hitam di rumah kaca
Rancangan percobaan
Percobaan terdiri dari dua faktor perlakuan yang disusun menggunakan rancangan acak kelompok empat ulangan. Faktor I adalah varietas kedelai hitam: Detam 1 (V1) dan Detam 2(V2), sedangkan faktor II adalah perlakuan invigorasi pada benih: kontrol (11), matriconditioning (I2), inokulan (I3) dan
matriconditioning plus inokulan (I4). Sumber benih
Benih kedelai hitam varietas Detam 1 dan Detam 2 yang digunakan penelitian berasal dari UPBS Balitkabi yang telah disimpan selama 7 bulan. Penyimpanan dilakukan dengan mengemas benih dalam plastik kedap udara dan diletakkan di dalam cool storage bersuhu 10 – 14oC dengan kelembaban sekitar 60%.
Perlakuan invigorasi
Arang sekam sebagai bahan matriconditioning digerus dan diayak dengan ayakan berukuran 0,5 mm. Perbandingan benih, arang sekam dan air yang digunakan adalah 9:6:7. Perlakuan matriconditioning dilakukan selama 12 jam sebelum tanam, sedangkan Rhizobium dalam inokulan komersial ditambahkan dengan dosis sesuai anjuran. Untuk perlakuan Rhizobium komersial tanpa
matriconditioning dilakukan inokulasi benih sesuai cara dan dosis anjuran (50 g/8 kg benih, benih dibasahi dengan air kemudian inokulan dicampurkan). Inokulan komersial yang digunakan mengandung Rhizobium, bakteri pelarut P, bakteri penghasil fungisida dan bakteri endofitik, berasal dari Balai Penelitian Tanah Bogor.
Penanaman di rumah kaca
Tanah dikeringanginkan, dihancurkan dan diisikan pada pot berukuran satu kg. Semua perlakuan dipupuk dasar Urea, KCl, SP18, kapur pertanian (menurut Mustafa et al. (2010) mengandung CaCO3
Benih ditanam dua biji per pot dan dilakukan penjarangan pada umur 7 hari setelah tanam (HST) hingga tersisa satu tanaman sehat per pot. Tanah disiram menggunakan air steril untuk menjaga kontaminasi dengan Rhizobium eksogen. Pengendalian hama ulat grayak (Spodoptera litura) dan kutu kebul (Bemicia tabacci) menggunakan insektisida Decis, Kelthane dan Matador (bahan aktif deltametrin, dikofol dan imidakloprit) yang masing-masing dilakukan setiap tujuh hari sekali dengan dosis sesuai anjuran. Selama percobaan tanaman tidak terserang penyakit sehingga tidak tidak dilakukan pengendalian.
) dan pupuk kandang kotoran ayam masing-masing 0.03, 0.05, 0.1, 0.25, dan 0,5 g/pot. Pupuk kandang dan kapur pertanian (kaptan) diberikan satu minggu sebelum tanam dan disiram agar proses ameliorasi berjalan sempurna, sedangkan pupuk KCl, SP36, dan Urea diberikan pada saat tanam.
Pengamatan
Pengamatan tinggi tanaman dan kadar klorofil daun dilakukan pada umur 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST. Pengamatan kadar klorofil daun
dilakukan pada daun pucuk yang telah mekar sempurna menggunakan alat klorofil meter tipe SPAD-502 (Gambar 2). Jumlah dan bobot kering bintil akar, bobot kering brangkasan dan kadar N tanaman diamati pada tanaman yang dipanen umur 35 HST. Pengambilan bintil akar dilakukan dengan mencabut tanaman secara hati-hati kemudian membersihkan tanah dengan air mengalir dan membungkusnya dengan kertas koran basah (Lampiran 3). Data yang diperoleh dianalisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan dilakukan uji lanjutan dengan metode DMRT (Duncan Multiple Range Test) bila terdapat beda nyata antar perlakuan. Analisis data menggunakan program MsTATC.
