• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

4.5. Perkembangan Pasar Modem: Usahatani Petani Sayuran

usaha tani sayuran yang dijalankan. Padahal pada kenyataannya di lapangan para petani sangat mengharapkan adanya penyuluhan mengenai usaha tani sayuran baik dari pihak pemerintah maupun swasta. Semua hal tersebut terjadi di petani kecil, sedangkan bagi petani besar dengan pengalaman yang cukup penyuluhan pertanian tidak terlalu dibutuhkan karena terkadang cara bertani yang disampaikan para penyuluh kurang tepat perlakuannya dibandingkan dengan metode yang telah diterapkan oleh para petani.

Masalah lainnya yang dihadapi para petani sayuran adalah fluktuasi harga sayuran yang tinggi dan cuaca yang tidak menentu sehingga menyebabkan tanaman mereka rusak. Dengan demikian menyebabkan para petani kesulitan dalam menaksir harga yang akan terbentuk di pasar, kecuali bagi petani besar dengan sarana dan prasarana yang menunjang serta pendidikan yang memadia, sedikitnya mampu untuk dapat memprediksi harga. Dengan harga yang tidak menentu ini berakibat pada keberhasilan petani dalam usahanya, karena tidak jarang terjadi harga jual hasil panen sayurannya hanya ditampung dengan harga yang sangat rendah sehingga menimbulkan kerugian. Jangankan mendapatkan keuntungan atau minimalnya kembali modal tetapi biaya-biaya yang sudah dikeluarkan untuk usaha tani mereka tidak tertutupi.

4.5. Perkembangan Pasar Modem: Usahatani Petani Sayuran

Secara makro, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran pasar modern telah mengancam eksistensi pasar tradisional. Ritel modern terus mengalami pertumbuhan yang pesat setiap tahunnya sehingga keberadaannya memang berpotensi sangat besar untuk menggerus ritel kecil/tradisional

42

terlebih lagi didukung dengan perubahan pola belanja dari masyarakat yang semakin modern dan semakin membutuhkan hadirnya ritel modern.

Dengan adanya perkembangan pasar modern pada dasarnya membukakan peluang pasar baru bagi para petani sayuran untuk memasarkan hasil panennya. Sebagian besar supermarket dan hypermarket telah mengembangkan pangsa pasar mereka pada sektor eceran dengan membuka cabang-cabang baru di berbagai kota besar di Indonesia dan memberikan alokasi yang semakin besar kepada pangsa makanan segar dan bernilai tinggi. Selain itu yang mendorong peluang pasar sayuran cukup menjanjikan adalah konsumsi makanan segar mengalami kenaikan. Konsumsi sayuran telah mengalami peningkatan walaupun pada tingkatan yang lambat dibandingkan dengan produk hortikultura lainnya. Konsumen menjadi semakin sadar dan peka tentang kesehatan maupun keamanan makanan.

Meskipun peluang pasar sayuran cukup terbuka luas, namun bukan berarti petani sudah berhasil secara maksimal menembus semua peluang pasar tersebut. Pada umumnya petani menjual hasil produksi sayurannya kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul datang ke petani, bukan petani yang membawa hasil produksinya ke pedagang. Petani biasanya berhubungan dengan pedagang tertentu dan hubungan itu lebih didasarkan atas saling kepercayaan. Tidak semua petani menjual kepada pedagang, beberapa petani memiliki kontrak dengan pasar modern seperti Griya dan Superindo. Ada juga petani yang menjual kepada petani besar (titip jual) yang umumnya sudah memiliki jaringan pemasaran yang baik.

Pedagang pengumpul menjual sayuran kepada pedagang-pedagang besar di pasar Induk atau pasar-pasar tradisional besar yang umumnya berada di kota-kota

43

besar. Pedagang pengumpul biasanya sudah memiliki langganan tertentu di pasar induk tersebut. Pedagang besar di pasar induk ini menjual kepada sesama pedagang di pasar induk atau agen yang nantinya akan memasok ke industri ataupun pasar modern lainnya seperti supermarket dan hypermarket. Supermarket pun memperoleh sayuran dari supplier yang telah ditunjuk berdasarkan kontrak tertentu.

Berdasarkan pada uraian di atas menunjukkan bahwasannya sebagian besar petani belum mampu untuk menembus pasar modern. Kalaupun sayuran tersebut sampai masuk ke pasar modem (supermarket dan hypermarket), hal itu terjadi setelah melalui saluran pemasaran yang panjang. Dengan demikian maka share penjualan yang diterima oleh para petani nilainya kecil, karena share penjualan tersebut lebih banyak dinikmati oleh para pedagang perantara. Pasar modern hanya mampu ditembus oleh para petani organik dan petani besar.

Hasil dari penelitian di lapangan bahwasannya para petani organik mampu bertahan dalam melakukan pasokan ke pasar modern adalah sikap mental dalam menghadapi risikonya lebih besar dibandingkan dengan para petani anorganik. Selain itu didorong oleh alasan awal kenapa mereka memilih segmen pertanian organik adalah karena adanya pasar modem, karena hasil dari pertanian organik harga jualnya tidak akan masuk kalau harus dipasarkan ke pasar tradisional. Para petani organik pun mampu mengadapi tantangan dalam mendobrak alur birokrasi yang cukup kompleks dalam prosedural kontraknya.

