Harvard University. Akan tetapi, beberapa minggu sebelum wisuda, Ia drop out dan kemudian bekerja di sebuah koran sosialis yang ada di Kota Boston.

126 | Nyarwi Ahmad

Selanjutnya Lippman membantu seorang editor dengan liputan investigatif yang sangat terkenal, Lincoln Steffens untuk menulis artikel majalan sevara berseri tentang Wall Street. Tak lama kemudian, ia pun memutuskan untuk tidak lagi bekerja dengan Steffens dan kemudian selama sembilan tahun, ia menjadi editor dari majalah The New Republic, sebuah majalah intelektual yang sangat penting di Amerika Serikat. Kemudian ketika Perang Dunia I pecah, ia menjadi tentara Amerika Serikat—dengan pangkat Kapten—dan ditugaskan di Perances, dan di sini ia menjadi kepala barisan depan penulis leaflet propaganda69. Di tengah situasi perang, propaganda politik menjadi persoalan penting dan sekaligus berbahaya bagi para pimpinan militer, pemimpin politik dan masyarakat sipil. Kendati demikian Lippmann tidak memfokuskan perhatiannya pada propaganda—dimana hal ini justru menjadi fokus kajian dari Laswell. Sebaliknya, ia justru konsep pada opini publik. Menurutnya, perspsilah yang lebih menentukan bagaimana opini publik nantinya terbentuk dibandingkan propaganda itu sendiri70.

Pasca Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1921, Lippmann kemudian ditawari untuk bekerja di the New York Wold, sebuah koran yang beraliran liberal yang sangat terkenal di Kota New York. Di koran ini Lippmann bertugas sebagai penulis editorial. Ia bekerja di koran ini sampai dengan tahun 1931, dan kemudian pindah ke The New York Herald Trubune, sebuah koran yang beraliran konservatif. Di sini ia menulis kolom empat kali selama seminggu, di rubrik “Today

69 Everett M.Rogers. 1994. Lippmann’s Life and Time, dalam Everett M.Rogers. 1994. A History of Communication Study: A Biographical Approach. Oxford: The Free Press. Halaman 234.

70 Pada fase awal perkembangan kajian dan praktek komunikasi politik ini, Lipmann berbeda dengan Laswell. Lippmann cenderung fokus pada khalayak dan komunikator yang membentuk persepsi atas beragam jenis informasi politik—termasuk propaganda politik yang diterimanya. Sebaliknya, Laswell justru fokus pada komunikator politik, materi pesan-pesan politik dan media penyampai pesan-pesan dan informasi politik seperti apa yang bisa mempengaruhi khalayakah—termasuk propaganda, bagaimana ia disajikan, disistematisasikan dan disampaikan kepada aktor politik dan khalayak. Kendati demikian, keduanya memiliki fokus yang sama dalam hal bagaimana rasa ketakutan dan kekhawatiran publik terhadap beragam jenis propaganda yang disampaikan melalui media massa. Sejak tahun 1930an, keduanya kemudian menyebut ranah kajian tersebut sebagai kajian “opini publik dan propaganda”, nama kajian yang kemudian dikenal sebagai kajian komunikasi massa, dan dikembangkan dan diajarkan oleh Lasswell di Universitas Chicago ketika ia menjadi Profesor di universitas tersebut dan mulai mengembangkan ilmu komunikasi.

Manajemen Komunikasi Politik dan Marketing Politik|127

and Tomorrow”. Tulisannya di rubik ini kemudian membuatnya makin terkenal dan pemikirannya mulai dikagumi oleh berbagai kalangan.

Kemudian tahun 1963, Lippmann pindah ke The Washington Post,

hingga ia pensiun menulis kolom di koran ini pada tahun 196771. Pengalaman Lippmann sebagai wartawan dan juga ketika bertugas menjadi tentara Amerika Serikat di Perancis ketika Perang Dunia I tersebut menjadikannya kian tertarik untuk mengkaji opini publik. Ketertarikan Lippmann pada kajian opini publik ini kemudian

