• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Masalah dan Capaian Tahun 2012

B. Sasaran Pembinaan Gizi 2010-2014

II. Perkembangan Masalah dan Capaian Tahun 2012

A. Kurang Energi Protein (KEP)

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan besaran masalah gizi di Indonesia yaitu gizi kurang sebesar 17,9%, pendek 35,6%, kurus 13,3% dan gemuk 14,2%. Secara umum besaran masalah gizi pada balita digambarkan pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik Distribusi Prevalensi Masalah Gizi di Indonesia

Dibandingkan dengan prevalensi gizi kurang tahun 1990 sebesar 31%, secara nasional telah terjadi penurunan sekitar 40% selama periode 1990 sampai 2010. Dengan kecenderungan ini sasaran penurunan prevalensi gizi kurang menjadi 15% pada tahun 2014 diharapkan dapat dicapai. Namun, bila dibandingkan angka prevalensi gizi kurang tahun 2007 (18,4%) dengan tahun 2010, penurunan prevalensi gizi kurang

sangat kecil yaitu 0,5%. Apabila tidak dilakukan upaya percepatan, dikhawatirkan sasaran penurunan prevalensi gizi kurang pada tahun 2014 tidak tercapai.

Sebaran prevalensi gizi kurang menurut provinsi berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, untuk prevalensi gizi kurang yang telah mencapai sasaran rata-rata MDG 2015 (<15%) ada 8 (delapan) provinsi yaitu Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Lampung, DKI, Jabar, DIY, Bali dan Sulawesi Utara. Sementara itu masih ada 15 provinsi yang prevalensinya diatas 20%.

17.9

Gizi Kurang Pendek Kurus Gemuk

35.6

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013

4

Gambar 2. Sebaran Prevalensi Balita Gizi Kurang Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2010

30 .5 29 .4 29 .1 27 .6 26 .5 26 .5 26 .5 26 .2 25 .0 23 .7 23 .6 22 .9 22 .8 21 .4 20 .5 19 .9 19 .6 18 .5 17 .9 17 .1 17 .1 17 .1 16 .2 16 .2 15 .7 15 .3 14 .9 14 .0 13 .4 13 .0 11 .3 11 .2 11 .0 10 .6 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 NT B NTT Ka lBa r Ka lten g Su lTen g Pap Ba r Go ron talo M aluk u Su lSe l NA D MalUt KalSe l Su lTe ra Su m ut SulBar Sum Se l Ja m

bi Banten Indones

ia Ja tim Sum Ba r Ka

lTim Papua Riau Ja

ten g Bengku lu Ba Be l Kep Ri Lampun g Jaba r Jaka rta DI Yogy a Ba li SulU t Sumber: Riskesdas, 2012

Strategi utama penanggulangan masalah gizi kurang adalah pencegahan dan peningkatan pengetahuan melalui kegiatan edukasi masyarakat tentang asuhan gizi khususnya makanan bayi dan anak, pemantauan pertumbuhan di posyandu suplementasi gizi, pemberian makanan tambahan pemulihan kepada anak gizi kurang serta tatalaksana kasus gizi buruk.

1. Cakupan Balita Ditimbang Berat Badannya (D/S)

Cakupan pemantauan pertumbuhan secara bertahap mengalami kenaikan, terutama setelah dilakukan revitalisasi posyandu sejak setelah terjadinya krisis beberapa tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 secara rata-rata nasional cakupan D/S sudah mencapai target yaitu 75,1%, namun demikian masih ada 23 provinsi yang

cakupannya masih dibawah 75% seperti tergambarkan pada grafik berikut:

Gambar 3. Persentase D/S Berdasarkan Provinsi Tahun 2012

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013 5

Untuk meningkatkan cakupan balita ditimbang berat badannya

Menteri Kesehatan melalui surat edaran tanggal 21 September 2012 nomor GK/Menkes/333/IX/2012 telah menetapkan bahwa

pada bulan November setiap tahun sebagai bulan penimbangan

balita di samping bulan Februari dan Agustus yang bersamaan dengan Bulan Kapsul Vitamin A.

2. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif

Upaya peningkatan cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

dilakukan dengan berbagai strategi, mulai dari penyusunan kerangka regulasi, peningkatan kapasitas petugas dan promosi

ASI Eksklusif.

Pada tahun 2012 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah

tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif (PP No 33 tahun

2012). Dalam PP tersebut diatur tugas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengembangan program ASI, diantaranya menetapkan kebijakan nasional dan daerah, melaksanakan advokasi dan sosialisasi serta melakukan

pengawasan terkait program pemberian ASI Eksklusif. Pada tahun 2012, sebanyak 1.057 orang dilatih sebagai konselor menyusui,

sehingga secara keseluruhan sampai dengan tahun 2012 telah

dilakukan pelatihan fasilitator menyusui sebanyak 415 orang dan konselor menyusui dengan jumlah 3.929 orang (daftar terlampir). Cakupan pemberian ASI ekslusif di Indonesia sangat berfluktuatif. Cakupan ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan pada tahun 2012 berdasarkan laporan sementara hasil Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 sebesar 42%. Bila dibandingkan dengan survei yang sama pada tahun 2007 telah terjadi kenaikan yang bermakna sebesar 10%. Pada tahun 2013 target bayi 0-6

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013

6

Gambar 4. Tren Cakupan Pemberian ASI Eksklusif 0-6 bulan 2002-2012

Sumber data: laporan sementara SDKI 2012

Berdasarkan laporan provinsi tahun 2012, sebaran cakupan

pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan sedikit lebih tinggi

jika dibandingkan dengan hasil SDKI 2012 yaitu sebesar 48,6%,

seperti terlihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 5. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif 0-6 bulan Menurut Provinsi

Tahun 2012

Sumber: Laporan Dinas Kesehatan Provinsi, 2012

3. Perawatan Gizi Buruk

Keadaan gizi merupakan salah satu penyebab dasar kematian bayi dan anak. Gizi buruk seringkali disertai penyakit seperti TB, ISPA, diare dan lain-lain. Risiko kematian anak gizi buruk 17 kali lipat dibandingkan dengan anak normal. Oleh karena itu setiap anak

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013 7

Pemerintah telah mengembangkan prosedur perawatan gizi buruk, dengan dua pendekatan. Kasus gizi buruk yang disertai

dengan salah satu atau lebih tanda komplikasi medis seperti anoreksia, anemia berat, dehidrasi, demam sangat tinggi dan

penurunan kesadaran perlu penanganan secara rawat inap, baik di rumah sakit, puskesmas maupun Therapeutic Feeding Centre (TFC). Sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader.

Jumlah kasus gizi buruk yang ditemukan pada tahun 2012 sebanyak 42.702 kasus dan semuanya telah mendapat perawatan sesuai standar.

Kegiatan yang telah dilakukan terkait dengan kasus gizi buruk antara lain:

a. Melaksanakan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk bagi

petugas kesehatan dari Puskesmas dan Rumah Sakit. Sampai

dengan Desember tahun 2012 telah dilatih 5.876 petugas

kesehatan dari 1.434 Puskesmas Perawatan, 436 Puskesmas

non Perawatan, dan 367 RSUD, serta 98 fasilitator di seluruh

Indonesia.

b. Mendirikan Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan Community Feeding Centre (CFC) atau Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM). Sampai dengan Desember 2012 telah didirikan 170 TFC di 28 provinsi dan 109 CFC di 4 provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tenggara.

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013

8

Gambar 6. Peta Sebaran TFC dan CFC di Indonesia Tahun 2012

B. Kurang Vitamin A (KVA)

Prevalensi Kurang Vitamin A pada balita secara signifikan terus

menurun. Prevalensi xerophthalmia pada tahun 1992 sebesar 0.35%, di bawah batas masalah kesehatan masyarakat, dan turun secara

signifikan dibandingkan dengan tahun 1978 (1,3%).