Percobaan III. Perlakuan invigorasi pada benih untuk meningkatkan keefektifan Rhizobium, pertumbuhan tanaman, hasil, dan mutu benih kedelai hitam di lapang
Rancangan percobaan
Sebanyak dua faktor perlakuan disusun menggunakan rancangan split plot empat ulangan. Faktor I adalah varietas kedelai hitam: Detam 1 (V1) dan Detam 2 (V2), sedangkan faktor II adalah perlakuan invigorasi: kontrol (11),
matriconditioning (I2), inokulan (I3), dan matriconditioning plus inokulan (I4). Sumber benih
Benih kedelai hitam varietas Detam 1 dan Detam 2 yang digunakan penelitian berasal dari UPBS Balitkabi yang telah disimpan selama 7 bulan, masing-masing mempunyai indeks vigor 67 dan 88% serta daya berkecambah 85 dan 94%. Selama penyimpanan benih dikemas dalam kantong plastik kedap udara dan diletakkan di dalam cool storage bersuhu 10 – 14o
Perlakuan invigorasi
C dengan kelembaban sekitar 60%.
Arang sekam sebagai bahan matriconditioning digerus dan diayak dengan ayakan berukuran 0,5 mm. Perbandingan benih, arang sekam dan air yang digunakan adalah 9:6:7. Perlakuan matriconditioning dilakukan selama 12 jam sebelum tanam, sedangkan Rhizobium dalam inokulan komersial (berasal dari Balai Penelitian Tanah Bogor) ditambahkan dengan dosis sesuai anjuran. Untuk
perlakuan Rhizobium komersial tanpa matriconditioning dilakukan inokulasi benih sesuai cara dan dosis anjuran (50 g/8 kg benih, benih dibasahi dengan air kemudian inokulan dicampurkan).
Penanaman di lapang
Penanaman di lapangan menggunakan ukuran plot 4m x 3m dengan jarak tanam 40cm x 20cm, dua tanaman per lubang (Lampiran 4). Sebelum penelitian dilakukan, sampel tanah diambil untuk keperluan analisis kimia (kandungan N) dan biologi (kepadatan sel Rhizobium endogen). Peneraan kepadatan sel Rhizobium endogen dilakukan dengan metode Most Probable Number (MPN) (Somasegaran & Hoben 1985). Prosedur pelaksanaan MPN dapat dilihat pada Gambar 3 dan Lampiran 5. Semua perlakuan dipupuk dasar Urea, KCl, SP18, kapur pertanian (CaCO3) dan pupuk kandang kotoran ayam masing-masing 50, 100, 200, 500 dan 1000 kg/ha. Pupuk kaptan dan pupuk kandang diberikan satu minggu sebelum tanam dan disiram agar proses ameliorasi berjalan sempurna, sedangkan pupuk KCl, SP36, dan Urea diberikan pada saat tanam.
Gambar 3. Prosedur penghitungan densitas sel Rhizobium menggunakan metode MPN (Somasegaran & Hoben 1985)
Pengamatan
Pengamatan mutu benih setelah perlakuan matriconditioning dan benih hasil panen dilakukan di rumah kaca IPB menggunakan media pasir (Lampiran 6). Tiap perlakuan menggunakan empat ulangan dengan jumlah benih 50 butir pada tiap-tiap ulangan. Parameter yang diamati adalah daya berkecambah (% kecambah normal (KN) pada saat hitungan pertama/first count hari ke 5 dan hitungan kedua/second count hari ke 8) (ISTA 2007), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT
Pengamatan tinggi tanaman dan kadar klorofil daun dilakukan terhadap delapan rumpun tanaman contoh per petak pada umur 14 HST, 21 HST, 28 HST, dan 35 HST. Jumlah dan bobot kering bintil akar, berat kering brangkasan dan kadar N tanaman diamati pada dua rumpun tanaman contoh yang dipanen umur 35 HST. Pengamatan kadar klorofil daun dilakukan pada daun pucuk yang telah mekar sempurna menggunakan alat klorofil meter tipe SPAD-502 (Gambar 2).
= %KN/etmal), dan berat kering kecambah normal (BKKN).
