• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanganan pasca panen dilakukan untuk mempertahankan mutu hasil panen. Kegiatan penanganan pasca panen meliputi proses sortasi, pencucian,

grading, pengemasan, dan penyimpanan dingin. Model penanganan pasca panen buah-buahan dan sayuran dapat di lihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model penanganan pasca panen sayuran dan buah-buahan (Budiastra dan Purwadaria, 1993).

Perlakuan prakemas pada buah-buahan dan sayuran terdiri dari : 1. Sortasi

Sortasi merupakan kegiatan pemisahan buah tomat yang mutunya rendah (kematangan tidak sesuai, rusak, lecet, ukuran terlalu kecil, memar, dan busuk).

2. Pencucian

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran (tanah) dan residu pestisida (insektisida atau fungisida). Kotoran yang tidak segera dicuci merupakan sumber kontaminasi dari berbagai penyakit yang dapat merusak buah-buahan.

3. Grading

Grading merupakan kegiatan pengelompokkan buah-buahan yang telah disortasi menjadi kelompok-kelompok atau kelas mutunya (grade). Pemanenan Sortasi

Pengemasan

Pencucian dan Pengeringan

Tomat dapat dibagi berdasarkan beratnya menjadi :

a. Tomat kecil : jika beratnya kurang dari 100 gram per buah. b. Tomat sedang : jika beratnya antara 100 – 150 gram per buah. c. Tomat besar : jika beratnya lebih dari 150 gram per buah. Adapun standar mutu buah tomat dapat terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria mutu tomat segar.

Syarat Mutu Kriteria Mutu

Mutu I Mutu II

Kotoran Tidak Ada Tidak Ada

Tingkat ketuaan Tua, tidak terlalu matang dan lunak

Tua, tidak terlalu matang dan lunak Kesamaan sifat varietas Seragam Seragam

Busuk maksimal (%) 1 1

Kerusakan maksimal (%) 5 10

Ukuran Seragam Seragam

D. Prapendinginan

Prapendinginan adalah proses pelepasan kalor lapang hasil panen secara cepat yang dilakukan sebelum pemasaran, pengangkutan, atau penyimpanan. Tujuan dari prapendinginan adalah untuk menurunkan suhu komoditas sampai batas pematangan dan pembusukan dapat dihambat.

Pendinginan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu pendinginan dengan air, pendinginan dengan es, pendinginan dengan vakum, pendinginan udara bertekanan, dan pendinginan ruang. Proses pendinginan yang umum diterapkan sebagai proses prapendinginan yaitu pendinginan dengan air, pendinginan vakum, dan pendinginan dengan udara bertekanan.

Pendinginan dengan air merupakan metode yang cepat dan efektif karena konduktifitas pindah kalor air lebih besar dari udara. Prapendinginan dengan air dapat dilakukan dengan cara penyiraman, penyemprotan, pencelupan, dan penggenangan.

Laju penurunan suhu ditentukan oleh selang suhu antara komoditas dan media pendinginan. Semakin lebar selang suhu, maka laju penurunan suhu semakin meningkat. Laju prapendinginan dengan air atau dengan udara

bertekanan ditentukan oleh suhu awal komoditas, suhu pendinginan, suhu media pendingin, kemampuan media pendingin dalam menyerap kalor dari permukaan kulit buah, penerimaan buah terhadap suhu media pendingin, ukuran, dan bentuk buah, serta perbandingan antara luas permukaan terhadap volume dan massa buah. Proses prapendinginan berjalan dengan lengkap selama 24 jam, sedangkan bagi buah dan sayuran yang mudah rusak berjalan selama 2 – 3 jam.