Dari berbagai studi prevalensi kurang vitamin A subklinis (serum retinol <20µg/dl) juga menunjukkan penurunan yang sangat signifikan, yaitu

dari 14.6% pada tahun 2007 (Survei Nasional Gizi Mikro), menjadi 0.8%

pada tahun 2011 (South East Asia Nutrition Survey/SEANUTS).

B. Kurang Vitamin A (KVA)

Prevalensi Kurang Vitamin A pada balita secara signifikan terus

menurun. Prevalensi xerophthalmia pada tahun 1992 sebesar 0.35%, di bawah batas masalah kesehatan masyarakat, dan turun secara signifikan dibandingkan dengan tahun 1978 (1,3%).

Dari berbagai studi prevalensi kurang vitamin A subklinis (serum retinol

<20µg/dl) juga menunjukkan penurunan yang sangat signifikan, yaitu dari 14.6% pada tahun 2007 (Survei Nasional Gizi Mikro), menjadi 0.8% pada tahun 2011 (South East Asia Nutrition Survey/SEANUTS).

Strategi penanggulangan kurang vitamin A dilaksanakan secara

komprehensif, terdiri dari pemberian suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi setiap bulan Februari dan Agustus, penyuluhan gizi seimbang untuk meningkatkan konsumsi bahan pangan sumber vitamin A dan fortifikasi pangan.

Pencapaian rata-rata cakupan Vitamin A pada balita 6-59 bulan sampai

dengan bulan Februari 2012 sebesar 82,3%. Meskipun sudah mencapai target nasional tahun 2012 yaitu sebesar 80%, namun masih terdapat 17 provinsi yang belum mencapai target dan masih terdapat 5 (lima) provinsi yang belum menyampaikan laporannya. Pencapaian cakupan masing-masing provinsi dapat dilihat pada grafik berikut:

Strategi penanggulangan kurang vitamin A dilaksanakan secara

komprehensif, terdiri dari pemberian suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi setiap bulan Februari dan Agustus, penyuluhan gizi

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013 9

seimbang untuk meningkatkan konsumsi bahan pangan sumber vitamin

A dan fortifikasi pangan.

Pencapaian rata-rata cakupan Vitamin A pada balita 6-59 bulan sampai dengan bulan Februari 2012 sebesar 82,8%. Meskipun sudah mencapai target nasional tahun 2012 yaitu sebesar 80%, namun masih terdapat 13 provinsi yang belum mencapai target. Pencapaian cakupan

masing-masing provinsi dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 7. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita 6-59 Bulan Berdasarkan Provinsi Tahun 2012

Sumber: Laporan Dinas Kesehatan Provinsi, 2012

C. Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI)

Indikator untuk memantau masalah GAKI saat ini adalah Ekskresi

Iodium dalam Urin (EIU) sebagai refleksi asupan iodium, cakupan rumah

tangga mengonsumsi garam beriodium dan pencapaian 10 indikator manajemen. Bila proporsi penduduk dengan EIU<100 µg/L dibawah

20% dan cakupan garam beriodium 90% diikuti dengan tercapainya

indikator manajemen maka masalah GAKI di masyarakat tersebut sudah terkendali.

Hasil Studi Intensifikasi Penanggulangan GAKI (IP-GAKI) tahun

2002/2003, hasil Riskesdas 2007 menunjukkan hasil yang konsisten bahwa rata-rata EIU dalam batas normal. Bahkan hasil survei SEANUTS tahun 2011 pun menunjukkan hasil yang sama (batas normal) yaitu 228 µg/L. Dari hasil survey yang sama diketahui proporsi EIU<100 µg/L telah dibawah 20% yaitu 12.9 µg/L pada tahun 2007 dan turun menjadi 11,5

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013

10

µg/L pada tahun 2011,Dengan kemajuan ini dapat disimpulkan bahwa

secara nasional masalah Gangguan Akibat Kurang Iodium tidak lagi

menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Tabel 2. Perkembangan Masalah GAKI

