• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Pengunaan Iket Sunda sebagai Pelengkap Busana Tradisional Pria di Wilayah Parahyangan

Istilah busana merupakan bagian dari istilah Fashion di Indonesia. Istilah fashion dalam bahasa Indonesia merupakan busana, pakaian dan baju. Sementara itu istilah busana tradisional (costume) merupakan bagian dari istilah fashion. Dalam kamus Bahasa Indonesia (2003:597) diartikan sebagai pakaian khusus (dapat pula merupakan pakaian seragam) bagi perseorangan, regu olahraga, rombongan, kesatuan dan dalam upacara, pertunjukan, dan sebagainya. Costume dapat pula merupakan pakaian nasional atau baju, sedangkan dalam Advanced Learner’s Dictionary (2000:82) disebutkan:

(n) The clothes worn by people from a particular place or during a particular historical period, (n) the clothes worn by actors in a play or film/ movie, or worn by somebody to make them look like something else, (British English) informal.

costume), busana barat (west costume), dan busana muslim (moslem costume). Dari pengertian-pengertian di atas, busana tradisional merupakan busana yang menunjukkan identitas kelompok tertentu.

Tradisional dalam kamus bahasa Indonesia (2003:1208) merupakan sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun, atau menurut tradisi, sedangkan tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat, sebagai penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Tradisi tergolong sebagai folklor bukan lisan, termasuk salah satu di dalamnya adalah aturan berbusana. Pemakaian iket dalam busana Sunda merupakan tradisi yang tergolong folklor bukan lisan.

Judistira K. Garna (1996:186) menyebutkan:

tradisi adalah kebiasaan sosial yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialisasi. Tradisi menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa yang salah menurut warga masyarakat. Konsep tradisi itu meliputi pandangan dunia (worldview) yang menyangkut kepercayaan tentang masalah kehidupan dan kematian serta peristiwa alam dan makhluknya atau konsep tradisi itu berkaitan dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai, dan cara serta pola berpikir masyarakat.

Sedangkan Mursal Esten (1999:22) seperti yang dikutip dari Soebadio (1983) menyebutkan bahwa:

tradisi adalah kebiasaan turun temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Tradisi memperlihatkan bagaimana anggota masyarakat bertingkah laku, baik dalam kehidupan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib atau keagamaan. Di dalam tradisi diatur bagaimana manusia berhubungan dengan manusia yang lain atau satu kelompok manusia dengan kelompok manusia yang lain, bagaimana manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana perilaku manusia terhadap alam yang lainnya. Ia berkembang menjadi suatu sistem, memiliki pola dan norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran dan penyimpangan.

Mursal Esten juga menjelaskan bahwa sebagai sistem budaya, tradisi akan menyediakan seperangkat model untuk bertingkah laku yang bersumber dari

sistem nilai dan gagasan utama atau vital. Sistem nilai dan gagasan utama ini akan berwujud dalam sistem ideologi, sistem sosial dan sistem teknologi. Sistem ideologi meliputi etika, norma dan adat istiadat. Sistem ideologi berfungsi memberikan pengarahan atau landasan terhadap sistem sosial yang meliputi hubungan dan kegiatan sosial masyarakat. Unsur terkecil dari sistem tradisi adalah simbol. Dari pengertian di atas, busana merupakan salah satu unsur dalam sistem nilai dan merupakan simbol tradisi, termasuk iket Sunda sebagai salah satu unsur pelengkap busana.

Busana tradisional merupakan bagian dari tata busana secara keseluruhan. Pengelompokan busana menurut Endang Caturwati (1996:31) dapat dikelompokkan menjadi tata busana sehari-hari, tata busana khusus, tata busana pertunjukan dan tata busana tari. Iket sebagai salah satu kelengkapan berbusana pria ada pada setiap kelompok tata busana yang disebutkan di depan.

