• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BIMBINGAN KONSELING KELUARGA DAN PERCERAIAN

A. Bimbingan Konseling Keluarga

7. Permasalahan Dalam Keluarga













































Artinya: 35. dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[293] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.[293] Hakam ialah juru pendamai. (QS. An-Nisa’ayat 35)

7. Permasalahan Dalam Keluarga

Permasalah dalam keluarga sangatlah beragam. Setiap keluarga pasti pernah mengalami saat-saat krisis yang menyebabkan munculnya permasalahan dalam keluarga. Ketidak mampuan orang tua dalam menyikapi permasalahan ini akan berakibat dan memunculkan masalah dalam diri anak.

Weakland yang dikutip dari Hasnida telah membuat hipotesis bahwa anak yang mengalami gangguan perilaku berat adalah hasil ketidak rukunan satu pihak dengan pihak lain dalam keluarga. Ketidak rukunan ini dapat berupa bentuk pertentangan permusuhan dan ketidak harmonisan orang tua dalam keluarga. Anak akan mempelajari dinamika keluarganya secara terus-menerus sehingga menimbulkan perilaku negative pada dirinya sendiri.

Permasalahan ini dapat dirasakan ataupun tidak dapat dirasakan oleh orang tua. Orang tua yang memiliki kesibukan di luar rumah cenderung mengabaikan, meskipun ia menyadari anaknya mengalami masalah. Apabila hal ini terus berlanjut anak tidak akan segan-segan memunculkan perilaku negatifnya di hadapan orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Pada saat inilah biasanya orang tua menyadari bahwa anaknya harus mendapatkan penanganan dari konselor agar dapat mengubah perilakunya.Oleh karena itu dapat kita lihat bahwasanya fokus utama konseling keluarga adalah penanganan pada keluarga yang memiliki anak dengan perilaku negative.Beberapa orang tua mengalami banyak kesulitan dalam menciptakan suasana yang harmonis dalam keluarga.Hal ini kemungkinan dapat disebabkan adanya ketidak siapan dalam membina rumah tangga di awal pernikahan, ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, kesalahan dalam mendidik anak dan lain sebagainya.

Kesulitan inilah yang mendorong terjadinya ketidak-seimbangan dalam keluarga yang akhirnya menimbulkan banyak masalah. Minuchin yang dikutip dari Hasnida menjelaskan penyebab masalah keluarga dalam

“Tri-ad yang kaku” antara lain:

a. Detouring atau saling melimpahkan kesalahan. Misalnya orang tua bertengkar dan saling menyalahkan, karena anaknya tidak naik kelas. b. Anak dan orang tua berkualisi atau bersatu untuk melawan orang tua

c. Anak berkualisi dengan anggota keluarga yang mengalami konflik secara tertutup terhadap anggota keluarga lain. Istilah ini dikenal sebagai Triangulasi (orang ketiga).

Seorang anak membela dan membantu ibunya untuk melawan sang ayah. Selain hal tersebut, penyebab munculnya perilaku bermasalah pada anak menurut Jackson dapat disebabkan antara lain: a. Ketidakmampuan berinteraksi antar-anggota keluarga dalam

menangani masalah.Pada saat terjadi krisis, anggota keluarga yang tidak dapat ber-adaptasi satu sama lain seringkali mengalami kesulitan mengatasi masalah. Ketidakmampuan berinteraksi secara utuh dalam keluarga dapat disebabkan antara lain:

1) Ketidak mampuan mengkomunikasikan perasaan kepada anggota keluarga secara efektif. Beberapa system yang diterapkan dalam keluarga adalah terlalu fanatic terhadap faham keagamaannya sehingga menganggap tabu untuk membicarakan tentang sek, atau keluarga yang selalu menyampaikan pesan ganda artinya terjadi ketidak selarasan antara perbuatan dan perkataan mereka.

2) Hubungan antar anggota keluarga yang tidak akrab satu sama lain. Masing-masing anggota keluarga memiliki kesibukan di luar rumah sehingga jarang meluangkan waktu untuk bersama. Selain itu tidak adanya saling percaya dan menghormati, jarang berbagi masalah, dan tidak pernah belajar bekerja sama dengan hangat dan akrab.