Parameter yang diamati pada saat panen adalah tinggi tanaman, berat kering brangkasan, jumlah polong isi dan hampa, bobot polong basah, bobot biji basah dan bobot biji kering per tanaman (pada enam rumpun tanaman contoh). Parameter yang diamati terhadap petak panen seluas (1m X 2m) adalah jumlah tanaman panen, bobot polong basah dan bobot biji kering per petak panen. Calon benih yang telah dipanen dikeringkan di bawah sinar matahari (Lampiran 7) hingga kadar air 10% untuk keperluan pengamatan hasil biji kering per hektar dan pengujian mutu benih. Data yang diperoleh dianalisis ragam pada tingkat kepercayaan 95% dan dilakukan uji lanjutan dengan metode DMRT (Duncan Multiple Range Test) bila terdapat beda nyata antar perlakuan. Analisis data menggunakan program MsTATC.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan I. Kompatibilitas Rhizobium dalam inokulan komersial dengan kedelai hitam varietas Detam 1 dan Detam 2
Hasil sidik ragam pengaruh varietas kedelai hitam dan sumber N menunjukkan adanya interaksi pada peubah tinggi tanaman 21 HST, jumlah daun 35 HST, kadar klorofil daun 35 HST, jumlah bintil akar, bobot kering bintil akar dan bobot kering brangkasan. Perlakuan inokulasi dan pemberian nitrogen (N) berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah, sedangkan varietas juga berpengaruh nyata kecuali pada peubah jumlah daun 28 dan 35 HST serta kadar klorofil daun umur 21 HST (Tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas dan sumber N serta interaksi perlakuan terhadap peubah pertumbuhan tanaman.
Keterangan: * dan ** = berpengaruh nyata dan sangat nyata pada taraf 5% dan 1%; tn = tidak berbeda nyata; 1)
Tinggi tanaman. Pada umur 21 HST, varietas Detam 1 yang diinokulasi Rhizobium mempunyai tinggi (19,8 cm) tidak berbeda nyata dengan tanaman yang diberi N 50, 100 dan 150 ppm (19,1; 20,9 dan 20,3 cm), dan nyata lebih tinggi dibanding kontrol (17,1 cm). Inokulasi Rhizobium pada varietas Detam 2 menghasilkan tinggi tanaman (15,4 cm) yang tidak berbeda nyata dengan N 50 ppm dan kontrol tanpa perlakuan (15,8 dan 15,5 cm), dan masih lebih rendah
sebelum dianalisa data ditransformasi menggunakan
Peubah pengamatan KK (%) Tinggi tanaman 21 HST ** ** * 4,5 Tinggi tanaman 28 HST ** ** tn 4,6 Tinggi tanaman 35 HST ** ** tn 5,5 Jumlah daun 21 HST ** ** tn 13,0 Jumlah daun 28 HST tn ** tn 6,8 Jumlah daun 35 HST tn ** * 8,1
Kadar klorofil daun 21 HST tn ** tn 8,2
Kadar klorofil daun 28 HST ** ** tn 6,1
Kadar klorofil daun 35 HST ** ** * 8,2
Jumlah bintil akar1) ** ** ** 18,0
Bobot kering bintil akar1) ** ** ** 2,6
Bobot kering akar ** ** tn 10,1
Bobot kering brangkasan ** ** * 10,8
Varietas (V) Sumber N (I) Interaksi (VxI)
dibanding tanaman yang diberi N 100 dan 150 ppm (16,4 dan 16,7 cm) (Tabel 2). Fenomena ini mengindikasikan bahwa pada umur 21 HST varietas Detam 1 lebih efektif dalam merespon suplai N dari Rhizobium sehingga mempunyai tinggi tanaman yang setara dengan tanaman yang diberi N hingga 150 ppm. Sedangkan varietas Detam 2 kurang efektif dalam merespon N dari Rhizobium sehingga memiliki tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Kenyataan ini juga mengindikasikan bahwa pemberian N 50 ppm pada varietas Detam 2 tidak mampu meningkatkan tinggi tanaman pada umur 21 HST.