Pasar modern pun dapat ditembus oleh para petani anorganik. Petani anorganik yang mampu memasok ke pasar modem adalah para petani besar yang

44

umumnya merangkap sebagai bandar. Karena syarat yang diajukan untuk mampu menembus pasar modern adalah kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang stabil, petani besar mampu menjaga hal tersebut sedangkan kalau petani kecil tidak bisa menjaga kestabilan dari ketiga syarat tersebut. Ketika memasarkan ke pasar modem sebenamya lebih memberikan jaminan kepastian harga. Meskipun demikian para petani tersebut tidak mampu mempertahankan kerjasama dengan pasar modem dikarenakan tidak kuatnya para petani dalam menjalani prosedur yang cukup rumit dari pihak pasar modem.

Para petani merasa ribet dengan syarat-syarat yang diajukan oleh pasar modem. Dari segi tahapan kerja yang harus dilakukan para petani pun lebih kompleks karena harus melakukan tahapan sortasi dan grading. Oleh karena itu petani harus menambah jumlah tenaga untuk melakukan proses tersebut, sehingga berakibat pula pada penambahan biaya yang harus dikeluarkan. Artinya dengan jaminan harga yang diberikan lebih baik daripada pasar tradisional pun tidak menjamin keuntungan para petani meningkat karena seiring dengan itu biaya yang dikeluarkan pun bertambah. Selain itu dengan adanya kerja sama dengan pasar modem yang hanya menerima barang dengan kualitas tinggi (grade A) menyebabkan petani kesulitan untuk memasarkan sayuran sisa (grade B dan C). Hal itu menyebabkan petani harus melakukan dua kali negosiasi dengan saluran pemasaran yang berbeda, sehingga waktu mereka tidak efisien dan tidak efektif. Dengan demikian para petani lebih memilih untuk kembali memasarkan sayurannya ke pasar tradisional.

45

Faktor lain yang menyebabkan para petani anorganik memutuskan hubungan kerja sama dengan pasar modern adalah sistem pembayaran yang dilakukan pasar modem dengan sistem giro. Sistem giro itu paling cepat bisa cair dalam jangka waktu dua minggu, bahkan ada yang menerapkan sistem pembayaran dengan cara order akan dibayar setelah memasok barang empat kali dan order yang dibayamya tersebut adalah hanya order yang pertama sedangkan yang tiga sisanya akan dibayar kemudian sesuai dengan sistem pembayaran sebelumnya. Dengan sistem pembayaran yang seperti itu membuat petani kesulitan untuk melanjutkan usaha tani mereka karena modal yang dimilikinya terbatas apabila terjadi penangguhan pembayaran hasil panen.

Perkembangan pasar modem dapat dikatakan berpengaruh secara langsung terhadap usaha tani para petani organik karena hanya pasar modem yang mampu menjangkau harga dari sayuran organik. Sedangkan bagi pertanian anorganik keberadaan pasar modem berpengaruh secara tidak langsung karena setelah sayuran tersebut masuk pasar induk maka akan disalurkan kembali ke pasar tradisional di tingkat kabupaten/kecamatan atau dijual ke pasar modem. Sehingga dengan semakin berkembangnya pasar modem maka permintaan sayuran dari petani pun akan meningkat.

Berdasarkan dari hasil penelusuran di lapangan ditemukan bahwa salah satu dari petani responden dalam penelitian ini pemah mengekspor sayurannya ke malayasia dan singapura selama 8 tahun (1995-2003). Aktivitas ekspor ini tidak berlanjut terus sampai sekarang karena produk sayuran dari Indonesia kalah

46

bersaing dengan Negara lain terutama Thailand. Salah satu penyebabnya yaitu terlalu besarnya residu pestisida yang terkandung dalam sayuran dari Indonesia.

47 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Keberadaan pasar modern baru dapat di respon dengan baik oleh para petani organik, sedangakan para petani anorganik belum dapat meresponnya secara total. Karena prosedur yang diajukan oleh pasar madern terlalu rumit untuk dapat ditembus oleh para petani anorganik yang notabene modalnya tidak terlalu kuat.

2. Adanya permintan sayuran bagi pasar modem berdampak baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap usaha tani para petani. Berdampak langsung terhadap permintaan sayuran organik dan tidak langsung berpengaruh terhadap permintaan sayuran anorganik. Pada dasamya dengan berkembangnya pasar modem membukakan peluang baru bagi pangsa pasar sayuran.

5.2. Saran

1. Pemerintah atau pihak swasta yang berkepentingan dengan usahatani sayuran hendaknya menyediakan bantuan modal dalam bentuk kredit tanpa anggunan atupun pinjaman modal dengan tingkat suku bunga yang rendah. 2. Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap produk sayuran dalam negeri seyogyanya pemerintah mampu mengatur dan melakukan pembatasan dalam penjualan benih sehingga pasokan sayuran akan tersedia dengan cukup dan harga akan stabil.

48

Dokumen terkait