3) Adanya aturan dalam keluarga yang terlalu kaku atau mungkin tidak adanya aturan sama sekali. Pada keluarga yang memiliki aturan terlalu kaku, anggota keluarga sulit bertindak fleksibel dan cenderung mengabaikan sumber pertolongan di luar keluarga, selain itu anak akan mengalami kesulitan mengikuti aturan apabila itu bertentangan dengan sikap dan nilai pribadinya. Sementara pada keluarga yang sama sekali tidak memiliki aturan, anggota keluarga dibebaskan untuk melakukan apapun yang mereka inginkan, sehingga kadang membingungkan anak untuk memilih tingkah laku yang layak untuk dilakukan.

4) Keengganan mengungkapkan rahasia pribadi dengan anggota keluarga. Rahasia ini biasanya bersifat menyakitkan dan memalukan, misalnya kehamilan di luar nikah, hutang dan perkelahian dengan teman sekelas. Sikap enggan mengungkapkan rahasia ini akan menimbulkan sikap berjaga-jaga pada anggota keluarga yang menyimpan rahasia dan kecurigaan pada anggota keluarga.

5) Ketidak mampuan menyesuaikan tujuan antara anak dan orang tua. Misalnya seorang ayah yang berprofesi sebagai dokter memaksa anaknya untuk menjadi dokter, sang anak menolak karena lebih tertarik menjadi guru. Ketika anaknya menyatakan keinginannya, ayahnya tetap bersikeras bahwa ia harus tetap menjadi dokter. Dalam

hal ini anak mengalami pertentangan antara harapan dan kenyataan yang akhirnya menimbukan konflik pada dirinya.

6) Terjadinya pertentangan nilai atau cara berfikir antara anak dan orang tua. Adakalanya orang tua menolak terjadinya perubahan dalam system keluarga yang sifatnya turun temurun. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan konflik dalam keluarga.

b. Kurangnya komitmen dalam keluarga Komitmen merupakan sebuah janji untuk membentuk keluarga bahagia. Dalam hal ini masing-masing anggota keluarga tidak memiliki komitmen yang kuat untuk membentuk keluarga yang saling mendukung dan harmonis. Keluarga yang tidak memiliki komitmen akan mengalami kesulitan untuk membangun kebersamaan dan menangani masalah yang muncul. Orang tua hanya memikirkan urusannya sendiri tanpa memperdulikan masalah anak atau dapat pula sebaliknya. Ketika menjalani proses konseling, ketidak sediaan untuk terlibat dengan masalah anak, hal inilah yang seringkali muncul dan menyulitkan konselor dalam menjani proses konseling.

c. Ketidak mampuan menjalankan peran dalam keluarga. Peran ayah, ibu dan anak adalah berbeda dan sebenarnya sudah ada tanpa disadari namun dapat dimengerti oleh masing-masing anggota keluarga. Misalnya dalam aktivitas: ibu menyiapkan sarapan pagi, kakak membersihkan rumah, adik mencuci piring setelah makan dan ayah

membuka pintu depan. Peran berdasarkan “gender” mengharuskan ibu merawat anak juga bekerja untuk menghidupi keluarga. Akan tetapi terkadang anggota keluarga mengabaikan peran tersebut sehinggatimbulah konflik, misalnya istri menolak merawat anak karena ingin bekerja atau suami menolak untuk bekerja.

d. Kurangnya kestabilan lingkungan Perubahan lingkungan turut mempengaruhi dalam kehidupan sebuah keluarga. Misalnya karena desakan ekonomi terpaksa suami istri harus hidup bersama dengan mertua dalam waktu yang cukup lama, sementara mertua selalu turut campur dengan masalah anak yang sudah berkeluarga, hal ini dapat menimbulkan konflik dalam keluarga tersebut. Menurut Kurt Lewin dari Ehan masalah dalam keluarga dapat terjadi karena adanya dinding pemisah antar-anggota keluarga yang berupa perasaan saling enggan, saling gengsi, dan takut menyinggung perasaan. Latipun (2008) menambahkan masalah yang seringkali dikonsultasikan oleh keluarga antara lain: anak yang tidak patuh pada harapan orang tua, konflik antar anggota keluarga, perpisahan antar anggota keluarga karena dinas di luar daerah, anak yang mengalami kesulitan dalam belajar, dan kesulitan dalam bersosialisasi. Dengan memahami permasalahan tersebut secara keseluruhan maka konselor dapat menentukan pendekatan apa yang sesuai untuk membantu mengatasi persoalan.

Dokumen terkait