HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Perkembangan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita, Upah Minimum
3. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kota Makassar
61
suatu daerah dapat tergambarakan dari nilai pertumbunhan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang sekaligus juga mencerminkan potensi ekonomi yang
dimiliki oleh daerah tersebut. Produk Domestic Regional Bruto merupakan nilai dari
seluruh barang dan jasa yang di produksi oleh suatu daerah dalam kurun wakru
tertentu, biasanya satu tahun tanpa membedakan kepemilikan faktor-faktor produksi
yang digunakan dalam proses produksi itu.
Nilai dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dihitung melalui
tiga pendekatan, sebagai berikut :
1. Segi produksi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah netto atas barang
dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan biasanya
dalam jangka waktu terentu (1 tahun).
2. Segi pendapatan
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa (pendapatan) yang
diterima oleh faktor-faktor produksi karena ikut sertanya dalam proses produksi
dalam suatu wilayah dengan jangka waktu tertentu.
3. Segi pengeluaran
Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan
oleh rumah tangga, pemerintah dan lembaga swasta non profit, investasi serta
ekspor netto (ekspor dikurang impor) yang biasanya dilihat dalam jangka waktu
Dalam pengajiannya, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selalu
dibedakan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Adapun defenisi
dari pembagian Produk Domestik Regional Bruto tersebut adalah sebagai berikut :
1. Produk Domestik Regional Bruto atas harga berlaku adalah jumlah nilai barang
dan jasa (komoditi) atau pendapatan, atau pengeluaran yang dinilai sesuai sesuai
dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan, termasuk
memperhatikan keadaan inflasi yang sedang terjadi saat ini.
2. Produk Domestik Regional Bruto Bruto atas dasar harga konstan adalah nilai
barang dan jasa (komoditi) atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai
berdasarkan harga pada tahun dasar.
Dalam penilitian ini kategori Produk Domestik Regional Bruto yang
dipergunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan 2000 periode tahun 2005-2016
yang dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar (PDRB) Harga Konstan 2000 di Kota Makassar
63
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2017
Berdasarkan Tabel 4.5, menyatakan bahwa PDRB atas dasar harga konstan
tahun 2000 di Kota Makassar dilihat pada tahun 2016 menunjukkan jumlah PDRB
atas dasar harga konstan paling tinggi senilai Rp.13.561.827, dimana
pertumbuhannya mencapai 10,52% dan yang paling rendah terjadi pada tahun 2005
hanya sebesar sebesar Rp. 10.492.540 tingkat pertumbuhannya sebesar 7,23%
menurun dari tahun sebelumnnya. Hal ini di karenakan pada tahun 2005 bangsa
Indonesia dihadapkan pada persoalan kenaikan harga minyak dunia yang memaksa
pemerintah untuk mengambil keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM).
Dimana hal tersebut juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Kota
Makassar tahun 2005 yang cenderung melambat. Hal ini sesuai dengan riset yang
(MilyarRupiah) (%) 2005 10.492.540 - 2006 11.341.848 8.09 2007 12.261.538 8.10 2008 13.561.827 10.6 2009 14.798.187 9.12 2010 16.252.451 9.83 2011 17.820.697 9.65 2012 19.582.060 9.88 2013 21.237.227 8.91 2014 22.903.626 7.39 2015 24.607.656 7.49 2016 95.836.980 7.99
dilakukan oleh Ilham Akbar M.64 Dimana pada tahun 2008 kenaikan PDRB atas
harga konstan Kota Makassar mengalami kenaikan yang paling besar. Dimana PDRB
Kota Makassar sebesar 13.561.827 atau mengalami kenaikan sebesar 10,52 persen
dari tahun sebelumnya. Dengan meningkatnya PDRB Kota Makassar ini menunjukan
bahwa akivitas perekonomian Kota Makassar mengalami perkembangan.
C. Hasil Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
Analisis uji prasyarat dalam penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik
sebagai salah satu syarat dalam menggunakan analisis regresi. Adapun pengujiannya
dapat dibagi dalam beberapa tahap pengujian, yaitu:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dengan grafik Normal P-Plot akan membentuk satu garis lurus
diagonal, kemudian plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika
distribusi normal garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti
garis diagonalnya. Uji normalitas dengan melihat grafik normal P-Plot sebagaimana
dengan terlihat dalam gambar 4.1
Gambar 4.1 Grafik Histogram
64 Ilham Akbar M , Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Upah Terhadap Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja Wanita Kota Makassar Periode 2000- 2009. Fakultas Ekonomi. Universitas
65
Sumber: SPSS 21 data diolah, Tahun 2017
Sumber: SPSS 21 data diolah, Tahun 2017
Dari gambar 4.2 Normal Probability Plot, menunjukkan bahwa data menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal sehingga menunjukkan
pola distribusi normal, jadi dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas telah
terpenuhi dan layak dipakai untuk memprediksi tingkat partisipasi angkatan kerja
berdasarkan variabel bebasnya.
b. Uji Multikolinieritas
Uji ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antara variabel independen. Model yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi yang tinggi diantara variabel bebas. Tolerance mengukur variabilitas variabel
bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya.
Berdasarkan aturan Variance Inflation Factor (VIF) dan tolerance, maka apabila VIF
melebihi angka 10 atau tolerance kurang dari 0,10 maka dinyatakan terjadi gejala
multikolinieritas. Sebaliknya jika nilai VIF kurang dari 10 atau tolerance lebih dari
0,10 maka dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinieritas.
Tabel 4.6 Uji Multikolinieritas
coefficientsa
Model Collinearity Statistic
Tolerance VIF
67
Upah (X1)
,985 1,015
Pertumbuhan Ekonomi (X2)
,985 1,015
Sumber: SPSS 21 data diolah, Tahun 2017
Berdasarkan Tabel 4.6, maka dapat dilihat bahwa nilai VIF untuk
masing-masing variabel upah minimum kota dan pertumbuhan ekonomi nilai VIF nya < 10
dan nilai toleransinya > 0,10 sehingga model dinyatakan tidak terjadi
multikolinieritas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED
dengan residualnya SRESID, dimana sumbu y adalah y yang telah diprediksi dan
sumbu x adalah residual (y prediksi–y sesungguhnya) yang telah di studentized.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur, maka mengidentifikasikan telah tejadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Adapun hasil gambar uji heteroskedastisitas yang didapat dari pengolahan
data menggunakan SPSS versi 21, dapat dilihat pada gambar 4.3. Dari gambar 4.3
suatu pola tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0
pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi,
sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi pengaruh variabel
berdasarkan masukan variabel independennya.
Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas
Sumber: SPSS 21 data diolah, Tahun 2017
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi diantara anggota-anggota dari
serangkaian observasi yang berderetan waktu. Uji autokorelasi digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya penyimpangan korelasi antara residual satu pengamatan
69
mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dengan melakukan pengujian nilai Durbin
Watson (DW test). Jika nilai DW lebih besar batas atas (du) dan kurang dari jumlah
variabel independen, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi. Uji
autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted
R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 ,808a ,652 ,575 ,04936 1,814
Sumber: SPSS 21 data diolah, Tahun 2017
Pada Pabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson menunjukkan nilai
1,814 maka dapat disimpulkan bahwa koefisien bebas dari gangguan autokorelasi.