Sumber data: 2002 Survei GAKI, 2007 Riskesdas, 2011 SEANUTS

Upaya penanggulangan masalah GAKI mengutamakan kegiatan promosi garam beriodium. Untuk daerah-daerah endemik masalah GAKI, upaya yang dilakukan yaitu menjamin garam yang dikonsumsi adalah garam beriodium melalui penyusunan peraturan daerah yang mengatur pemasaran garam beriodium. Sampai dengan tahun 2009, terdata 9 (sembilan) provinsi dan 13 kabupaten/kota yang sudah memiliki Perda Penanggulangan masalah GAKI

Hasil pemantauan konsumsi garam beriodium tahun 2012 di 29 provinsi menunjukkan cakupan sebesar 87,9% rumah tangga mengonsumsi garam beriodium. Meskipun secara nasional angka ini meningkat dari tahun sebelumnya dan sudah mencapai target program tahun 2012 (80%), namun masih ada 4 (empat) provinsi yang belum melaksanakan pemantauan garam beriodium di wilayahnya.

Diharapkan semakin bertambah wilayah yang melakukan pemantauan garam beriodium dengan penerapan Permendagri No. 63 tahun 2010 tentang Pedoman Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Daerah.

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013 11

Gambar 8. Cakupan Rumah Tangga Mengonsumsi Garam Beriodium Berdasarkan Provinsi Tahun 2012

Sumber: Laporan Dinas Kesehatan Provinsi, 2010- 2012

D. Anemia Gizi Besi (AGB)

Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan

prevalensi anemia pada ibu hamil masih cukup tinggi yaitu sebesar

40,1%. Keadaan ini mengindikasikan anemia gizi besi pada ibu hamil masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Program penanggulangan anemia gizi pada ibu hamil telah dikembangkan sejak tahun 1975 melalui distribusi Tablet Tambah Darah (TTD). TTD merupakan suplementasi gizi mikro khususnya zat besi

dan folat yang diberikan kepada ibu hamil untuk mencegah kejadian anemia gizi besi selama kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa pemberian tablet Fe di Indonesia dapat menurunkan kematian

neonatal sekitar 20%.

Secara nasional cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe tahun 2012 sebesar 85%. Data tersebut belum mencapai target program tahun 2012 sebesar 90%. Koordinasi dan kegiatan yang terintegrasi dengan

lintas program masih perlu di tingkatkan agar cakupan dapat meningkat

karena pemberian tablet Fe merupakan salah satu komponen standar pelayanan antenatal.

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013

12

Gambar 9. Cakupan Pemberian 90 Tablet Fe pada Ibu Hamil Menurut Provinsi Tahun 2012

Sumber: Laporan Dinas Kesehatan Provinsi, 2012

Pada anak balita, studi masalah gizi mikro di 10 provinsi tahun 2006 masih dijumpai 26,3% balita yang menderita anemia gizi besi dengan

kadar haemoglobin (Hb) kurang dari 11,0 gr/dl, dan prevalensi tertinggi

didapat di Provinsi Maluku sebesar 36%.Secara nasional telah terjadi penurunan prevalensi anemia pada anak pada tahun 2011 yaitu menjadi 17.6% (SEANUTS).

Salah satu intervensi inovatif lainnya dalam pencegahan anemia

pada balita adalah melalui pemberian Taburia pada balita usia 6-59 bulan dengan prioritas usia 6-24 bulan yang akan dilaksanakan secara bertahap di seluruh Indonesia. Pada tahun 2013 akan dilakukan penambahan lokasi pemberian taburia yang semula hanya di 24 kabupaten/kota di 6(enam) provinsi NICE project (Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan) menjadi 40 kabupaten/kota di 13 provinsi. Tambahan 7 (tujuh) provinsi tersebut adalah: Lampung (4 Kabupaten), Jawa Barat (4 Kabupaten), Sulawesi Tenggara (1 Kabupaten), Kalimantan Timur (1 Kota), Jawa Tengah (4 Kabupaten), Sulawesi Tengah (2 Kabupaten) dan Maluku Utara (1 Kabupaten).

