• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI, DAN

III. KERAGAAN KACANG TANAH NASIONAL

3.1. PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI, DAN

Perkembangan luas panen kacang tanah di Indonesia pada kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2012 – 2016) rata-rata turun sebesar 4,63% per tahun. Penurunan luas panen terbesar selama 5 (lima tahun) terakhir terjadi tahun 2011 sebesar 12,90% atau minus 80,07 ribu hektar dan penurunan cukup tinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 9,01% atau minus 44,99 ribu hektar.

Rata-rata luas panen kacang tanah selama periode 2012 – 2016 sebesar 491,32 ribu hektar dan kontribusi luas panen kacang tanah nasional didominasi oleh pulau Jawa sebesar 72,67%. Sebaliknya luas panen di Luar Pulau Jawa hanya berkontribusi 27,33%. Jika dilihat laju pertumbuhannya, luas panen kacang tanah tahun 1980 sampai 2016 di Jawa meningkat rata-rata 0,07% per tahun, sementara Luar Jawa hanya bertambah 0,04% per tahun. Pada periode tahun 2012-2016 terlihat luas panen di luar Pulau Jawa mengalami penurunan lebih tinggi yaitu minus 7,82%, sementara di pulau Jawa mengalami penurunan minus 3,31% (Gambar 1 dan Lampiran 1).

Gambar 1. Perkembangan Luas Panen Kacang Tanah Indonesia, Tahun 1980-2016

Pertumbuhan luas panen kacang tanah di Indonesia dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan penurunan rata-rata sebesar 4,63%. Penurunan di luar Pulau Jawa cenderung lebih tinggi yaitu minus 7,82% per tahun dengan rata-rata luas panen 134,29 ribu hektar, sedangkan di Jawa turun sebesar 3,31% dengan rata-rata luas panen 357,03 ribu hektar. Kondisi ini menunjukkan bahwa areal kacang tanah nasional selama ini separuh lebih berada dari Pulau Jawa. Laju rata-rata pertumbuhan yang terjadi 5 tahun terakhir di Indonesia karena dipicu oleh pesaing komoditas lain yang secara ekonomis lebih menguntungkan, seperti padi, jagung, dan kedelai. Faktor yang mempengaruhi daya saing kacang tanah di antaranya adalah harga, ketersediaan benih, kualitas benih, pemasaran, dan resiko hama.

Perkembangan produktivitas kacang tanah tingkat nasional pada periode 1980-2016 cenderung mengalami peningkatan. Pertumbuhan produktivitas kacang tanah secara nasional lima tahun terakhir yaitu periode 2012-2016 naik 1,17% per tahun. Produktivitas kacang tanah di Indonesia berdasarkan ARAM II tahun 2016 adalah 13,21 ku/ha atau turun sebesar 0,90% dibandingkan tahun sebelumnya ( Gambar 2 dan Lampiran 2 ).

Secara umum pola perkembangan produktivitas kacang tanah per wilayah (Jawa dan Luar Jawa) cenderung sama, berkisar antara 12 kuintal per hektar. Rata-rata hasil kacang tanah di Pulau Jawa selalu lebih tinggi dibandingkan produktivitas di Luar Pulau Jawa. Produktivitas kacang tanah di Jawa mencapai puncak tertingginya pada tahun 2015, berdasarkan data Angka Tetap tahun 2015 yaitu sebesar 13,86 kuintal per hektar. Jika dicermati, produktivitas tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil kacang tanah di Indonesia kurun waktu 5 tahun terakhir yang hanya mencapai 13,09 ku/ha.

Gambar 2. Perkembangan Produktivitas Kacang Tanah Indonesia, Tahun 1980 – 2016

Perkembangan produksi kacang tanah di Indonesia pada periode 2012– 2016 berfluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan minus 3,58% per tahun (Gambar 3). Data ARAM II tahun 2016 menunjukan, produksi kacang tanah sebesar 560,48 ribu ton yaitu turun sebesar 7,43% dari tahun 2015. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa produksi kacang tanah baik di Jawa maupun di

kacang tanah mengalami penurunan dengan rata-rata minus 3,58% per tahun ( Lampiran 3). Produksi kacang tanah yang dihasilkan sangat terkait oleh produktivitas. Berdasarkan data ARAM II tahun 2016 yang dikeluarkan BPS, produktivitas kacang tanah turun 0,90% atau sebesar 13,21 ku/ha dari tahun 2015 sebesar 13,33 ku/ha (Lampiran 2) dan pada tahun yang sama luas panen turun sebesar 6,61% mengakibatkan produksi mengalami penurunan sebesar 7,43% atau sebesar 44,97 ribu ton dari tahun sebelumnya.(Lampiran 3 ).