Tabel 2. Pengaruh interaksi varietas dan sumber N terhadap tinggi tanaman 21 HST dan jumlah daun 35 HST (Rumah kaca Balitkabi)
Keterangan: Angka sebaris yang diikuti huruf kapital yang sama dan angka sekolom yang diikuti huruf kecil yang sama pada tiap-tiap peubah menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pada umur 28 HST, inokulasi Rhizobium dapat menghasilkan tinggi tanaman (23,5 cm) yang lebih tinggi dibanding kontrol (22,2 cm), namun masih lebih rendah dibanding tanaman yang diberi N 50, 100 dan 150 ppm (24,8, 26,1 dan 25,9 cm) (Tabel 3). Secara genetik varietas Detam 1 mempunyai tinggi tanaman (25,7 cm) nyata lebih tinggi dibanding varietas Detam 2 (22,9 cm). Pada umur 28 HST, inokulasi Rhizobium berhasil meningkatkan tinggi tanaman hingga nyata lebih tinggi dibanding kontrol, namun masih lebih rendah dibanding semua perlakuan N.
Pada umur 35 HST, tinggi tanaman yang diinokulasi Rhizobium (29,5 cm) lebih rendah dibanding perlakuan N 50, 100 dan 150 ppm (32,2, 33,6 dan 33,4 cm) dan lebih tinggi dibanding kontrol (26,1 cm) (Tabel 3). Varietas Detam 1 mempunyai tinggi tanaman (32,0 cm) lebih tinggi dibanding varietas Detam 2 (29,9 cm). Kenyataan ini mengindikasikan bahwa inokulasi Rhizobium dapat
Sumber N
Kontrol 17,1Ac 15,5Bb 5,0 Ac 5,0 Ac
N 50 ppm 19,1Ab 15,8Bab 5,8 Aab 6,0 Ab
N 100 ppm 20,9Aa 16,4Ba 6,3 Aa 6,8 Aa
N 150 ppm 20,3Aa 16,7Ba 6,3 Aa 5,8 Ab
Inokulasi 19,8Aab 15,4Bab 6,0 Aab 5,5 Bbc
Tinggi tanaman 21 HST (cm) Detam 1 Detam 2 Varietas Jumlah daun 35 HST Varietas Detam 1 Detam 2
meningkatkan tinggi tanaman pada kedua varietas, namun masih belum mampu menyaingi pemberian N 50, 100 dan 150 ppm.
Tabel 3. Pengaruh faktor tunggal varietas dan sumber N terhadap tinggi tanaman umur 28 dan 35 HST, serta jumlah daun dan kadar klorofil daun umur 21 dan 28 HST (Rumah kaca Balitkabi)
Keterangan: Angka sebaris dan sekolom pada tiap-tiap peubah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
Jumlah daun. Pada umur 21 HST, tanaman yang diinokulasi Rhizobium mempunyai jumlah daun (2,4) yang tidak berbeda nyata dengan kontrol, N 50 dan 150 ppm (2,0 dan 2,0) dan lebih rendah dibanding N 150 ppm yaitu 2,6 (Tabel 3). Pengaruh inokulasi Rhizobium terlihat pada saat tanaman umur 28 HST yaitu
Sumber N Kontrol 22,1 20,4 21,2 d 27,0 25,2 26,1 c N 50 ppm 26,3 23,3 24,8 b 33,6 30,9 32,2 a N 100 ppm 27,5 24,8 26,1 a 34,1 33,1 33,6 a N 150 ppm 27,2 24,7 25,9 ab 34,2 32,6 33,4 a Inokulasi 25,5 21,5 23,5 c 31,3 27,6 29,5 b Rata-rata 25,7 a 22,9 b 32,0 a 29,9 b Sumber N Kontrol 2,0 2,0 2,0 c 3,5 3,5 3,5 d N 50 ppm 2,0 2,0 2,0 c 3,9 4,0 3,9 c N 100 ppm 3,0 2,3 2,6 a 4,6 4,5 4,6 a N 150 ppm 2,8 2,3 2,5 ab 4,5 4,0 4,3 ab Inokulasi 2,5 2,3 2,4 bc 4,3 3,9 4,1 bc Rata-rata 2,5 a 2,2 b 4,2 4,0 Sumber N Kontrol 18,1 20,4 19,2 b 18,2 19,7 19,0 d N 50 ppm 22,6 24,9 23,8 a 23,6 25,0 24,3 b N 100 ppm 24,7 24,6 24,7 a 24,7 25,7 25,2 b N 150 ppm 24,5 25,8 25,2 a 25,3 28,3 26,8 a Inokulasi 19,9 19,8 19,9 b 22,0 22,3 22,1 c Rata-rata 22,0 23,1 22,7 b 24,2 a
Kadar klorofil daun
Detam 2 Rata-rata
Detam 1
Tinggi tanaman (cm)
Detam 2 Detam 1 Rata-rata
Rata-rata
Varietas Varietas
Rata-rata Jumlah daun
Detam 2 Rata-rata Detam 1 Detam 2
Detam 1
Detam 1 Detam 2 Rata-rata
21 HST Varietas Varietas 28 HST 21 HST 28 HST Detam 1 Detam 2 28 HST Varietas 35 HST Varietas
menghasilkan jumlah daun (4,1) yang lebih tinggi dibanding kontrol (3,5), namun masih sebanding dengan perlakuan N 50 dan 150 ppm (3,9 dan 4,3) dan lebih rendah dibanding N 100 ppm (4,6). Hal ini mengindikasikan bahwa inokulasi Rhizobium dapat meningkatkan jumlah daun pada tanaman umur 28 HST hingga setara dengan perlakuan N 50 dan 150 ppm.