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013 13

E. Masalah Gizi Lebih

Selain masalah gizi kurang dan pendek, prevalensi gizi lebih saat

ini sudah cukup tinggi. Gizi lebih merupakan masalah gizi baru yang

selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kenaikan. Selama kurun waktu tahun 2007 sampai 2010, prevalensi gizi lebih baik pada anak-anak maupun pada kelompok dewasa meningkat sebesar 2% atau

hampir satu persen setiap tahunnya. Hal ini patut diwaspadai karena dapat memicu terjadinya masalah yang ditimbulkan akibat penyakit tidak menular (PTM). Bardasarkan data Riskesdas 2010 status gizi balita

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013

14

III. KONSEP & STRATEGI

OPERASIONAL TAHUN 2013

A. Konsep Perbaikan Gizi

Mengacu dari berbagai hasil penelitian, pemilihan intervensi gizi

didasarkan pada intervensi yang telah terbukti “cost effective”. Terdapat

3 kelompok kegiatan gizi, yaitu kegiatan peningkatan (promotif)

yang bertumpu pada kegiatan pemberdayaan dan pendidikan gizi

masyarakat, kegiatan pencegahan (preventif) agar anak gizi kurang tidak menjadi gizi buruk, dan kegiatan pemulihan (kuratif) yaitu tatalaksana

kasus gizi buruk. Diagram berikut menjelaskan konsep pelayanan gizi,

mulai dari promotif sampai kuratif.

Gambar 10. Diagram Konsep Pelayanan Gizi

Promotif Preventif Kuratif

Gizi Buruk (sangat kurus) Pulih Pulih Perlu pemulihan BALITA GIZI KURANG DIBERI PMT PEMULIHAN BALITA GIZI BURUK DIRAWAT Tidak Naik BB/ Kurus • Pemantauan Pertumbuhan • Pendidikan gizi dan konseling

ASI/MP-ASI/Gizi Lebih • Pemberian Kapsul vit A • Pemberian tablet Fe Ibu hamil • Promosi garam beriodium • Skrining aktif

• Taburia • PMT Bumil KEK

Kegiatan promotif adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di

tingkat masyarakat oleh masyarakat dan petugas. Kegiatannya meliputi

pemantauan pertumbuhan, penyuluhan dan konseling tentang pemberian makanan bayi adan anak, pemberian kapsul vitamin A dosis

tinggi setiap 6 bulan, pemberian tablet tambah darah kepada ibu hamil, promosi garam beriodium, pelacakan dan tindak lanjut kasus gizi buruk.

Kegiatan preventif adalah pemberian makanan tambahan pemulihan

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013 15

diberikan dalam bentuk makanan lokal, dengan resep-resep yang dianjurkan.

Kegiatan kuratif, berupa tatalaksana kasus gizi buruk baik dengan rawat

inap maupun rawat jalan, menggunakan protokol yang telah ditetapkan.

B. Tujuan

Tujuan dari kegiatan pembinaan gizi 2013 adalah meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi keluarga untuk meningkatkan status gizi ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita.

C. Sasaran Operasional

Sasaran operasional kegiatan pembinaan gizi masyarakat tahun 2013 mencakup 8 (delapan) indikator kinerja gizi yang terdiri dari 2 (dua) indikator kegiatan dan 6 (enam) indikator penunjang.

1. Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

a. 80% balita yang ditimbang berat badannya

b. 100% balita gizi buruk yang mendapat perawatan 2. Indikator Penunjang

a. 83% balita mendapat kapsul vitamin A

b. 75% bayi 0 – 6 bulan mendapat ASI Ekslusif

c. 93% ibu hamil mendapat Fe 90 tablet

d. 85% Rumah Tangga yang mengonsumsi garam beriodium

e. Penyediaan bufferstock MP-ASI untuk gizi darurat

f. Kabupaten dan Kota melaksanakan surveilans gizi

D. Strategi Operasional

1. Meningkatkan pendidikan gizi masyarakat melalui kampanye Gerakan Nasional Sadar Gizi serta penyediaan materi komunikasi,

informasi dan edukasi (KIE).