Gambar 3. Perkembangan Produksi Kacang Tanah Indonesia, Tahun 1980– 2016.

Pertumbuhan produktivitas kacang tanah jauh lebih tinggi dari pada pertumbuhan luas panennya. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan produktivitas kacang tanah nasional dalam periode 2012 – 2016 mencapai 1,17% per tahun, sementara itu luas panen mengalami penurunan minus 4,63% per tahun. Kondisi tersebut mempengaruhi produksi kacang tanah 5 tahun terakhir dengan rata –rata pertumbuhan mengalami penurunan 3,58% per tahun.

Jika dilihat dari peningkatan produksi cenderung dipengaruhi oleh produktivitasnya dimana produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2013 (Gambar 2). Hal ini menandakan teknologi budidaya kacang tanah sudah berjalan dengan baik.

Tabel 3.1. Perkembangan Rata-Rata Luas Panen, Produktivitas, Produksi Kacang Tanah per Wilayah

L.Panen Pertumb. Produksi Pertumb. Produktivitas Pertumb. (Ha) (%) (Ton) (%) (Ku/Ha) (%)

1980-2016 405.187 0,07 448.707 1,30 10,93 1,22 2012-2016 357.028 -3,31 476.841 -1,73 12,86 1,39 1980-2016 198.089 0,04 216.409 1,10 10,72 1,31 2012-2016 134.292 -7,82 166.273 -7,82 12,18 -0,12 1980-2016 603.276 0,00 664.990 1,13 11,04 1,10 2012-2016 491.320 -4,63 643.114 -3,58 13,09 1,17 Jawa L. Jawa Kontribusi (%), 2011 - 2015 74,15 25,85 72,67 27,33 Jawa Tahun Wilayah Indonesia Luar Jawa

Kontribusi komoditas kacang tanah dari beberapa provinsi di tanah air pada 5 tahun terakhir dilihat dari sisi luasannya tersebar di 10 provinsi dengan kontribusi sebesar 88,41% terhadap total luas panen kacang tanah di Indonesia. Dari sepuluh provinsi sentra tersebut, empat provinsi terluas berada di wilayah Jawa dengan kontribusi sebesar 70,91% atau mencapai rata-rata luas 87,10 ribu hektar. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan luas panen kacang tanah terbesar, dimana rata-rata luas panen mencapai 144,59 ribu hektar menyumbang 29,43% terhadap rata-rata luas panen nasional. Jawa Tengah pada peringkat ke dua dengan rata-rata luas panen sebesar 88,74 ribu hektar menyumbang sebesar 18,06% terhadap rata-rata luas panen nasional. Pada peringkat ke-3 dan ke-4 adalah D.I. Yogyakarta dan Jawa Barat dengan kontribusi masing-masing sebesar 13,56% dan 9,86% terhadap luas panen nasional. Enam provinsi sentra lainnya dengan kontribusi masing-masing di bawah 6% terhadap luas panen nasional. (Gambar 4 dan Lampiran 4).

Sementara itu jika dilihat dari sisi rata-rata pertumbuhan luas panen di masing-masing daerah selama lima tahun terakhir, hampir semua provinsi mengalami penurunan, hanya Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan yang mengalami kenaikan, masing-masing sebesar 30,51%, 182,64% dan 52,29% per tahun. Provinsi dengan laju penurunan paling tinggi terjadi di Banten dengan rata-rata sebesar minus 25,45% per tahun, selanjutnya Nusa Tenggara Timur dan Bali dengan penurunan minus 9,24% dan 7,42% per tahun (Lampiran 4).

Gambar 4. Provinsi SentraLuas Panen Kacang Tanah di Indonesia, Tahun 2011-2016

Dilihat dari produktivitas, selama 5 tahun terakhir, rata-rata produktivitas tertinggi ada di Jawa Barat sebesar 16,30 ku/ha, diurutan ke-2 Gorontalo 16,07 ku/ha dan diurutan ke-3 dan ke-4 adalah Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat, masing-masing sebesar 14,40 ku/ha. Jika dilihat rata-rata pertumbuhan produktivitas per hektar tertinggi adalah Jawa Barat dengan rata-rata pertumbuhan 3,54% per tahun, sementara daerah dengan laju pertumbuhan produktivitas terendah adalah Gorontalo dan Sumatera Barat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar minus 2,26% per tahun dan minus 0,69% per tahun (Gambar 5 dan Lampiran 5).