Pada umur 35 HST, terdapat interaksi antara varietas dan perlakuan inokulasi terhadap jumlah daun. Jumlah daun kedua varietas tidak berbeda nyata pada perlakuan kontrol. Setelah mendapat perlakuan inokulasi, varietas Detam 1 mempunyai jumlah daun (6,0) lebih tinggi dibanding varietas Detam 2 pada perlakuan yang sama (5,5) dan kontrol (5,0), namun masih sebanding dengan tanaman yang diberi N. Inokulasi pada varietas Detam 2 menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan kontrol dan N 50 dan 150 ppm (5,0, 6,0 dan 5,8), dan lebih rendah dibanding N 100 ppm yaitu 6,8 (Tabel 2). Fenomena ini menunjukkan bahwa hasil sumbangan N yang diberikan Rhizobium pada varietas Detam 1 lebih efektif meningkatkan jumlah daun dibanding varietas Detam 2.
Jumlah bintil akar. Inokulasi Rhizobium pada varietas Detam 1 dan Detam 2 menghasilkan jumlah bintil akar yang tidak berbeda nyata (23,8 dan 21,3). Pada varietas Detam 1, bintil akar pada tanaman yang diinokulasi lebih banyak dibanding perlakuan lainnya, sedangkan pada Detam 2, selain perlakuan inokulasi tidak terbentuk bintil akar (Tabel 4; Gambar 4). Fenomena ini mengindikasikan bahwa tingkat infektivitas Rhizobium terhadap kedua varietas sama. Infektivitas merupakan kemampuan bakteri Rhizobium dalam membentuk bintil akar (Somasegaran & Hoben 1994). Berdasarkan jumlah bintil akar yang dihasilkan dapat digunakan untuk menentukan tingkat infektivitas suatu perlakuan (Thomson et al. 1991). Bintil akar akan terbentuk hanya jika akar tanaman pada tingkat perkecambahan bertemu dengan Rhizobium. Dengan bintil akar yang efektif, maka hampir seluruh kebutuhan tanaman kedelai akan nitrogen (+75%) dapat terpenuhi (Sarief 1986).
Varietas Detam 1 yang tidak diinokulasi juga membentuk bintil akar walaupun sangat sedikit (kurang dari 10) (Gambar 4) dan memiliki bobot kering (sekitar 4,2 sampai 5,9 mg) yang lebih tinggi dibanding bintil akar hasil inokulasi
pada kedua varietas yaitu 1,9 dan 1,8 mg (Tabel 4). Bintil akar yang terbentuk pada tanaman yang tidak diinokulasi diduga merupakan hasil kontaminasi dari Rhizobium exogen. Kontaminasi bisa terjadi melalui debu yang menempel pada pot percobaan atau tindakan yang kurang aseptik. Jumlah bintil akar yang sangat sedikit dengan ukuran yang besar merupakan indikasi bahwa bintil akar tersebut hasil kontaminasi dengan Rhizobium eksogen.