E. Pengemasan

Sayur-sayuran dan buah-buahan setelah dipanen dapat mengalami kerusakan. Pada dasarnya, kerusakan hasil panen tersebut dapat dibedakan oleh dua penyebab utama yaitu golongan perusak yang secara alamiah sudah ada dalam produk dan tidak dapat dicegah hanya dengan pengemasan, serta golongan perusak yang tergantung kepada lingkungan dimana sebagian besar dikendalikan oleh pengemasan. Golongan pertama meliputi perubahan fisik yang disebabkan oleh suhu, perubahan biokimia dan kimia oleh mikroorganisme, serta interaksi antar komponen dalam produk pertanian. Golongan kedua meliputi kerusakan karena mekanik, perubahan kadar air, perubahan oksigen, dan berubahnya cita rasa produk (Buckle et. al, 1987).

Pengemasan merupakan salah satu proses untuk mencegah terjadinya penurunan mutu produk, karena perlindungan atau pengawetan produk dapat dilakukan dengan mengemas produk yang bersangkutan. Bahan pengemas digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan lingkungan luar yang bertujuan untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et. al, 1987).

Fungsi kemasan yang utama adalah sebagai wadah, pelindung, sarana informasi dan promosi serta untuk memberikan kemudahan-kemudahan baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Sebagai wadah, kemasan dimaksudkan untuk mewadahi produk agar tidak berceceran. Sebagai pelindung, kemasan sampai batas waktu tertentu dapat melindungi produk dari unsur-unsur perusak, tetapi tidak untuk semua unsur perusak. Unsur perusak adalah semua unsur yang dapat menyebabkan produk di dalam kemasan menurun mutunya

sehingga produk tidak layak dijual. Dengan adanya kemasan, produk telah terwadahi dapat memberikan kemudahan-kemudahan dalam penyimpanan atau penumpukan, perhitungan, pengangkutan, dan sebagainya. Kemasan yang baik dapat mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, serta melindungi dari bahaya pencemaran dan gangguan fisik.

Menurut Buckle et. al. (1987), dari segi jenisnya kemasan dibagi menjadi dua macam yaitu kemasan bagian luar (kemasan pengangkutan) dan kemasan bagian dalam (kemasan ketengan). Kemasan bagian luar bertujuan untuk melindungi isi selama pengangkutan ke konsumen, sedangkan kemasan bagian dalam bertujuan untuk melindungi produk secara langsung serta untuk sarana promosi yang efektif.

Berdasarkan kedudukan dan letak bahan yang dikemas di dalam sistem kemasan keseluruhan dapat dibedakan menjadi kemasan tersier, kemasan sekunder, dan kemasan primer. Kemasan tersier berfungsi untuk melindungi produk selama pengangkutan yang lebih dikenal sebagai kemasan distribusi. Kemasan sekunder berfungsi untuk melindungi kelompok kemasan lainnya, sedangkan kemasan primer langsung mewadahi atau membungkus produk yang dikemas.

Semua produk harus didistribusikan ke konsumen agar memiliki nilai ekonomi. Selama proses pemindahan, produk mengalami pemuatan, pengangkutan, pembongkaran, dan penyimpanan beberapa kali. Pada saat tersebut, kemasan distribusi dan pruduk kemungkinan mengalami kerusakan. Kerusakan selama distribusi umumnya dititikberatkan pada adanya gesekan, getaran, jatuh, dan tekanan karena tumpukan.

Menurut Hadi K. Purwadaria (1997), perancangan kemasan selama pengangkutan bermanfaat untuk merendam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan memar dan penurunan kekerasan tomat. Faktor yang perlu diperhatikan meliputi kemasan yaitu jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan, komoditas yang diangkut seperti sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur, dan pola susunan, biaya pengangkutan dibandingkan dengan harga komoditas, permintaan waktu, jarak dan keadaan lintas.

Tingkat kerusakan produk tergantung pada ukuran dan berat kemasan termasuk cara pengangkutan dan jenis produk. Jika isi kemasan terlalu penuh dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan tekan atau kompresi karena adanya tambahan tekanan dari tutup kemasan. Jika isi kemasan kurang dapat menyebabkan kerusakan vibrasi pada lapisan atas karena adanya ruang di atas bahan sehingga selama pengangkutan bahan bagian atas akan terlempar- lempar dan saling berbenturan. Namun, jika kelebihan tumpukan akan mengakibatkan tekanan yang besar pada buah lapisan bawah. Kemasan yang baik tidak hanya bisa melindungi buah tomat segar dari kerusakan mekanis, tetapi juga dapat melindungi kerusakan dari pengaruh lingkungan yang dapat menimbulkan kerusakan fisiologis.