Gambar 5. Produktivitas Kacang Tanah Tertinggi di Provinsi Indonesia, 2011-2016

Dari sepuluh provinsi sentra, kontribusi produksi kumulatif sebesar 72,55% tersebar di 4 provinsi, dimana Provinsi Jawa Timur memberikan kontribusi terbesar atau sebesar 30,39% dari produksi kacang tanah nasional. Selanjutnya Jawa Tengah, Jawa Barat, dan D.I Yogyakarta, berturut-turut memberikan kontribusi sebesar 18,71%, 12,18% dan 11,28% terhadap produksi kacang tanah nasional. Adapun 6 Provinsi lainnya yaitu Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Banten, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Utara memberikan kontribusi dibawah 6% terhadap produksi kacang tanah nasional. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, hanya 2 provinsi sentra yang mengalami peningkatan produksi kacang tanah yaitu D.I. Yogyakarta dan Sulawesi Selatan masing-masing dengan kenaikan sebesar 3,88% dan 6,01% per tahun. Delapan provinsi sentra lainnya mengalami penurunan produksi kacang tanah. Penurunan produksi paling tinggi terjadi di Provinsi Sumatera Utara yaitu 15,25% per tahun, selanjutnya Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan penurunan sebesar 12,79% per tahun, sedangkam provinsi lainnya mengalami penurunan dibawah 7% per tahun. (Gambar 6 dan Lampiran 6).

Gambar 6. Sentra Produksi Kacang Tanah Di Indonesia, 2011 – 2016

3.3. KONSUMSI PERKAPITA DAN NASIONAL KACANG TANAH

Beragam produk olahan dengan bahan baku kacang tanah yang dihasilkan oleh industri rumah tangga maupun oleh industri sedang dan industri besar, menjadikan permintaan kacang tanah semakin meningkat tiap tahunnya. Hal ini menjadikan kacang tanah merupakan salah satu komoditi tanaman pangan bernilai strategis untuk meningkatkan pendapatan dan perbaikan gizi masyarakat.

Konsumsi kacang tanah pada tingkat rumah tangga biasanya dalam bentuk makanan ringan seperti direbus, digoreng, dibuat sambal kacang. Kacang tanah biasa juga dikonsumsi berupa olahan pabrikan baik masih berupa kacang berkulit maupun berupa kacang tanpa kulit, maupun hasil olahan berupa selai.

periode 2011-2015 rata-rata sebesar 0,23 kg/kapita/tahun. Pertumbuhan konsumsi kacang tanah baik periode 2006-2015 maupun periode 2011-2015 mengalami penurunan sebesar 1,39% per tahun dan 6,63% per tahun. (Gambar 7 dan Lampiran 7)

Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Per Kapita Kacang Tanah Kupas Di Indonesia Berdasarkan SUSENAS, 2006 – 2015

Sesuai hasil Susenas maka konsumsi nasional kacang tanah bisa diperoleh dari perkalian konsumsi per kapita pertahun dikalikan dengan jumlah penduduk tengah tahun. Pada periode 2006-2015 konsumsi nasional kacang tanah berfluktuatif dengan kecenderungan menurun, dimana rata-rata konsumsi nasional kacang tanah sebesar 74,03 ribu ton, sedangkan pada periode 2011-2015 rata-rata sebesar 57,38 ribu ton. Pertumbuhan konsumsi kacang tanah nasional periode 2006-2015 mengalami kenaikan sebesar 0,19% per tahun sedangkan periode 2011-2015 mengalami penurunan sebesar 5,35% per tahun. (Gambar 8 dan Lampiran 8)

Gambar 8. Perkembangan Konsumsi Nasional Kacang Tanah Kupas Di Indonesia Berdasarkan SUSENAS, 2006 – 2015

Data konsumsi kacang tanah bisa diperoleh dari Susenas maupun dari Neraca Bahan Makanan (NBM) dari Badan Ketahanan Pangan (BKP). Menurut NBM Konsumsi kacang tanah secara langsung dapat dihitung dengan cara perkalian antara ketersediaan kacang tanah per kapita dengan jumlah penduduk. Ketersediaan yang dimaksud dalam NBM adalah selisih produksi ditambah impor, dikurangi ekspor, tercecer, bibit dan untuk industri.