Tabel 4. Pengaruh interaksi varietas dan sumber N terhadap jumlah bintil akar, bobot kering bintil akar, kadar klorofil daun umur 35 HST dan bobot kering brangkasan (Rumah kaca Balitkabi)
Keterangan: Angka sebaris yang diikuti huruf kapital yang sama dan angka sekolom yang diikuti huruf kecil yang sama pada tiap-tiap peubah menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. *Sebelum dianalisa data ditransformasi menggunakan
Kadar klorofil daun. Inokulasi Rhizobium tidak dapat meningkatkan kadar klorofil daun umur 21 HST (19,9) sehingga tidak berbeda nyata dengan kontrol (19,2), dan lebih rendah dibanding N 50, 100 dan 150 ppm yaitu 23,8; 24,7 dan 25,2 (Tabel 3). Pada umur 28 HST, kadar klorofil daun pada tanaman yang diinokulasi Rhizobium (21,1) lebih tinggi dibanding kontrol (19,0), namun masih tetap lebih rendah dibanding N 50, 100, dan 150 ppm, yaitu 24,3; 25,2 dan 26,8 (Tabel 3). Fenomena ini menunjukkan bahwa respon kedua varietas dalam memanfaatkan tambahan N dari Rhizobium untuk membentuk klorofil daun pada
Sumber N Kontrol 10,5 Ab 0 Bb 4,2 Aa 0,0 Bb N 50 ppm 1,3 Ac 0 Bb 5,9 Aa 0,0 Bb N 100 ppm 1,0 Ac 0 Bb 4,5 Aa 0,0 Bb N 150 ppm 0,5 Ac 0 Bb 3,0 Aab 0,0 Bb Inokulasi 23,8 Aa 21,3 Aa 1,9 Ac 1,8 Aa
Sumber N Detam 1 Detam 2
Kontrol 18,4 Ab 19,1 Ac 1,0 Ad 0,9 Ad N 50 ppm 24,5 Aa 25,0 Ab 1,6 Ab 1,4 Aa N 100 ppm 24,6 Aa 26,7 Ab 1,8 Aa 1,4 Bab N 150 ppm 26,1 Ba 30,8 Aa 1,5 Abc 1,1 Bc Inokulasi 24,0 Aa 24,8 Ab 1,3 Abc 1,1 Bcd Varietas Varietas
Kadar klorofil daun 35 HST Varietas
Bobot kering brangkasan (g) Varietas
Detam 1 Detam 2
Jumlah bintil akar* Bobot kering per bintil akar (mg)*
umur 28 HST mempunyai tingkat efektivitas yang sama dan masih belum bisa menandingi pemberian N 50 ppm.
Kontrol Inokulasi 50 ppm N 100 ppm N 150 ppm N
Gambar 4. Pembentukan bintil akar pada kedelai hitam varietas Detam 1 (A) dan Detam 2 (B) umur 35 HST pada beberapa sumber N
Kadar klorofil daun umur 35 HST dari varietas Detam 1 yang diinokulasi Rhizobium (sebesar 24,0) tidak berbeda nyata dengan N 50, 100 dan 150 ppm (24,5, 24,6 dan 26,1) namun nyata lebih tinggi dibanding kontrol (18,4). Varietas Detam 2 yang diinokulasi mempunyai kadar klorofil daun 24,8 dan tidak berbeda nyata dengan N 50 dan 100 ppm (25,0 dan 26,7), akan tetapi lebih tinggi dibanding kontrol (19,1) dan lebih rendah dibanding N 150 ppm yang 30,8 (Tabel 4). Fenomena ini mengindikasikan bahwa inokulasi dapat meningkatkan kadar klorofil daun hingga sebanding dengan pemberian N 150 ppm (varietas Detam 1) dan 100 ppm (varietas Detam 2). Rhizobium lebih efektif meningkatkan kadar klorofil daun pada varietas Detam 1 dibanding Detam 2. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa varietas Detam 2 tidak tahan jika diberi N di atas 100 ppm.
B A
Tanaman yang diinokulasi Rhizobium, pada umur 21 HST mempunyai kadar klorofil daun tidak berbeda nyata dengan kontrol, pada umur 28 HST lebih tinggi dibanding kontrol namun masih lebih rendah dibanding semua level N, sedangkan pada umur 35 HST lebih tinggi dibanding kontrol dan sebanding dengan pemberian N (Tabel 3-4). Fenomena ini menngindikasikan bahwa pengaruh inokulasi terhadap baru terlihat dan mampu menandingi pemberian N pada umur 35 HST. Hal ini yang digunakan sebagai dasar bahwa pada percobaan selanjutnya masih diperlukan pemberian pupuk dasar N pada awal tanam.