Busana sehari-hari adalah busana yang dipakai untuk kegiatan sehari-hari baik untuk di rumah maupun untuk ke luar rumah seperti ke sekolah, ke kantor, ke mesjid dan berbagai busana seragam dinas.

Busana khusus adalah busana yang dipergunakan pada peristiwa khusus tertentu dan mungkin juga tempat atau daerah tertentu seperti busana tradisional yang telah mulai langka dipakai dalam kegiatan sehari-hari. Jenis busana ini antara lain busana adat, busana daerah, busana pengantin daerah dan seragam khusus untuk upacara adat tertentu.

Busana pertunjukkan merupakan jenis busana yang khusus dibuat untuk tujuan pertunjukan. Ide busana ini berasal dari busana sehari-hari dan busana khusus atau juga hasil desain seniman pertunjukan yang dirancang khusus sesuai kebutuhan pentas dengan pertimbangan estetik. Sedangkan busana tari merupakan busana yang pada umumnya merupakan busana yang dipakai untuk mendukung tarian

dan bertujuan untuk lebih membantu si penari mendekatkan dirinya pada peran yang dibawakannya.

Pada dasarnya pengelompokkan busana di atas berlaku pada busana daerah maupun busana moderen. Busana daerah pada dasarnya menunjukkan busana yang menunjukkan suatu wilayah etnik tertentu yang menampilkan ciri khas tersendiri suatu daerah. Dalam lingkup busana daerah, dikenal pula busana tradisional dan busana adat.

Menurut Endang Caturwati13 yang menjadi patokan waktu tradisi di Sunda adalah masa di mana masuknya pengaruh kebudayaan Mataram dalam lingkungan masyarakat Sunda. Pada masa itu telah dapat dideteksi segala yang menjadi patokan dalam berbudaya, sedangkan Onong Nugraha (1991:1) menjelaskan bahwa:

yang dimaksud dengan kata tradisional adalah sifat-sifat yang mengandung pengertian :

1. Kesinambungan secara turun temurun melalui berbagai generasi (kontinuitas).

2. Sakral, yaitu mengandung makna yang asosiatif dengan tidak boleh dilanggar.

3. Simbolik, yaitu mengandung makna yang asosiatif dengan nilai yang diharapkan dan bersifat psikologis.

4. Khususnya dalam seni, tradisional mengandung upaya stilasi.

Berdasarkan pengertian di atas, iket sebagai unsur pelengkap busana pria bersifat tradisional karena secara berkesinambungan di turunkan pada setiap generasi masyarakat Sunda untuk dipakai sebagai kelengkapan berbusana walaupun pada saat ini mengalami berbagai pergeseran fungsi dan makna. Iket Sunda memiliki makna baik dari segi bentuknya, ukuran kain, motif kain yang digunakan dan fungsinya. Karena kesakralannya itu maka Iket Sunda merupakan simbol dalam kehidupan masyarakat Sunda. Rahmat Taufiq Hidayat (2005:59) menjelaskan:

13

Endang Caturwati, Salah satu staf pengajar di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) yang khusus mengajar bidang tata busana tari pada wawancara tanggal 12 Juni 2006.

upama urang nengetan cara urang Sunda diiket atawa maké totopong, apan béda jeung cara maké totopong sélér séjén. Iket barangbang semplak atawa kékéongan (anu ku urang kanekes Banten sok disebut borongsong kéong), anu sok disetelkeun jeung kamprét sarta pangsi, apan identik jeung rigig urang Sunda.

