• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Perlindungan Hak-Hak Buruh Perempuan Yang Ada d

5. Perlindungan Waktu Kerja

li 8. Kesehatan dan keselamatan kerja.

Dan hal-hal yang demikian dapat diuraikan dalam pembahasan sebagai berikut (Sulistyowati Irianto,2006 : 448).

1. Persamaan imbalan kerja

Peraturan Pemerintah RI No.8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah. Pada Pasal 2 yang menyatakan hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus, Pasal 3 menyatakan Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dari buruh perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.

Peraturan ketenagakerjaan melarang pengusaha melakukan diskriminasi pemberian upah terhadap para pekerja Karena jenis kelamin, suku, ras, agama dan juga status pekerja, misalnya, sebagai pekerja kontrak. Pasal 88 sampai dengan 98 Undang-undang Ketenagakerjaan tentang ketentuan-ketentuan pengupahan yang didukung Peraturan Pemerintah RI No.8 tahun 1981 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja yaitu KEP.49/MEN/IV/2004 tentang ketentuan struktur dan skala upah.

Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja. Upah minimum wajib diberikan oleh pengusaha kepada setiap pekerjanya. Setiap tahun pemerintah menetapkan upah minimum regional (UMR/UMP) yang besarnya berbeda-beda antara daerah satu dengan lainnya.

Upah diberikan secara berbeda, yaitu berdasar lamanya bekerja atau baru berapa bulan buruh itu bekerja sudah tercatat oleh staff/ karyawan kantor yang berkepentingan. Tapi mayoritas para buruh mendaftar pada waktu yang bersamaan dulunya, karena para buruh adalah orang lama yaitu buruh yang dulu bekerja di pabrik lama yang telah bangkrut/tutup. Jadi mereka mendaftar pada CV

Trias Adhicitra ini yang juga kegiatan usahanya sama dengan pabrik tempat mereka bekerja dulu yaitu membuat paper cones. Sedangkan buruh yang masa kerjanya belum begitu lama adalah pendaftar baru yang jumlah orangnya tidak banyak.

Kebanyakan buruhnya berpendidikan minimal SLTA atau setara karena hal ini merupakan salah satu syarat penerimaan buruh di CV ini. Dan dalam hal ini tingkat pendidikan para buruh tidak mempengaruhi besarnya pemberian upah, selama mereka mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan benar. Upah diberikan pada buruh bila telah bekerja selama 1 (satu) bulan.

Berdasar SK Gubernur 561.4/52/2008 besarnya UMR/UMP di Kabupaten Sukoharjo adalah Rp. 710.000,00 (tujuh ratus sepuluh ribu rupiah). Sedangkan upah yang diterima baik pekerja perempuan dan laki-laki di CV ini adalah sama besarnya yaitu Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dalam 1 (satu) bulan. Upah diberikan setiap 1 Minggu sekali sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) dan dilakukan 4 (empat) kali dalam 1 (satu) bulan. Meski begitu upah yang diberikan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, berarti dalam hal pemberian upah terjadi pelanggaran.

Sesungguhnya upah minimum adalah hak dasar setiap pekerja, namun Undang-undang Ketenagakerjaan memberikan sedikit ruang gerak bagi perusahaan yang tidak mampu sehingga pengusaha bersangkutan dapat menunda pelaksanaan upah minimum tersebut. Namun pengusaha tetap berkewajiban membuat permohonan kepada instansi terkait yang tentu saja hal tersebut harus disertai laporan keuangan yang menunjukkan ketidakmampuannya atau penangguhan.

liii

Bagi pengusaha yang membayar upah lebih rendah dari UMR yang dibuat oleh Undang-undang dianggap sebagai kejahatan dan dapat dikenakan sanksi : a. Pidana penjara antara 1 sampai dengan 4 tahun ; dan atau

b. Denda antara Rp.100 juta sampai dengan Rp.400 juta (Pasal 90 ayat (1), Pasal 185 ayat (1) Undang-undang No.13 Tahun 2003)

Walaupun pengusaha sudah menjalankan sanksi atau denda tersebut, tidak akan mengurangi atau menghapus kewajibannya untuk membayar kekurangan upah pekerjanya.