Efektivitas lebih menggambarkan seberapa besar fotosintat yang dihasilkan oleh Rhizobium atau kemampuan bakteri dalam memfiksasi N (Somasegaran & Hoben, 1994). Penilaian efektivitas dapat dilakukan atas dasar kadar klorofil daun, bobot kering tanaman, dan kandungan N tanaman (Thomson
et al. 1991). Kandungan N tanaman seringkali berkorelasi positif dengan bobot kering tanaman sehingga bobot kering tanaman dapat digunakan untuk mengukur efektivitas penambatan N.
Hasil simbiosis Rhizobium dengan tanaman kacang-kacangan adalah fiksasi gas N2 dalam tanah yang kemudian dikonversi menjadi amonia (NH3
Bobot kering brangkasan. Perlakuan inokulasi pada varietas Detam 1 menghasilkan bobot kering brangkasan (1,3 g) tidak berbeda nyata dengan N 50 dan N 150 ppm (1,6 dan 1,5 g) tetapi nyata lebih tinggi dibanding kontrol (1,0 g) dan lebih rendah dibanding N 100 ppm yaitu 1,8 g (Tabel 4). Bobot kering brangkasan varietas Detam 2 yang diinokulasi (1,1 g) sebanding dengan kontrol (0,9 g) dan N 150 ppm (1,1 g) tetapi nyata lebih rendah dibanding N 50 dan 100 ). Amonia kemudian diangkut ke daun melalui xylem dan digunakan untuk membentuk klorofil. Semakin banyak amonia yang diangkut ke daun akan semakin banyak pula klorofil yang terbentuk sehingga daun berwarna lebih hijau (Salisbury & Ross 2002). Semakin tinggi kadar klorofil yang terbentuk produksi asimilat akan semakin tinggi yang kemudian disebarkan ke seluruh bagian tanaman melalui phloem untuk proses respirasi. Terdapat hubungan timbal balik antara laju fotosintesis dan Rhizobium. Senyawa karbon hasil fotosintesis sangat diperlukan untuk kehidupan Rhizobium. Jika karbohidrat yang dihasilkan rendah maka pertumbuhan Rhizobium juga terhambat (Kaschuk et al. 2009).
ppm (1,4 dan 1,4 g). Inokulasi pada varietas Detam 1 dapat meningkatkan bobot kering brangkasan hingga nyata lebih tinggi dibanding varietas Detam 2. Peningkatan bobot brangkasan tersebut disebabkan oleh penambahan N dari Rhizobium. Menurut Thomson et al. (1991), kandungan N tanaman seringkali berkorelasi positif dengan bobot kering brangkasan sehingga peubah ini dapat digunakan untuk mengukur efektivitas penambatan N. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa Rhizobium lebih efektif menambat N pada varietas Detam 1 dibanding Detam 2. Penurunan bobot kering brangkasan akan terjadi jika penambahan N di atas 100 ppm (Detam 1) dan 50 ppm (Detam 2). Kenyataan ini menunjukkan batas maksimal pemberian N pada masing-masing varietas.
Inokulasi Rhizobium pada varietas Detam 1 dapat meningkatkan bobot kering brangkasan hingga nyata lebih tinggi dibanding varietas Detam 2, padahal jumlah bintil akar yang terbentuk dari hasil inokulasi tidak berbeda nyata. Hal ini diduga disebabkan karena varietas Detam 1 lebih efisien dalam memanfaatkan unsur N yang disuplai oleh Rhizobium sehingga mempunyai bobot kering brangkasan lebih tinggi. Fenomena tersebut dapat dijadikan dasar bahwa varietas Detam 1 dan Detam 2 mempunyai tingkat respon infektivitas terhadap Rhizobium yang sama, tetapi tingkat efektivitasnya berbeda. Rhizobium dari inokulan komersial lebih efektif terhadap Varietas Detam 1 dibanding varietas Detam 2.