Proses distribusi meliputi aktifitas pengemasan, penanganan, penggudangan, dan pengangkutan. Selama pendistribusian, kemasan dan produk menghadapi sejumlah resiko kerusakan antara lain resiko karena faktor lingkungan (suhu dan kelembaban udara), resiko karena faktor fisik (gesekan, distorsi, benturan, dan tekanan), serta resiko lainnya seperti infiltrasi mikroorganisme, pencurian, dan kontaminasi.

Sifat kemasan distribusi yang diharapkan antara lain : 1. Sesuai dengan produk yang akan dikemas.

2. Dapat dibongkar dengan mudah.

3. Mempunyai kekuatan yang cukup untuk mempertahankan diri dari resiko selama pengangkutan dan penyimpanan.

4. Menyediakan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas, tempat produsen, dan tujuan pengiriman.

5. Memiliki lubang ventilasi yang cukup bagi produk tertentu yang membutuhkan.

Menurut Buckle et. al. (1987), kemasan distribusi terdiri dari tujuh tipe utama yaitu kemasan yang terdiri dri kotak kayu dan baja, peti/krat kayu atau

plywood, drum dari fibreboard, drum baja dan alumunium, kantung dari tekstil dan plastik atau kertas, peti dari fibreboard yang padat dan bergelombang.

F. Teknik Pengemasan

Buah-buahan yang akan ditransportasikan harus disusun secara rapih ke dalam kemasan supaya kedudukannya menjadi lebih kompak dan stabil selama pengangkutan. Hal tersebut akan mengurangi kerusakan mekanis yang terjadi akibat goncangan dan getaran.

Buah-buahan yang tidak disusun secara rapi dalam kemasan akan saling berbenturan dan terjadi gesekan antara buah jika mendapat gaya dinamis berupa goncangan atau getaran. Dalam pengemasan buah-buahan tersebut, penyusunan lapisan dasar merupakan faktor yang penting bagi penyelesaian lapisan-lapisan berikutnya. Bahan berupa bantalan atau kertas dapat digunakan untuk mengurangi gesekan antara buah dengan kemasan ataupun buah dengan buah. Kertas tersebut diletakkan pada bagian bawah, atas, samping, atau diantara buah.

Dalam penyusunan buah, perlu diperhatikan arah penyusunan buah dalam kemasan. Buah harus disusun dengan bagian yang mempunyai kekerasan terbesar searah dengan arah getaran yang dominan selama pengangkutan. Untuk pengangkutan dengan truk, arah getaran yang dominan adalah arah vertikal sehingga buah di dalam kemasan disusun dengan arah vertikal.

Metode Diagonal Check System merupakan salah satu metoda penyusunan buah dalam kemasan. Metoda ini baik digunakan untuk buah- buahan yang berbentuk bulat atau oval. Contoh metoda ini antara lain 3-3 pack, 4-3 pack, dan 5-4 pack. Nama tersebut diambil dari penempatan buah- buahan pada lapisan dasar.

Gambar 2. Pola penyusunan tomat dalam kemasan jenis 5-4 pack menurut lebar dasar wadah.

G. Kerusakan Mekanik

Penanganan pasca panen harus dilakukan secara hati-hati untuk memperoleh buah-buahan yang segar dan mempunyai mutu yang tinggi. Penanganan secara kasar dapat mempengaruhi mutu produk secara langsung. Mutu buah-buahan tersebut ditentukan oleh sifat fisik mekanis, morfologis, dan fisiologis. Sifat fisik morfologis meliputi panjang, diameter, volume, dan bobot. Sifat fisiologis dipengaruhi oleh laju respirasi, sedangkan sifat mekanis merupakan ketahanan buah terhadap benturan dan goresan.