2. Meningkatkan koordinasi untuk pemenuhan kebutuhan obat gizi

(seperti: vitamin A, tablet Fe, mineral mix) melalui peran aktif

dalam keterpaduan penyusunan rencana kebutuhan, pemantauan ketersediaan obat gizi dan pencapaian cakupan.

3. Mengoptimalkan pemanfaatan dana BOK untuk pelayanan gizi, meliputi penyelenggaraan penyuluhan, pembinaan Posyandu,

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013

16

penyediaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan bagi balita gizi kurang dan ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK). 4. Meningkatkan integrasi pelayanan gizi dan pelayanan Kesehatan

Ibu dan Anak (KIA) pada ibu hamil berupa pemberian tablet Fe, skrining ibu hamil KEK, dan PMT ibu hamil KEK melalui bimbingan terpadu Gizi dan KIA secara berjenjang.

5. Meningkatkan kapasitas petugas melalui pembinaan dan

pelatihan pemantauan pertumbuhan, konseling menyusui,

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), tatalaksana gizi buruk, surveilans gizi, dan program gizi lainnya.

6. Peningkatan surveilans gizi melalui pengembangan sistem

jaringan informasi, pelacakan kasus dan respon cepat, serta penyebarluasan informasi.

Terkait dengan pemanfaatan dana BOK untuk pembinaan gizi di tingkat

puskesmas dan desa di dalam Pedoman Teknis BOK 2013 dituliskan beberapa kegiatan perbaikan gizi yang dapat didanai dari dana BOK sebagai berikut:

1. Upaya Kesehatan Prioritas (MDGs 1, 4, 5, 6 dan 7)

a. Pendidikan Gizi (penyuluhan gizi, konseling ASI & MP-ASI dan PMT Penyuluhan),

b. Pelayanan Gizi (penimbangan balita di posyandu, sweeping, pemantauan status gizi dan survei),

c. PMT Pemulihan Balita Gizi Kurang,

d. PMT Bumil KEK dan Tablet Fe (terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu hamil),

e. Pemberian vitamin A (terintegrasi dengan pelayanan kesehatan balita).

2. Upaya Kesehatan Lainnya

Upaya perbaikan gizi lainnya yang bersifat promotif dan preventif (seperti: pemantauan garam beriodium dan lain-lain).

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013 17

IV. KEGIATAN PEMBINAAN GIZI 2013

Dalam rangka mewujudkan pencapaian tujuan sasaran kegiatan pembinaan gizi dalam Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014 dan pencapaian 8 (delapan) indikator kinerja gizi, maka akan dilaksanakan beberapa kegiatan pokok yaitu:

1. Pendidikan Gizi dan Pemberdayaan Masyarakat 2. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Gizi 3. Suplementasi Gizi dan Alat Penunjang

4. Penanganan Gizi Buruk dan Kurang

5. Penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) 6. Surveilans Gizi

7. Dukungan Manajemen

Adapun penjelasan secara rinci dari beberapa kegiatan pokok tersebut adalah sebagai berikut:

A. Pendidikan Gizi dan Pemberdayaan Masyarakat

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan petugas dalam rangka memberikan pelayanan dan penanganan gizi yang berkualitas. Selain itu kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan perilaku masyarakat tentang gizi.

1. Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi

Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi adalah upaya

meningkatkan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan

secara terencana dan terkoordinasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat menerapkan gizi seimbang dalam kehidupan sehari-hari menuju manusia Indonesia prima.

Kegiatan Pokok Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi

a) Kampanye tingkat Nasional dan Daerah

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013

18

dan kabupaten/kota dalam rangka perencanaan, koordinasi dan evaluasi sehingga tercipta dialog untuk menggalang dukungan

c) Peningkatan pengetahuan gizi kepada ibu hamil, ibu menyusui, ibu balita, anak sekolah, remaja, lanjut usia dan

masyarakat umum melalui media poster, leaflet, spanduk, flyer dan baliho.

2. Sosialisasi Pencegahan dan Penanggulangan Stunting

Kegiatan sosialisasi ini bertujuan memperoleh pemahaman yang sama tentang penerapan pencegahan dan penanggulangan

stunting. Sasaran pesertanya adalah pemangku kepentingan dari

dinas kesehatan provinsi, lintas sektor dan lintas program. 3. Akselerasi Perbaikan Gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan

Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Stunting Kegiatan akselerasi ini bertujuan mempercepat status gizi dan

kesehatan ibu dan anak pada periode 1000 hari yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi

yang dilahirkannya dengan sasaran pemangku kepentingan dari

dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota serta lintas sektor dan lintas program.

4. Sosialisasi dan Advokasi Penanggulangan Masalah GAKI

Bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan dari lintas sektor terkait dalam penanggulangan masalah GAKI di

tingkat kabupaten. Salah satu output-nya adalah terbentuknya

Tim GAKI tingkat Kabupaten.

5. Advokasi Pengembangan Taburia Di 7 (Tujuh) Provinsi Terpilih Bertujuan untuk meningkatkan kepedulian atau dukungan dari penentu kebijakan di daerah terkait pelaksanaan pemberian taburia. Advokasi dilakukan di 7 (Tujuh) provinsi terpilih yaitu Provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.

6. Sosialisasi Surveilans Gizi Dan SMS Gateway.

Pada tahun 2012 telah dikembangkan aplikasi pelaporan kasus balita gizi buruk dengan SMS gateway. Untuk pelaksanaan aplikasi tersebut akan dilaksanakan sosialisasi, yang bertujuan untuk

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013 19

kasus balita gizi buruk dengan SMS gateway. Adapun sasaran

dari kegiatan ini adalah pengelola gizi tingkat Pusat, pengelola gizi

provinsi dan Perguruan Tinggi/Poltekes.

B.

Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Gizi

1. Pelatihan Fasilitator dan Petugas

Kegiatan ini bertujuan untuk menyiapkan tenaga kesehatan

yang terlatih dan kompeten dalam menyampaikan informasi dan

pengetahuan dalam bidang gizi, guna membantu masyarakat dalam meningkatkan status gizi.

Kegiatan peningkatan kapasitas pada tahun 2013 yang diselenggarakan adalah :

a. Pelatihan Training of Trainer (TOT) Penggunaan Standar Pertumbuhan Balita

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kemampuan teknis

profesi kesehatan dalam Standar Antropometri penilaian

status gizi dengan sasaran petugas kesehatan menggunakan

metode pelatihan berbasis kompetensi dengan teknik

pembelajaran bagi orang dewasa.

b. Peningkatan Kapasitas Fasilitator dalam Tatalaksana Gizi Buruk

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi tenaga kesehatan tentang

tatalaksana gizi buruk untuk menjadi fasilitator. Peserta pelatihan adalah pengelola gizi provinsi/kabupaten, dokter

spesialis anak dan ahli gizi di Rumah Sakit dari masing-masing daerah terpilih.

c. TOT Konselor Menyusui

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi tenaga konselor menyusui

untuk menjadi fasilitator. Peserta pelatihan adalah konselor

dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten terpilih.

d. TOT Konselor MP-ASI

Pelatihan konselor MP-ASI bertujuan untuk melatih konselor menjadi fasilitator, sasarannya adalah petugas yang sudah dilatih menjadi konselor MP-ASI dari Provinsi terpilih.

Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat TA 2013

20

e. Peningkatan Kapasitas Petugas Kesehatan Tentang Tatalaksana Kretin (GAKI)

Adapun tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan ketrampilan

tenaga kesehatan dalam tatalaksana kretin di daerah

endemik GAKI. Adapun pesertanya adalah pengelola gizi Provinsi dan Kabupaten serta Tim Asuhan Gizi di Puskesmas Terpilih.

2. Pembinaan teknis

a. Bimbingan Teknis dan Pendampingan

Dokumen terkait