Selain itu terdapat pernyataan pada peraturan perusahaan bahwa upah dan golongan upah tiap karyawan secara perorangan pada hakekatnya bersifat rahasia dan bukan untuk diketahui atau dibicarakan dengan pihak yang tidak berkepentingan. Dalam hal ini terdapat potensi diskriminasi.

Berdasar Pasal 90 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan yang menyatakan pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Pasal 90 ayat (2) dinyatakan dalam hal pengusaha tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 Undang- undang Ketenagakerjaan, dapat dilakukan penangguhan. Ternyata pada CV Trias Adhicitra jumlah upah yang diberikan pada buruhnya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan lebih rendah dari UMR yang telah ditetapkan daerah Kabupaten Sukoharjo dan tidak terdapat penangguhan pembayaran upah, berarti dalam hal pemberian upah di CV Trias Adhicitra telah terjadi pelanggaran.

Untuk pemberian THR tidak terdapat potensi diskriminasi karena terdapat perbedaan dalam hal pelaksanaan pemberiannya karena harus didasarkan pada lamanya masa kerja atau disesuaikan lamanya waktu kerja yang dilalui buruh sendiri. Pemberian THR mulai diberikan pada buruh yang minimal telah bekerja

selama 8 (delapan) bulan. Besarnya THR tetap diberikan 100% gaji bagi buruh laki-laki maupun buruh perempuan yang telah bekerja dalam 1 (satu) tahun. Sedangkan pada buruh yang baru bekerja 8 (delapan) bulan bekerja akan 75% dari gaji buruh 1 (satu) bulan penuh yaitu 75% X Rp.600.00,- yaitu sebesar Rp.450.000,-.

2. Diskriminasi penerimaan kerja

Pada Pasal 27 ayat (2) UUD RI 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Diskriminasi masih sering terjadi terutama dalam hal penerimaan tenaga kerja di perusahaan atau instansi pemerintah, di mana tenaga kerja laki-laki lebih diutamakan dari tenaga kerja perempuan.

Di CV Trias Adhicitra tidak terdapat diskriminasi dalam penerimaan kerja antara buruh laki-laki dan perempuan, karena penerimaan kerja didasarkan pada kemampuan dari para buruh sendiri dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Walau begitu masih terdapat potensi terjadinya diskriminasi yang antara lain upah dan golongan upah tiap karyawan secara perorangan pada hakekatnya bersifat rahasia/ bukan untuk diketahui dengan pihak yang tidak berkepentingan. Hal ini dapat menimbulkan potensi diskriminasi, apakah semua buruh mendapat upah yang besarnya sama. Perusahaan dalam melakukan tes dan pemeriksaan dalam proses seleksi sepenuhnya adalah milik perusahaan dan merupakan rahasia perusahaan, perusahaan juga tidak berkewajiban untuk menjelaskan hasil seleksi pada calon karyawan atau pihak ketiga.

Undang-Undang Republik Indonesia No.: 7 tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Againts Woman) atau disebut dengan Konvensi Wanita. Pada

lv

Pasal 1 dimana mengatakan mengesahkan Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita yang telah disetujui oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 18 Desember 1979, dengan persyaratan (reservation) terhadap Pasal 29 ayat (1) tentang penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini.

Tolak ukur terjadinya diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja dapat dijelaskan pula bahwa wujud patriarki dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa perlakuan diskriminatif, ketidakadilan atau tidak diterimanya di suatu lingkungan tertentu. “Termasuk ke dalam pengertian diskriminasi adalah cara dan bentuk sehalus apapun sehingga orang yang bersangkutan tidak menyadari tindakan diskriminatif tersebut” (Jurnal Perempuan Dalam Birokrasi Telaah Tentang Persoalan Perempuan Meniti Karir,Elly Ferdiana Latief,2006:467).

Berkaitan dengan Konvensi tentang larangan diskriminasi terhadap wanita (Konvensi Wanita), hal ini diperkuat dengan Pasal 5 dan 6 Undang-undang No.13 Tahun 2003 dimana setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan perlakuan yang sama antara buruh laki-laki dan perempuan tanpa diskriminasi dari pengusaha.

Pada Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan di mana dinyatakan penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil dan setara tanpa diskriminasi. Yang dimaksud adil dan setara adalah penempatan tenaga kerja dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan tidak didasarkan atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama dan aliran politik. Akan tetapi tetap harus ada hak-hak yang harus diperoleh buruh perempuan yang harus dipenuhi perusahaan yang tidak bisa disamakan atau tidak diperoleh buruh laki-laki.

Nana Oishi has pointed out that in Asia the emigration policies for female migrants are more value-laden-driven by social values and moral concer-than policies for male migrants. Indonesia is no exception to this. Nana Oishi telah menyatakan bahwa di Asia tentang kebijakan untuk pekerja perempuan migrant lebih sarat nilai-nilai sosial yang didorong oleh keprihatinan dan moral dari kebijakan-migran pekerja laki-laki. Indonesia mengecualikan untuk hal tersebut (Global Cinderellas, Jurnal Migran Baru Dalam Negeri dan Pengusaha Kaya di Taiwan, Pei-Chi Lan,2007 : 49-50).

3. Cuti haid, melahirkan, keguguran

Pada CV Trias Adhicitra memperkerjakan 7 orang buruh perempuan pada pagi hingga sore hari. Batas usia buruh yang diterima di perusahaan minimal 18 tahun dan maksimal 45 tahun, pendidikan minimal SLTA.

Karena fungsi biologis yang hanya dimiliki tenaga kerja perempuan, maka ia memerlukan perlindungan khusus. Namun seringkali perlindungan terhadap haid, kehamilan, melahirkan dan keguguran diabaikan terutama bila dikaitkan dengan motivasi ekonomis dari para pelaku di pasar kerja.

Khusus yang berkaitan dengan hak cuti/ istirahat untuk perempuan sebenarnya ada empat jenis cuti yaitu cuti haid, cuti melahirkan, cuti karena keguguran kandungan dan istirahat pada jam kerja untuk menyusui bayi. Di CV inipun yang memperkerjakan buruh perempuan berhak mendapat cuti haid, tetapi cuti haid ini kebanyakan tidak diambil dan tetap melakukan pekerjaan seperti biasa. Cuti haid ini tidak akan mengurangi upah yang diberikan perusahaan, hanya selama cuti 2 (dua) hari tadi buruh tadi tidak memperoleh tunjangan tidak tetap seperti premi kehadiran sebesar Rp.5000,- (lima ribu rupiah). Walau begitu CV ini tetap memberikan cuti haid selama 2 hari. Apalagi selama bekerja baik

lvii

yang menggunakan mesin maupun tidak, sejauh ini tidak ada keluhan sama sekali dari buruh perempuan itu sendiri.

Dinyatakan pada Pasal 81 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan yang menyatakan pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Perusahaan wajib melaksanakannya tanpa mengurangi upah. Bila tidak dilaksanakan, pengusaha juga dapat dikenakan sanksi pidana yaitu :

a. Penjara antara 1 sampai 4 tahun; dan atau

b. Denda antara Rp.10 juta sampai dengan Rp.400 juta (Pasal 186 Undang- undang No.13 Tahun 2003),

Maka pengusaha tetap wajib membayar upah pekerja secara penuh, karena terdapat alasan sah yaitu buruh perempuan yang cuti 2 hari karena sakit saat menstruasi.

Pada Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan di mana pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Hal inipun harus dilaksanakan oleh CV ini. CV ini terbilang masih baru berdiri, buruhnya sudah berkeluarga dan memiliki anak, jadi dalam pelaksanaan cuti melahirkan sampai saat ini belum ada yang mengambilnya.

Bila ada buruh yang akan mengambil cuti melahirkan, maka dalam praktek di CV Trias Adhicitra mekanisme pengambilannya dapat disepakati oleh pekerja dan pengusaha yang dikutip pada perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Artinya pengambilan cuti hamil tidak mesti 1,5 bulan sebelum

melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Bisa diatur apakah 1 Minggu atau 2 Minggu sebelum melahirkan, baru sisanya diambil setelah melahirkan. Yang penting total istirahat selama periode melahirkan adalah 3 bulan.selam cuti melahirkan pekerja tetap berhak mendapat upahnya secara penuh, kecuali tunjangan yang tidak tetap.

Istirahat untuk pekerja yang mengalami keguguran kandungan diberikan selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan. Hak ini pun merupakan hak normatif. Perusahaan wajib memberikan cuti ini pada buruh perempuannya yang mengalami keguguran dengan tanpa mempengaruhi pemberian upah, karena upah tetap harus diberikan.

Terdapat sanksi bagi pengusaha yang tidak memberikan hak cuti kepada pekerja sangat tergantung hak cuti yang dilanggar, apakah cuti melahirkan/keguguran kandungan, cuti haid, atau cuti lainnya yang sah pengaturannya. Salah satunya sanksi terhadap pelanggaran cuti melahirkan/ keguguran kandungan. Untuk pengusaha yang tidak memberikan kepada buruh perempuan istirahat/ cuti melahirkan selama 3 (tiga) bulan dapat dikenakan sanksi yaitu :

a. Pidana penjara antara 1 sampai dengan 4 tahun, dan atau b. Denda antara Rp.100 juta sampai dengan Rp.400 juta.

Sanksi tersebut juga dapat diberikan kepada pengusaha yang tidak memberikan kepada pekerja perempuan waktu istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai keterangan dokter, karena pekerja tersebut mengalami keguguran kandungan.

Pada Pasal 83 Undang-undang Ketenagakerjaan yang menyatakan pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu

lix

kerja. Hal ini wajib diberikan ijin oleh perusahaan. Namun mengingat rumah para buruh jauh dari perusahaan tempat mereka bekerja, maka hal ini dirasa kurang efektif.

Dalam praktek, walaupun Undang-Undang memperbolehkan untuk melakukan hal itu tetapi kenyataannya pekerja perempuan tidak melakukannya, bukan karena dilarang oleh pengusaha tapi kemauan pekerja itu sendiri. Selain itu dirasa kurang efektif.

4. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)

Tenaga kerja perempuan juga berhak atas jamsostek dalam pekerjaan, mengingat mereka sebagai human asset dalam proses pembangunan ekonomi.

Berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, Pengusaha diwajibkan untuk mengikutsertakan pekerjanya dalam program jamsostek karena memenuhi syarat-syarat antara lain :

a. Perusahaan berbadan hukum

b. Usaha sosial lainnya yang tidak berbentuk perusahaan dan mempunyai pengurus

c. Memperkerjakan pekerja 10 orang atau lebih atau telah mengeluarkan upah Rp.1.500.000,00 atau lebih setiap bulannya.

Pada Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang jamsostek, Pasal 3 dinyatakan sistem jamsostek nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan atau anggota keluarga. Pada Pasal 3 ayat (2) dinyatakan tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Pada Pasal 7 ayat (2) dinyatakan jaminan sosial tenaga kerja berlaku pula untuk keluarga tenaga kerja. Pada Pasal 20 ayat (2)

dinyatakan anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.

Pada Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1992 dinyatakan jaminan kematian dibayar sekaligus kepada janda atau duda atau anak, dan dapat meliputi :

a. Santunan kematian diberikan sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). b. Biaya pemakaman sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Selain itu perlu diketahui sepanjang terpenuhinya tiga unsur dalam hubungan kerja maka perusahaan atau badan usaha apapun wajib mengikutsertakan pekerjanya pada program jamsostek. Tiga unsur dalam hubungan kerja adalah adanya pekerjaan, upah dan perintah.