Kerusakan mekanis pada produk pertanian dapat disebabkan oleh gaya- gaya luar (statik ataupun dinamis) dan gaya-gaya dalam yang disebabkan oleh perubahan fisik bahan tersebut. Perubahan fisik dapat disebabkan oleh perubahan kadar air, temperatur, biologis, dan kimia. Kerusakan mekanis dapat terjadi karena buah menerima pembebanan, baik berupa tekanan ataupun pukulan.

Kerusakan mekanis yang terjadi selama pengangkutan dapat terjadi karena tumpukan buah yang terlalu tinggi. Hal tersebut dapat mengakibatkan tekanan yang besar terhadap buah yang terdapat pada lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan akibat kompresi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan mekanik buah antara lain :

1. Gaya-gaya luar

Tingkat kerusakan mekanis yang terjadi dipengaruhi oleh besarnya gaya luar (beban) yang mengenai buah. Kerusakan akan semakin tinggi jika gaya luar (beban) yang diterima oleh buah semakin besar.

Buah tersusun dari sel-sel yang memiliki sifat viskoelastis yang memberikan respon terhadap gaya. Respon terhadap gaya tergantung dari sifat pembebanan. Sifat pembebanan terdiri dari dua macam, yaitu pembebanan yang bersifat statis dan pembebanan yang bersifat dinamis atau berubah-rubah terhadap waktu.

Pembebanan dinamis terjadi pada tumpukan buah yang mengalami getaran selama pengangkutan. Sedangkan pembebanan statis terjadi pada

saat buah akan menanggung beban gaya yang tetap seperti penumpukan buah pada waktu penyimpanan.

2. Sifat mekanis buah

Sifat mekanis yaitu respon bahan yang sesuai dengan perilakunya apabila diberi gaya. Dalam ilmu reologi mempelajari sifat mekanis bahan. Secara reologis, sifat mekanis buah dapat dinyatakan dalam tiga bentuk parameter yaitu gaya, deformasi, dan waktu.

H. Transportasi

Teknik transportasi merupakan penerapan dari sains dan matematika dimana sifat-sifat zat dan sumber-sumber energi alami dipakai untuk mengangkut penumpang dan barang dengan cara yang berguna bagi manusia. Pengangkutan juga diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.

Syarat-syarat bagi berlangsungnya proses transportasi antara lain : 1. Ada muatan yang diangkut.

2. Tersedia kendaraan sebagai alat angkutnya. 3. Ada jalan yang dapat dilalui.

Pada pengangkutan barang diharapkan nilai barang akan lebih tinggi di tempat tujuan dari pada di tempat asal. Transportasi dapat dilihat dalam dua kategori antara lain :

1. Pemindahan bahan-bahan dan hasil-hasil produksi.

2. Pengangkutan penumpang dari satu tempat ke tempat lain.

Kerusakan pada buah-buahan hasil pemanenan dapat terjadi saat transportasi. Kerusakan tersebut dapat berupa memar, susut berat, ataupun masa simpan yang semakin pendek. Pengangkutan yang kurang baik dapat menyebabkan kerusakan mencapai 30 – 50 %.

Penanganan pasca panen yang baik mulai dari pemanenan, pengumpulan, sortasi, grading, pengemasan dan pengangkutan dapat mengurangi kerusakan yang terjadi pada buah. Oleh karena itu, buah-buahan harus diangkut secepat mungkin sampai ke tempat pemasaran.

Cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kerusakan akibat getaran selama transportasi dapat digunakan bahan anti getaran. Menurut sifatnya, bahan anti getaran terdiri dari bahan anti getaran elastis (dapat kembali ke bentuk semula jika beban telah dilepas/dihilangkan), dan bahan anti getaran non elastis (tidak dapat kembali ke bentuk semula jika beban dihilangkan). Kotak karton berfungsi sebagai bahan anti getaran.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait