• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Daerah yang berhubungan dengan prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah

4. Energi dan sumber daya mineral, pariwisata, perindustrian, perdagangan dan transmigrasi

2.5. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.5.1. Permasalahan Daerah yang berhubungan dengan prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah

Kesenjangan yang terjadi antara kinerja pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai di masa datang dengan kondisi riil saat ini, adalah merupakan permasalahan pembangunan daerah yang senantiasa dihadapi oleh Pemerintah Daerah. Potensi permasalahan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari

kekuatan yang belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan, dan ancaman yang tidak diantisipasi.

Berdasarkan analisis kondisi umum daerah dan capaian kinerja pembangunan daerah Kabupaten Soppeng selama ini, telah diidentifikasi sejumlah permasalahan pembangunan daerah yang membutuhkan perhatian serius dari segenap stakeholder pembangunan daerah. Identifikasi permasalahan tersebut diuraikan berdasarkan kategorisasi agenda pembangunan daerah dan atau beberapa unsur yang dianggap memiliki pengaruh yang saling berhubungan. Permasalahan pembangunan daerah dimaksud adalah :

1. Masih Tingginya Jumlah Penduduk Miskin

Kemiskinan masih merupakan masalah dan isu strategis bagi Kabupaten Soppeng hingga saat ini. Meskipun jumlah penduduk miskin menunjukkan tren menurun, dari 23.300 jiwa (10,42%) pada tahun 2010 menjadi 21.220 jiwa (9,36%) pada tahun 2011,dan pada tahun 2012 terus mengalami penurunan menjadi 20.400 jiwa (9,12%) dan pada tahun 2013 menjadi 21.300 jiwa (9,43%) namun penurunan angka kemiskinan tersebut berlangsung relatif lambat sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius dan sungguh-sungguh dalam lima tahun ke depan.

2. Masih Rendahnya Kualitas Pendidikan

Pembangunan pendidikan selama ini masih diperhadapkan pada sejumlah permasalahan, seperti terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, masih rendahnya akses penduduk terhadap fasilitas pendidikan terutama tingkat pendidikan menengah, tidak meratanya sarana dan prasarana pendidikan khususnya pada wilayah-wilayah dengan jumlah peserta didik yang potensial, serta belum optimalnya proses belajar mengajar dan tata kelola pendidikan. 3. Masih Rendahnya Derajat Kesehatan

Pembangunan kesehatan selama ini menghadapi sejumlah masalah seperti masih rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang ditandai dengan; (1). masih rendahnya status kesehatan ibu dan anak, (2). masih rendahnya status gizi masyarakat terutama pada bayi, (3). masih tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular seperti DBD, Diare, dan TBC, (4). Masih terbatasnya ketersediaan tenaga medis, (5). Masih terbatasnya ketersediaan obat, pengawasan obat dan makanan dan (6). Masih terbatasnya pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan perlindungan kesehatan masyarakat.

Berbagai permasalahan tersebut di atas telah menyebabkan berbagai indikator di sektor kesehatan belum menunjukkan capaian kinerja yang

memuaskan, misalnya masih tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan, dsb.

4. Belum Optimalnya Pelayanan Publik

Terkait dengan pelayanan publik, masih terdapat sejumlah permasalahan, diantaranya belum optimalnya penerapan Standar Pelayanan Minimun (SPM) yang menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintah daerah, belum efektifnya pengelolaan kependudukan dan catatan sipil, yang ditandai dengan belum akuratnya data-base kependudukan.

5. Masih Terbatasnya Ketersediaan Infrastruktur Dasar

Secara umum, ketersediaan infrastruktur dasar di daerah ini masih jauh dari memadai. Terdapat indikasi yang menunjukkan masih adanya wilayah yang belum memiliki akses jalan dan jembatan yang memadai. Selain itu, persentase rumah tangga yang telah menikmati air bersih yang layak dan energi listrik, juga tampak relatif rendah. Sarana perkotaan, seperti drainase dan pembuangan sampah, menunjukkan kinerja yang belum sepenuhnya memuaskan. Sedangkan sarana perdesaan, seperti jaringan irigasi dan jalan desa, juga tampak memerlukan peningkatan, baik kuantitas maupun kualitas. Keterbatasan berbagai infrastruktur dasar tersebut telah menghambat

mobilitas manusia dan barang, akselerasi pertumbuhan ekonomi,

memperlambat proses transformasi perekonomian, menghambat kemajuan dan kemandirian wilayah, serta berpotensi menekan tingkat kesejahteraan masyarakat.

6. Belum Optimalnya Produksi, Produktivitas dan Kualitas Produk Pertanian Permasalahan di sektor pertanian ditandai oleh masih rendahnya produksi, tingkat produktivitas, dan kualitas produk. Belum berkembangnya sistem pertanian yang berbasis agribisnis dan agroindustri, rendahnya peningkatan nilai tambah (added value) di sektor pertanian. Selain itu, masih terbatasnya penerapan teknologi pertanian spesifik lokasi, masih lemahnya kelembagaan petani, masih terbatasnya akses petani terhadap sumber permodalan, belum optimalnya penanganan panen dan pasca panen, masih terbatasnya usaha dan produksi pertanian organik yang dikembangkan secara terintegrasi, serta sejumlah permasalahan lain yang dihadapi di sektor pertanian. Seluruh masalah tersebut perlu ditangani secara serius, mengingat sektor pertanian merupakan penghasil terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Soppeng, sumber mata pencaharian utama masyarakat lokal, dan merupakan sektor dengan tingkat penyerapan tenaga kerja tertinggi.

7. Belum Optimalnya Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

Belum optimalnya pengelolaan keuangan daerah ditandai dengan proses penyusunan keuangan daerah (APBD) yang belum dilakukan secara tepat waktu sesuai dengan arahan peraturan perundangan yang berlaku. Pada level SKPD, penyusunan kebutuhan anggaran dan laporan penggunaan anggaran, belum sepenuhnya dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan anggaran.

Terkait dengan pengelolaan aset daerah, permasalahan yang muncul adalah belum terinventarisasi dan tercatatnya aset daerah yang sesuai dengan peruntukannya serta belum tertibnya pengalihan aset sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

8. Masih Rendahnya Daya Tarik dan Daya Saing Wilayah

Salah satu indikasi penting dari rendahnya daya tarik dan daya saing wilayah adalah rendahnya nilai penanaman modal baik dalam negeri maupun asing serta terbatasnya jumlah investor yang menanamkan modalnya di Kabupaten Soppeng.

Kondisi ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya, belum

terpromosikannya Kabupaten Soppeng sebagai daerah tujuan investasi, belum teridentifikasinya secara akurat potensi dan peluang investasi daerah, belum berkembangnya wilayah agropolitan, belum ditetapkannya kawasan strategis sesuai dengan potensi wilayah, masih minimnya kemitraan dengan lembaga keuangan, swasta, dan lembaga donor dalam pembiayaan pembangunan daerah, belum optimalnya pemanfaatan ruang berbasis RTRW, belum berkembangnya kerjasama antar daerah, dan sebagainya. 9. Menurunnya Kualitas Lingkungan

Menurunnya kualitas lingkungan sebagai akibat tidak seimbangnya rasio kerusakan lingkungan dengan upaya untuk mengatasinya seperti reboisasi dan rehabillitasi kawasan hutan dengan pembalakan liar (illegal logging) dan perambahan hutan. Disamping itu, eksploitasi tambang golongan C yang mengabaikan aspek daya dukung lingkungan, juga telah memberi dampak buruk terhadap kualitas lingkungan.

Indikasi menurunnya kualitas lingkungan, juga dapat diamati dari tingginya potensi wilayah banjir yang ditandai dengan semakin meluasnya spot wilayah banjir, dan meningkatnya sedimentasi pada daerah aliran sungai.

10. Belum Berkembangnya Kegiatan Kepariwisataan

Meskipun sektor pariwisata telah ditempatkan sebagai sektor prioritas, namun kegiatan kepariwisataan di Kabupaten Soppeng belum berkembang sesuai dengan yang diharapkan. Meskipun di daerah ini terdapat berbagai objek

wisata, baik wisata alam maupun wisata budaya, namun keberadaan objek wisata tersebut belum memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian daerah dan peningkatan aktifitas ekonomi masyarakat serta belum dapat dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. 11. Belum Teraktualisasinya Nilai-nilai Agama dan Budaya

Permasalahan utama yang terkait dengan nilai-nilai agama dan budaya adalah berkurangnya kualitas dan pengamalan nilai-nilai keagamaan, yang ditandai dengan adanya penyalahgunaan narkoba dan obat terlarang, perilaku seks di luar nikah, pornografi di kalangan remaja, dan berbagai kriminalitas dan tindak pidana. Sedangkan berkurangnya aktualisasi nilai-nilai budaya, ditandai dengan bergesernya pola perilaku masyarakat yang cenderung mengabaikan nilai-nilai kegotongroyongan dan kesetiakawanan sosial, lunturnya budaya saling menghargai dan menghormati, dan renggangnya hubungan kekerabatan, yang dalam falsafah bugis dikenal dengan istilah “sipakatau, sipakalebbi, siamasei“.