Efektivitas dari suatu inokulan sangat ditentukan oleh kemampuan strain bakteri yang diinokulasikan dan faktor lingkungan yang mendukung. Efektivitas penambatan N2 dari udara sangat ditentukan oleh strain Rhizobium, tanaman inang dan lingkungan (Keyser & Li 1992; Yutono 1993). Genotipe tanaman kacang-kacangan dan strain Rhizobium dapat dikatakan kompatibel apabila mempunyai tingkat infektivitas dan efektivitas yang tinggi. Penampilan tanaman pada umur 35 HST dapat dilihat pada Gambar 5. Varietas Detam 1 terlihat mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dibanding kontrol dan sebanding dengan pemberian N 50, 100, dan 150 ppm, sedangkan varietas Detam 2 hampir sama dengan kontrol dan cenderung lebih jelek di banding semua level N. Dengan demikian pada penelitian ini didapatkan bahwa kedelai varietas Detam 1 mempunyai tingkat kompatibilitas yang lebih tinggi dibanding varietas Detam 2.
Kontrol Inokulasi 50 ppm N 100 ppm N 150 ppm N
Gambar 5. Pertumbuhan tanaman kedelai hitam varietas Detam 1 (A) dan Detam 2 (B) umur 35 HST pada beberapa sumber N
Bobot kering akar. Berat kering akar pada tanaman yang diinokulasi Rhizobium (411,7 mg) tidak berbeda nyata dengan N 150 ppm (470,0 mg) dan nyata lebih rendah dibanding kontrol, N 50 dan N 100 ppm (548,3; 540,0 dan 580,7 mg) (Tabel 5). Hal ini diduga disebabkan pada kontrol, N 50 dan N 100 ppm tanaman secara naluri membentuk akar sebanyak-banyaknya agar dapat menyerap N yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, sedangkan pada perlakuan inokulasi dan N 150 ppm, suplai N dari Rhizobium dan larutan hara sudah mencukupi kebutuhan tanaman sehingga tidak merangsang pertumbuhan akar.
Tabel 5. Pengaruh faktor tunggal varietas dan sumber N terhadap bobot kering akar (Rumah kaca Balitkabi)
Keterangan: Angka sebaris dan sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%
Sumber N Kontrol 523,3 573,3 548,3 a N 50 ppm 501,5 578,4 540,0 a N 100 ppm 591,4 570,0 580,7 a N 150 ppm 490,0 450,0 470,0 b Inokulasi 403,3 420,0 411,7 b Rata-rata 501,9 b 518,3 a
Bobot kering akar (mg) Detam 1
Varietas
Detam 2 Rata-rata
A
Percobaan II. Perlakuan invigorasi pada benih untuk meningkatkan keefektifan Rhizobium dan pertumbuhan tanaman kedelai hitam di rumah kaca
Hasil analisis ragam pengaruh varietas dan invigorasi terhadap pertumbuhan tanaman kedelai hitam di rumah kaca dapat dilihat pada Tabel 6. Koefisien keragaman berkisar antara 4,5% sampai dengan 21,8%. Interaksi antara varietas dan invigorasi berpengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman umur 28 dan 35 HST. Perlakuan invigorasi berpengaruh nyata pada peubah jumlah daun 28 HST, kadar klorofil daun 35 HST, jumlah bintil akar dan bobot kering brangkasan, sedangkan peubah tinggi tanaman 21 HST, jumlah daun 21 dan 35 HST, kadar klorofil daun 21 dan 28 HS, bobot kering bintil akar dan bobot kering akar tidak berpengaruh nyata. Perlakuan varietas berpengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman 35 HST, jumlah daun 28 HST, kadar klorofil daun 21 HST, jumlah bintil akar dan bobot kering akar (Tabel 6).
Tabel 6. Rekapitulasi analisis ragam pengaruh varietas dan invigorasi serta interaksi perlakuan terhadap peubah pertumbuhan tanaman kedelai hitam (Rumah kaca Balitkabi)
Keterangan: * dan ** = berpengaruh nyata dan sangat nyata pada taraf 5%; tn = tidak berbeda nyata
Tinggi tanaman. Pada Tabel 7 terlihat bahwa pada umur 28 HST, varietas Detam 1 yang mendapat perlakuan matriconditioning plus inokulan mempunyai tinggi tanaman (32,9 cm) yang tidak berbeda nyata dengan matriconditioning dan