(seandainya kita perhatikan cara orang Sunda menggunakan iket atau totopong akan berbeda dengan cara memakai iket suku bangsa lain di Indonesia. Iket Barangbang semplak atau kékéongan (yang disebut Borongsong kéong oleh masyarakat Kanekes Banten) yang padanannya kamprét serta pangsi akan identik dengan bahasa tubuh orang Sunda)

Busana tradisional pria Sunda pada umumnya dapat diurutkan mulai untuk kesempatan sehari-hari sampai untuk kesempatan khusus adalah sebagai berikut: a. Tutup kepala : Iket

Bendo

Peci/kopéah

Sorban b. Busana bagian atas : Baju kutung

Kamprét

Baju tutup biasa Baju takwa

Jas tutup

Jas buka dengan rompi dan dasi c. Busana bagian bawah : Celana ¾ (sontog/ séréwal)

Calana komprang Sarung polékat

Kain panjang (sinjang kebat)

Pantalon

d. Alas kaki : Salampak Bakiak Gamparan Tarumpah Sandal Selop Sepatu pantoffel

Gambar III. 98 Contoh busana tradisional pria Sunda dari kalangan cacah atau somah yang terdiri dari kamprét warna putih atau hitam, celana séréwal putih atau hitam, dan totopong

(Sumber: Kompas, Rabu 5 April 2006: G)

Gambar III. 99 Contoh alas kaki tradisional Sunda (Gamparan) yang dipakai cacah atau somah

Busana bagian atas untuk pria di Sunda dari kalangan Somah banyak jenisnya, di antaranya salontréng, kamprét, sampir, baju takwa, dan séréwal. Ketika pengaruh Islam datang, busana Sunda khususnya busana untuk pria ditambah baju takwa dan séréwal dengan tujuan untuk menutup pusar sebab kamprét sering tidak ada kancingnya sedangkan séréwal menutupi bagian bawah hingga pertengahan betis.

A B

Gambar III. 100 A. Kamprét, B. Baju Kurung atau Salontréng (Sumber: Endang Caturwati, 1996:130-131)

Gambar. III. 101 Baju takwa (Sumber: Kompas, Rabu 5 April 2006:G)

Gambar III. 102 Sampir

(Sumber: Cornelia Jane Benny S., 1988:76)

Dalam kehidupan masyarakat Sunda, tata kehidupan senantiasa dipengaruhi oleh bahasa dan latar kehidupan masa lampau yang telah berakar, sehingga kehidupan yang bercorak kefeodalan sebagai tempaan masa lalu sangat terasa, dengan adanya struktur kehidupan yang sedikit banyaknya mempengaruhi cara berbusana di samping sikap hidup di dalamnya terutama setelah datangnya pengaruh Mataram dengan pemakaian undak usuk basa yaitu tingkat-tingkat sosial bahasa dalam masyarakat. Bahasa Sunda yang lazim dipergunakan mengandung unsur tingkatan nilai kebahasaan sejalan dengan pelapisan sosial yaitu dengan adanya basa kasar, basa sedeng dan basa lemes, kadang-kadang terdapat juga basa lemes pisan dan basa kasar pisan. Pemakaian tingkat bahasa ini ternyata tidak membedakan arti dari setiap kata namun hanya membedakan tingkat-tingkat sosial dari si pelaku yang menyandang kata tersebut. Pemakaian tingkat bahasa ini sejalan dengan pemakaian tingkatan berbusana khususnya pada jenis-jenis busana yang dipakai oleh pemakainya.

Pelapisan sosial itu cenderung meruncing setelah pemerintah Kolonial Hindia Belanda berkuasa di Pasundan atau Parahyangan. Lapisan ménak dan cacah sengaja dipertajam antara lain perbedaan dari segi kehidupan sosial yang sangat mencolok. Golongan ménak mempunyai kedudukan dalam pemerintahan dianggap sebagai lapisan masyarakat yang paling tinggi dan mereka selalu

berbangga diri dengan predikatnya itu, sehingga lapisan cacah tetap dalam posisi rendah. Golongan ini di antaranya pedagang kecil, petani, buruh tani, dan buruh lain pada umumnya. Perbedaan dalam pelapisan sosial ini secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh kepada cara dan bentuk busana yang dipakai masyarakat Sunda.

Iket dalam busana daerah Sunda dipakai untuk busana tradisional pria sehari-hari pada umumnya dipakai oleh rakyat kebanyakan atau somah. Hal ini sesuai pernyataan yang dikemukakan Haryoto Kunto dalam salah satu situs internet dalam artikel Ki Sunda tentang pribahasa jauh ka bedug 14 bahwa :

″… aya paribasa nu dianggo jauh ka bedug nu hartosna jalmi anu kirang térang tata titi urang kota atawa dina basa loma mah kampungan. Ceuk Haryoto Kunto, istilah ieu mecenghul jalaran baheula mah mesjid téh ngan aya di kota, tempat para ménak atawa priyayi anu térang tata titi caricing. Ari urang lembur mah, kulantaran jauh ka bedug (nu hartina jauh ka kota) biasana teu bisaeun tata titi urang kota, nyarios ngango basa Sunda biasa (sanés basa Sunda lemes) lentongna béda jeung nganggo iket Barangbang Semplak sanés bendo″.

(ada pribahasa yang digunakan yaitu jauh ka bedug yang artinya orang yang kurang tahu tatakrama orang kota atau dalam bahasa populer disebut kampungan. Haryoto Kunto mengatakan istilah ini muncul karena pada jaman dahulu mesjid hanya ada di kota, tempat para priyayi dan bangsawan yang tahu tatakrama tinggal menetap. Orang kampung karena jauh ke mesjid atau jauh ke kota biasanya tidak mengerti tatakrama orang kota, bicara menggunakan bahasa Sunda biasa yang termasuk kasar dengan logat yang berbeda dan menggunakan iket barangbang semplak bukan bendo sebagai pelengkap dalam berbusana).

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pemakaian iket pada masyarakat Sunda mengalami penyempitan makna seolah-olah hanya merupakan busana rakyat kebanyakan yang tinggal diperkampungan, hidup tertinggal dan jauh dari memajuan zaman. Padahal sebelumnya, golongan ménak sebelum menggunakan bendo mereka menggunakan iket yang disebut udeng berupa bendo damelan sebagai tutup kepalanya kemudian dikenal Ketu Udeng sebagai bendo citak.

14

Menurut Nina H. Lubis (1998:179) cara berbusana kaum bangsawan merupakan perwujudan statusnya sebagai elite yang menduduki jabatan tertinggi dalam stratifikasi sosial. Pada dasarnya busana yang dikenakan mereka pada abad ke-19 hingga awal tahun 1942 merupakan gaya busana yang sudah berlaku turun temurun, hanya saja pemerintah kolonial kemudian menertibkannya melalui peraturan-peraturan khususnya untuk para pejabat pangrehpraja. Disebutkan bahwa menak (pria) Sunda dalam berbusana adalah sebagai berikut:

………. Ari mungguh pamegetna, Panganggona ménak kuring, Sinjang gincu sabuk jamlang, Nyorén duhung tébéh gigir,

Raksukan senting purikil, Poléng atawa cit salur, Nu pang alusna Madras, Sarta tara nganggo lapis,

Ari lain midang atawa angkat mah.

Udeng wedal Sukapura, Batik hideung Sawungguling, Mun soga Gunawijaya, Atawa Gambir Saketi, Modang beureum katumbiri, Dasar koneng hurung ngempur, Carécét konéng Benggala, Mungguhing di cacah-cacah, Totopong balangkrang sisi, Sabuk sateng nyorén gobang.

(memakai kain gincu bersabuk jamblang dengan keris tersengkelit di pinggang agak menyamping, berbaju senting yang ketat terbuat dari kain poléng atau kain lurik dan yang terbagus adalah kain Madras. Déstar (udeng) terbuat dari kain hitam sawunggaling atau soga gunawijaya atau gambir saketi, bisa juga modang merah bagai pelangi dengan dasar kuning terang. Busana dilengkapi saputangan benggala dihiasi rantai dan batu-batu. Gamparan (alas kaki) terbuat dari kayu dengan pasak dari tanduk.)

Namun busana masyarakat Sunda dewasa ini umumnya sangat sulit dibedakan dengan busana suku bangsa Indonesia yang lain bahkan dengan bangsa lain. Dengan berkembangnya mode busana sepanjang waktu dan perubahannya sangat

cepat menyebabkan masyarakat Sunda mengubah kebiasaan leluhurnya dalam hal berbusana. Akan tampak identitas etnik Sunda dalam berbusana apabila pada upacara-upacara adat.

Iket merupakan tutup kepala yang dipakai dengan cara diikatkan pada kepala. Untuk dapat memakaikan iket pada kepala anggota badan yang ikut berperan selain kepala adalah kedua tangan, lutut, dan jari kaki. Seperti tampak pada gambar, apabila memakai pada saat pemakai berada pada posisi duduk di kursi lutut memegang dan menarik ke dua ujung kain. Namun apabila duduk di lantai bagian badan yang memegang dan menarik kedua ujung.

Gambar III. 103 Cara memakai iket apabila duduk di kursi

(Sumber : Dok. 2006)

Gambar III. 104 Cara memakai iket apabila duduk di lantai kain dijepit dengan ibu jari kaki

Pada perkembangannya pemakaian iket Sunda saat ini sudah jarang dipakai sebagai busana sehari-hari, terutama di kota besar pemakaian iket bercorak tradisional sudah langka. Penggunaannya kini hanya digunakan untuk busana pada kesempatana khusus, busana pertunjukan, dan busana tari saja yaitu pada saat pertunjukan kesenian tradisional non tari, yang antara lain seperti yang diungkapkan Onong Nugraha (1991:2-3) bahwa seni pertunjukan non-tari di Jawa Barat meliputi berbagai teather seperti sandiwara Sunda, purna drama, gending karésmén, banjét, longsér, ronggéng gunung, réog, dan calung. Lebih lanjut dijelaskan bahwa:

bagian-bagian busana pada busana pertunjukkan non-tari khususnya busana pada bagian kepala jenis-jenisnya meliputi tata rambut atau coiffure yaitu corak tata rambut dengan sanggul, rambut terurai dengan atau tanpa cemara (wig), iket, udeng, makuta, siger, diadem dan lain-lain. Pada kelompok seni pertunjukan ini baik rias maupun busananya mengambil gaya tradisional, meskipun sering terdapat pengembangan.

Secara terperinci Miya Sudrajat15 menjelaskan bahwa busana pertunjukan kesenian pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Busana tari, terdiri dari penataan busana yang terbagi menjadi: • Busana yang mengacu kepada busana wayang

• Busana yang mengacu kepada busana kesenian rakyat • Busana yang mengacu kepada busana ronggeng • Busana yang bersifat transisi

b. Busana drama

• Busana tokoh wayang dan busana yang mengacu kepada cerita wayang • Busana yang mengacu kepada cerita babad dan cerita pantun

• Busana yang mengacu kepada kesenian tradisional

Kesenian tradisional contohnya adalah banjet karawang, topeng Cisalak, longsér dan ronggéng gunung. Selain itu réog dogdog, badud angklung dan badéng dari Garut. Pada réog dogdog yang menonjol pada busananya adalah iket dan sarung yang dililitkan pada pinggang sebagai pengikat dogdog. Iket dan sarung menjadi ciri khas dari kesenian rakyat ini. Sedangkan pada badéng yang menonjol adalah iket dan dogdog lojor dan pada banjét karawang yang menonjol adalah menggunakan kupluk jantuk.

15

Miya Sudrajat, stap pengajar di Sekolah Tinggi Seni (STSI) dalam wawancara tanggal 26 Mei 2006 di Jl. Lengkong Besar no. 109 Bandung

c. Busana pertunjukkan lain

Termasuk di dalamnya sandiwara Sunda dan purna drama. Dalam sandiwara Sunda terdapat busana cerita roman, desik (de scheik) yang bersumber pada cerita seribu satu malam dari Persia. Busana wayang dan busana cerita babad dengan busana raja, senopati, puteri, emban dan pandita.

Dokumen terkait