Perkembangan ketersediaan kacang tanah per kapita di Indonesia dari tahun 1993-2014 berdasarkan NBM berfluktuasi cukup tajam dengan kecenderungan terus mengalami penurunan (Gambar 9). Pada periode tahun 1993-2014, ketersediaan perkapita tertinggi terjadi pada tahun 1995, yaitu sebesar 3,98 kg/kap/th. Ketersediaan per kapita cenderung terus menurun. Selama periode 2010 - 2014, ketersediaan per kapita rata-rata kacang tanah sekitar 2,87 kg/kap/th. Angka ketersediaan ini cenderung menurun dengan laju pertumbuhan minus 4,11% setiap tahunnya. (Lampiran 9).

Gambar 9. Perkembangan Ketersediaan Per Kapita Kacang Tanah Di Indonesia, Berdasarkan NBM, Tahun 1993 - 2014

Berdasarkan data penggunaan dan penyediaan kacang tanah di Indonesia yang bersumber dari data Neraca Bahan Makanan (NBM) seperti tersaji dalam Lampiran 10. Penyediaan dalam negeri yang dimaksud adalah produksi kacang tanah dalam bentuk lepas kulit, ditambah impor, ditambah perubahan stok dan dikurangi ekspor. Pemakaian dalam negeri meliputi penggunaan bibit (lepas kulit), diolah untuk makanan (berkulit + lepas kulit) dan non makanan (lepas kulit), dimakan langsung (lepas kulit) dan tercecer baik dalam bentuk berkulit maupun lepas kulit.

Penggunaan terbesar kacang tanah pada periode tahun 1993 – 2014 adalah sebagai bahan makanan atau dikonsumsi langsung dalam bentuk lepas kulit yang mencapai rata-rata 83,99% dari penyediaan dalam negeri, sementara penggunaan untuk sektor industri yaitu kacang tanah yang diolah lebih lanjut menjadi produk lain baik makanan maupun non makanan hanya mencapai 7,40%. Penggunaan untuk benih maupun hilang karena tercecer masing-masing sebesar 3,63% atau 31 ribu ton dan 4,98% atau 42 ribu ton (Lampiran 10).

Pada periode tahun 2001-2013 penggunaan kacang tanah yang dikonsumsi langsung (lepas kulit) lebih rendah dari produksi yang dihasilkan. Kondisi yang berbeda terjadi antara tahun 1993-1997 dan 1999-2000, dimana konsumsi kacang tanah lepas kulit dalam negeri lebih tinggi dibandingkan produksi kacang tanah dalam negeri dan begitu juga pada tahun 2013-2014 konsumsi kacang tanah lepas kulit lebih tinggi dari produksi dalam negeri. (Gambar 10).

Gambar 10. Perkembangan Penggunaan Kacang Tanah Indonesia Berdasarkan NBM, Tahun 1993-2014

Konsumsi nasional kacang tanah pada tahun 2014 turun sebesar 7,15% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 719,08 ribu ton. Rata-rata konsumsi kacang tanah periode 5 (lima) tahun terakhir sebesar 703,70 ribu ton, ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata konsumsi nasional kacang tanah dua dekade terakhir, yang hanya sebesar 552,81 ribu ton. Rata-rata pertumbuhan konsumsi nasional kacang tanah pada periode tahun 2011-2015 mengalami penurunan sebesar minus 2,38% per tahun. (Lampiran 11).

Perkembangan konsumsi nasional kacang tanah periode tahun 2000-2014 cenderung fluktuatif. Konsumsi nasional terendah pada tahun 2002 yaitu

tajam dibanding tahun 2010, dengan penurunan sebesar minus 10,07%, dimana konsumsi nasional kacang tanah sebesar 679,99 ribu ton. (Gambar 11)

Gambar 11 Perkembangan Konsumsi Nasional Kacang Tanah Di Indonesia Berdasarkan NBM, 2000 – 2014

Jika kita bandingkan konsumsi nasional kacang tanah berdasakan Susenas dan NBM, maka yang paling sesuai adalah NBM karena pada NBM konsumsi berdasarkan ketersediaan kacang tanah perkapita pertahun, memperhitungkan pemakaian kacang tanah untuk ekspor, bibit, tercecer, untuk bahan industri makanan dan non makanan.

Dokumen terkait