melahirkan konsep “The World Outside and the Picture in Our

Heads”(dunia luar dan gambaran di benak kita). Sebuah konsep yang dikemudian hari menjadi cikal bakal dari teori dan proses agenda- setting. Konsep ini ditelorkan oleh Lippmann sebagai respons atas apa yang mayoritas disebut para ilmuwan politik saat itu sebagai “the real- world indicators”(indikator dalam dunia nyata)—yang meng- indikasikan tingkat keseriusan beberapa persoalan yang ada dalam dunia nyata. Ia melihat, indikator ini berbeda dengan apa yang sesungguhnya dipersepsikan oleh khalayaknya—sebagaimana yang ada dibenak khalayak, karena informasi yang ia terima dan juga karena persepsi yang dibentuknya terhadap dunia nyata itu sendiri. Konsep ini kemudian yang dikemudian hari disebut sebagai agenda publik (the public agenda). Konsep yang disampaikan oleh Lippman di atas kemudian mendorong laihnya konsep baru yang disebut dengan agenda-setting, dimana tema-tema yang ada di media merupakan bentuk prioritas isu publik dari proses yang berlangsung interaksi antara media massa, publik dan kebijakan elit.

Pada mulanya riset-riset yang dikembangkan oleh Lippman adalah dengan menggunakan metode analisis isi. Ia bahkan merupakan ilmuwan pertama di bidang ini—sebelum Laswell—yang menggunakan metode analisis isi pada liputan The New York Time atas peristiwa Revolusi Rusia tahun 1917. Lippman bersama koleganya— Merz—melalui riset ini pada tahun 1920 menemukan adanya bias pemberitaan atas gerakan Anti-Bolshevik dalam peristiwa Revolusi Rusia tersebut. Hal ini membuatnya makin skeptis bahwa dengan sumber berita yang seperti ini, adalah tidak mungkin bahwa warga Amerika bisa membuat opini yang benar dan tepat atas isu-isu penting dalam kehidupan publik sehari-hari.

71Rogers. 1994...Loc....cit..halaman 235.

128 | Nyarwi Ahmad

Lippmann memiliki konsen besar terhadap kebebasan berpendapat dan pers dalam proses politik dan demokrasi. Karena dengan kebebasan pers lah, media bisa memungkinkan untuk menyampaikan pemberitaannya secara benar. Meski hal ini juga belum tentu menjamin kualitas kinerja media tersebut dalam menyampaikan kebenaran informasi. Karena ternyata media juga bisa menampilkan informasinya secara bias, dan hal ini berdampak besar bagi pembentukan persepsi publik.

Atas dasar inilah kemudian ia menembangkan riset khusus terkait bagaimana proses pembentukan opini publik. Ia kemudian melakukan risetnya di sebuah pulau terjauh yang menjadi wilayah kekuasaan Inggris. Sebuah pulau yang jauh dari akses informasi media massa, dan seringkali informasi media datang agak terlambat. Di sana ia mengkaji bagaimana masyarakat memahami “dunia luar” dan mempersepsikan dunia tersebut di dalam “benaknya”. Dari riset yang ia lakukan dua tahun kemudian, yaitu tahun 1922, ia menelorkan buku dengan judul Public Opinion. Sebuah karya akademik pertama dengan model riset yang bersifat empirik yang dikemudian hari menjadi inspirasi bagi perkembangan kajian komunikasi politik.

Kontribusi pemikiran Lippmann (1922) tentang konsep dunia luar dan gambaran di benak kita (the World Outside and the Pictures in Our Heads) menjadi cikal bakal berkembangnya teori agenda setting. Lippmann(1922) berpendapat bahwa media massa memiliki peran penting dalam menghubungkan antara beragam peristiwa politik yang terjadi dalam dunia nyata dengan image yang terbentuk dalam benak khalayak terhadap peristiwa tersebut. Empat puluh tahun kemudian, pemikiran Lippmann (1922) ini menginspirasi salah seorang ilmuwan politik di Amerika, Bernad Cohen (1963). Ia kemudian melakukan riset dan dipublikasikannya dengan judul “The Press and Foreign Policy”. Melalui riset yang dikembangkannya, Ia berpendapat bahwa media massa memiliki peran penting tidak hanya untuk memandu apa yang harus dipikirkan oleh publik (what to think),

lebih dari itu media massa bahwa mampu memandu khalayaknya untuk memikirkan apa yang harus dipikirkan tentang sebuah peristiwa (what to think about).

Hampir selama lima puluh tahun sejak Lippman (1922) mempublikasikan karyanya, tepatnya tahun 1966, suatu hari Max

Manajemen Komunikasi Politik dan Marketing Politik|129

McCombs berjalan-jalan di sebuah toko buku yang ada di University of California Los Angeles. Ia kemudian membeli buku karya Bernard

Cohen (1963) yang berjudul “The Press and Foreign Policy”. Ia

mengetahui buku tersebut ketika ia mengikuti seminar Doktoral di Stanford University dan Wilbur Schramm yang hadir dalam seminar tersebut menugaskan para mahasiswa untuk membaca buku tersebut. Lima tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1968, ide Cohen (1963) yang masih berupa ide teoritik ini kemudian menjadi inspirasi bagi Maxwell McCombs dan Donald Shaw untuk meneliti peran media dalam kampanye Pemilu Presiden di Amerika Serikat yang berlagsung di negara bagian North Carolina pada tahun 1968.

Dalam penelitian tersebut, mereka menggunakan analisis isi terhadap liputan pemberitaan yang dilakukan oleh media massa— baik majalah, koran dan televisi berita—utama di negara bagian tersebut terhadap peristiwa kampanye pemilu Presiden. Selain itu, mereka juga melakukan riset terhadap apa yang menjadi agenda publik melalui metode penelitian survei. Dalam penelitian tersebut, mereka menemukan bahwa agenda media memiliki korelasi dengan agenda publik, khususnya terkait kebijakan luar negeri, hukum dan perundang-undangan dan juga kebijakan fiskal. Mereka kemudian memformulasikan teori agenda setting. Hasil penelitian mereka ini kemudian dipublikasikan pada tahun 1972. Sejak saat ini, hasil penelitian mereka ini mkemudian makin berpengaruh secara luas tidak hanya menjadi bahan perdebatan di kalangan ilmuwan komunikasi, akan tetapi juga di kalangan ilmuwan politik, sosiologi dan disiplin ilmu sosial lainnya. Riset-riset agenda setting ini pada pertengahan tahun 1992 bahkan mampu menghasilkan 233 publikasi dan merupakan salah satu topik yang paling pupuler dalam kajian komunikasi massa(Rogers, 1994:237-238).

Sepanjang usianya selama delapan puluh enam tahun (1889- 1974), Lippmann merupakan salah seorang yang sangat berpengaruh dalam mempengaruhi intrepretasi publik terhadap berita politik melalui kolom-kolom dan editorial yang di tulisnya di majalah dan surat kabar. Di kolom “Today and Tomorrow” Lippmann menyajikan tulisan kolomnya selama tiga publuh enam tahun. Di sini Lippmann diakui sebagai sosok jurnalis politik yang berpengaruh di Amerika Serikat pada awal abad 20. Dia merupakan salah satu tokoh analis

130 | Nyarwi Ahmad

penting yang mampu menyajikan kajian yang menarik mengenai proses propaganda, opini publik dan agenda setting.

Tidak hanya itu, Lippmann juga tercatat pernah membantu para politisi papan atas Amerika, seperti peran penting dia dalam membantu Presiden Woodrow Wilson dalam penyusunan naskah untuk kebijakan perdamaian Pasca Perang Dunia I. Selain itu, Lippmann juga tercatat sebagai penasehat untuk sebelas presiden yang pernah berkuasa di Amerika Serikat sejak era Teddy Roosevelt hingga Lyndon Johnson. Lippmann juga mengikuti perjalanan kenegaraan mereka ke berbagai negara di dunia. Kesempatan yang dimilikinya tersebut memungkinkannya bertemu dan berinteraksi dengan berbagai pemimpin dunia.

Kedua, Harold D.Lasswell dan analisis propaganda. Analisis propaganda ini dianggap sebagai cikal bakal bagi analisis isi media dan analisis efek media. Laswell sebenarnya bukan ilmuwan komunikasi—karena pada waktu itu ilmu komunikasi belum dilahirkan. Ia pada mulanya adalah mahasiswa Doktoral di Universitas Chicago. Ia kemudian merupakan ilmuwan politik yang mengajar di Universitas Chicago. Laswell menulis desertasi tentang propaganda politik yang kemudian ia terbitkan lima tahun kemudian (tahun 1927), setelah Lippman mempublikasikan karyanya dengan judul Public Opinion72.

72 Selain Laswell, Mahasiswa Doktoral lainnya yang menulis desertasinya dengan topik propaganda politik adalah Ralp Casey (1890-1962). Ia lahir di Colorado, 8 Mei, 1890. Ia menamatkan pendidikan sarjananya di di University of Washington tahun 1913. Kemudia ia memperoleh gelar MA di University of Wisconsin dan kemudian pada tahun 1929, Ia merupakan mahasiswa yang menamatkan pendidikan Doktoral- nya di Jurusan Ilmu Politik, dengan konsentrasi minor pada jurnalisme. Ia menulis desertasi dengan judul “Propaganda Technique in the 1928 Presidential Campaign” dibawah bimbingan Prof.Wilyard Bleyer. Selain Laswell, Casdey merupakan ilmuwan yang mengkaji propaganda politik dan Jurnalisme. Sejak tahun 1930, Casey kemudian menjadi Direktur School of Journalisme di Minnesota. Ia kemudian bersama dengan Laswell dan Smith, juga terlibat riset bersama dalam mengkaji perkembangan propaganda politik antara tahun 1930-1934. Hasil riset ini kemudian dipublikasikannya bersama dengan judul “Propaganda and Promotional Analysis. Selama Perang Dunia II, Casey dan Laswell juga terlibat sebagai konsultasn dalam kajian propaganda politik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Amerika di Washington DC (Rogers, 1994:227, dan William David Sloan, 1990:134-141). Lebih lanjut lihat Everett M.Rogers. 1994. Lippmann’s Life and Time, dalam Everett M.Rogers. 1994. A History of Communication Study: A Biographical Approach.

Manajemen Komunikasi Politik dan Marketing Politik|131

Laswell merupakan ilmuwan kedua—setelah Lippmann dan Merz(1920), yang menggunakan metode analisis isi untuk menulis riset Desertasi tentang isi dan efek pesan-pesan propaganda yang dilakukan oleh Jerman, Perancis, Inggris dan Amerika pada Perang Dunia I. Analisis yang dilakukan oleh Laswell berpijak pada lima model pertanyaan yang sekarang menjadi dasar bagi elemen-elemen komunikasi, yaitu “Who says what to whom via which channels with what effects?”. Model analisis inilah yang pertama kali dan kemudian menjadi pijakan bagi kajian efek media dalam fase perkembangan awal ilmu komunikasi. Kemudian selama Perang Dunia II, Laswell

dengan dukungan dana dari Rockefeller Foundation mempin tim

penelitian untuk melalukan analisis terhadap pesan-pesan propaganda yang disampaikan melalui media massa oleh para tentara sekutu dan lawan-lawannya73.

Upaya Laswell dalam menawarkan arus pendekatan dan pemikiran baru di bidang ilmu politik sebenarnya tidak lepas dari peran Prof.Charles Merriam, yang merupakan Promotor Desertasinya ketika Ia menamatkan pendidikan Doktoralnya di Universitas Chicago

pada tahun 192674. Ia merupakan Ketua Jurusan Ilmu Politik di

Oxford: The Free Press. Lihat juga William David Sloan.1990. akers of the Media Mind: Journalism Educators and Their Ideas. London Routledge Publication.

73 Kemudian pada tahun 1944, pemilik Time-Life Corporation, Henry Luce memberinya dana untuk melalukan riset mengenai media massa di amerika seringan dengan Komisi Kebebasan Pers Amerika Serikat selama tiga tahun. Di lembaga ini ada tiga tiga belas anggota komisi yang dipimpin oleh Robert Hutchin yang merupakan Presiden/Rektor Universitas Chicago. Laswell termasuk salah satu dari 13 anggota komisi tersebut. Riset-riset yang diselenggarakan fokus pada fenomena tumbuhnya konsentrasi kepemilikan media dan menurunnya derajat kompetisi industri media cetak. Riset ini menghasilkan laporan mengenai nilai-nilai kebebasan pers yang berlangsung di media massa Amerika—khususnya media cetak—yang sangat penting bagi media dalam menjalankan fungsinya dalam proses demokrasi.

74 Prof. Charles Merriam bersama dengan Prof.Harold Godnell merupakan dua orang ilmuwan yang memotivasi Laswell untuk mengembangkan kajian ilmu politik tidak lagi semata-mata fokus pada pemikiran-pemikiran politik (political ideas), akan tetapi harus mulai mengembangkan kajian perilaku politik dan mengembangan pendekatan kuantitatif (tidak lagi didominasi pendekatan kualitatif, sebagaimana yang sering digunakan dalam kajian pemikiran politik). Karena itu, ia kemudian dalam riset Desertasi Laswell menyarankan agar mengembangkan analisis isi, dan menggembangkan pendekatan psikonalisis dalam mengkaji fenomena perilaku politik. Model riset yang dikembangkan dalam Desertasi Laswell ini memang belum populer, dan bahkan sebelumnya tidak pernah dikembangkan oleh para ilmuwan dan

132 | Nyarwi Ahmad

Universitas Chicago selama beberapa tahun. Ia bahwa merupakan figur penting dalam bidang ilmu politik di Amerika pada tahun 1920an-1930an. Pada masa itu, Merriam merupakan salah satu ilmuwan politik di Amerika yang mempelopori pendekatan perilaku

(behavioral science approach) dalam kajian ilmu politik. Ia juga memiliki jaringan yang kuat dengan Dewan Penelitian Ilmu Sosial (The Social Science Research Council) yang mana kemudian beberapa kali—yaitu tahun 1923-1924 dan tahun 1927—menyeponsori Laswell ketika melakukan perjalanan akademiknya ke sejumlah negara di Eropa sebagaimana yang akan dipaparkan berikut (Rogers, 1994:209-210).

Perjalanan akademik pertama Laswell ke sejumlah negara di Eropa adalah Pasca Perang Dunia I, yaitu antara tahun 1923-1924. Dalam kurun waktu tersebut, ia melakukan perjalanan akademiknya untuk melakukan riset desertasinya. Setelah lulus dari program Doktoral-nya pada tahun 1926, tepatnya satu tahun berikutnya, Laswell mendapatkan travel fellowship dari Dewan Penelitian Ilmu Sosial (the Social Science Research Council), dari Universitas Chicago untuk melakukan perjalanan ke sejumlah universitas di Amerika dan di Eropa. Ia pun kemudian mendapatkan kesempatan jalan-jalan ke Boston dan bertemu dengan Elton Mayo, Profesor di bidang hubungan industrial dari Harvard University yang sangat terkenal. Mayo banyak memberikan pelajaran kepadanya bagaimana melakukan wawancara secara psikoanalisis dan metode dalam merekam data-data wawancara tersebut. Apa yang diajarkan oleh Mayo ini kemudian menjadi bekal bagi Laswell dalam mengembangkan konsep personalitas politik.

Selain itu, Laswell juga melakukan perjalanan ke Wina, Austria dan ke Berlin, Jerman. Di Jerman dan Austria, ia bertemu dengan sejumlah intelektual yang mengagumi pemikiran Karl Marx. Mereka adalah para neo-Marxian yang tergabung dalam sekolah frankfurt (The Frankfurt School). Ia kemudian juga bertemu dengan Theodor Reik salah seorang pemikut Sigmund Freud. Perjalanan akademik ini menjadikan Laswell semakin kagum dengan pemikiran Karl Max dan Sigmund Freud.

mahasiswa yang mengambil program Doktoral di bidang ilmu politik di Amerika dan di Eropa(Rogers, 1994:2010).

Manajemen Komunikasi Politik dan Marketing Politik|133

Sepulang dari perjalanan akademiknya tersebut, Laswell kemudian kembali bekerja di Universitas Chicago. Ia kemudian tertarik untuk mengkaji kembali pemikiran Marx dan Friend terkait dengan tindakan manusia dalam mereproduksi pesan dan menerima pesa. Ia kemudian mengembangkan model penelitian yang kemudian sangat mengejutkan banyak ahli psikiatri ortodoks di universitas tersebut. Laswell mengembangkan laboratorium penelitian yang terberkantor di Gedung Ilmu Sosial (The Social Science Building),

Universitas Chicago. Ia melakukan penelitian dengan menguji bagaimana respons yang dialami kulit manusia ketika ia terkejut, bagaimana tingkat tekanan darahnya, dampak terhadap pernapasannya dan juga pengaruh hal tersebut terhadap indikator emosi mereka dan kata-kata yang nantinya mereka ucapkan. Untuk meneliti hal ini, Laswell bahkan dibantu dengan alat semacam pendeteksi kebohongan (Lie Detector).

Riset yang dia lakukan maupun kerangka teori yang ia kembangkan setelah menjalankan metode penelitian psikoanalisis dengan perilaku manusia ini sempat ditentang oleh para ilmuwan dari kedua bidang ilmu politik dan psikonalisis di Universitas Chicago. Kendati demikian, Laswell terus menerus meyakinkan koleganya bahwa teori-teori yang selama ini diyakini kebenarannya dan dianggap sudah mapan dalam ilmu sosial harus dibenturkan dengan teori-teori psikoanalisis. model penelitian propaganda politik dengan perspektif psikoanalisis. Usaha ini membuahkan hasil. Kalangan ilmuwan dan peneliti dari bidang kajian psikoanalisis senang dengan hal baru yang ditemukan oleh Laswell. Mereka bahkan menyadari, pemikiran-pemikiran psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud—yang dikembangkan Laswell dalam penelitian tersebut— memang sangat menantang, kompleks dan sangat penting untuk memahami tindakan manusia dalam konteks yang lebih luas, khususnya dalam bidang politik.

Kendatipun masih ditentang oleh para ilmuwan/peneliti di bidang ilmu politik, dari penelitian yang ia lakukan selama beberapa tahun ini kemudian ia publikasikan dengan judul “World Politic and Personal Insecurity”, dimana di dalamnya ia mendiskusikan teori-teori psikoanalisis dan kepemimpinan politik. Karya akademik ini pun kemudian menjadi bahan yang sangat kontroversial di kalangan

134 | Nyarwi Ahmad

ilmuwan dan terus menjadi bahan perdebatan di salah satu jurnal ilmu politik di Amerika, The American Political Science Review (Smith, 1969:71, dalam Rogers, 1994:207).

Karena adanya resistensi dari kalangan ilmuwan politik di Amerika terhadap pendekatan dan teori yang dikembangkanya, maka selama beberapa tahun, yaitu antara tahun 1937-1950an, Laswell tidak pernah mempublikasikan karya akademiknya dalam jurnal ilmu politik. Ia justru lebih banyak mempublikasikan hasil pemikirannya mengenai teori-teori psikoanalisis dan teori-teori politik dalam jurnal psikiatri. Pemikirannya mulai diapreasiasi secara luas oleh ilmuwan politik sejak ia terpilih sebagai Presiden Asosiasi Ilmuwan Politik Amerika (The American Political Science Association) pada tahun 1955. Dalam posisinya yang demikian ini kemudian ia memberikan tawaran radikal melalui pemikiran-pemikirannya yang mengembangkan teori- teori psikoanalisis dalam bidang kajian ilmu politik (Rogers, 1994:208). Hanya sebagian kecil saja diantara ilmuwa politik yang simpatik dan mengapresiasi pemikiran Laswell. Salah satu diantarannya adalah Heinz Eulau. Dalam beberapa kesempatan diskusi dengan Laswell, Eulau (1962, dalam Rogers, 1994:208), memang melihat bahwa pendekatan dan pemikiran yang dikembangkan oleh Laswell dalam bidang ilmu politik tersebut bukan hanya tidak wajar, namun terkesan sangat aneh dan sesuatu yang gila. Kendati demikian, Eulau (1962) justru menyarakankan kepadanya agar menuliskan pemikirannya dalam karya akademik yang lebih serius. Karena pendekatan yang digunakan Laswell dalam penelitian ilmu politik dan pemikiran yang disampaikannya menururut Eulau(1962) justru hal yang baru dan bisa menjadi revolusi pemikiran

Dalam dokumen Manajemen Komunikasi Politik and Marketi (Halaman 147-195)

Dokumen terkait