Belum terdapat perlindungan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) di CV Trias Adhicitra. Karena CV ini termasuk perusahaan berskala kecil yang terbilang masih baru didirikan, memperkerjakan pekerja dalam jumlah sedikit dengan kontrak kerja waktu tertentu merupakan beberapa hal yang menjadi alasan CV ini untuk belum mengikutkan para pekerjanya ke dalam perlindungan jamsostek. Bila terdapat hal yang berkaitan dengan kesejahteraan, kematian terhadap para buruh maupun keluarganya, maka tetap terdapat pemberian santunan dari perusahaan yang disesuaikan dengan peraturan Perundang- Undangan.

Berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu, dan buruh-buruhnya disebut sebagai pekerja kontrak yang rentan tidak mendapatkan jamsostek. Jamsostek merupakan hak setiap pekerja baik pekerja tetap meupun pekerja kontrak. Jika ada pengusaha yang oleh Undang-Undang menetapkan wajib untuk menyertakan para pekerjanya dalam program jamsostek, namun pengusaha tersebut tidak

lxi

mengikutsertakan pekerjanya maka hal tersebut dianggap kejahatan oleh Undang- Undang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sanksi pidana dan sanksi administratif bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya pada program jamsostek. Sanksi pidananya yang dapat dikenakan atas pelanggaran terhadap ketentuan Jamsostek yaitu :

a. Pidana kurungan paling lama 6 bulan b. Denda paling tinggi Rp.50 juta

Sedangkan sanksi administratif yang dapat dijatuhkan pada perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya untuk ikut program jamsostek adalah berupa pencabutan izin usaha.

Jadi walaupun buruh di CV ini adalah pekerja kontrak, mereka tetap berhak diikutsertakan dalam program jamsostek. Ini merupakan koreksi pemerintah, karena masih bayak terdapat pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan yang masih tetap terjadi.

5. Perlindungan waktu kerja

CV ini memiliki hari kerja dan jam kerja normal yang diatur untuk ketentuan 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) Minggu adalah sebagai berikut : a. Senin sampai Kamis : 08.00 – 16.00 WIB , istirahat : 12.00 – 13.00 WIB. b. Jumat : 08.00 – 16.30 WIB , istirahat : 11.30 – 13.00 WIB.

c. Sabtu : 08.00 – 13.00 WIB.

Perlindungan jam kerja pada CV Trias Adhicitra sesuai dengan Undang- Undang Ketenagakerjaan berdasar jam dan hari kerja normal, serta istirahat yang cukup telah diberikan perusahaan yaitu 60 menit (1 jam). Dan pada hari Jumat ada kelonggaran bagi para pekerja bila akan melaksanakan ibadah sholat Jumat yaitu istirahat pada pukul 11.30 – 13.00 WIB. Tidak terdapat pembedaan syarat

penerimaan kerja yang sama nilainya antara buruh laki-laki dan perempuan. Para buruh CV ini merupakan orang-orang lama yang juga pernah bekerja pada pabrik lama di bidang paper cones yang telah tutup. Pekerjaan di CV ini terbilang pekerjaan ringan jadi mesin-mesin ditangani baik oleh buruh laki-laki maupun buruh perempuan.

Perlindungan jam kerja pada CV Trias Adhicitra ini sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan berdasar jam dan hari kerja normal, serta istirahat yang cukup telah diberikan perusahaan yaitu 60 menit (1 jam). Dan pada hari Jumat ada kelonggaran bagi para pekerja bila akan melaksanakan ibadah sholat Jumat yaitu istirahat pada pukul 11.30 – 13.00 WIB. Perusahaan memberikan izin waktu secukupnya bagi karyawan untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan agamanya.

Namun mengenai jam kerja pada hari Sabtu mulai pukul 08.00-13.00 WIB di mana para buruh bekerja 5 jam berturut-turut tanpa istirahat dikarenakan tidak ada jarak waktu minimal 30 (tiga puluh) menit untuk istirahat. Hal yang terjadi demikian ini melanggar Pasal 79 ayat (2) huruf (a) Undang-undang No.13 Tahun 2003, yang menyatakan istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya 30 menit setelah bekerja selama 4 jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja.

Dokumen terkait