• Tidak ada hasil yang ditemukan

Restriktif Obstruktif Mixed Normal Total orang % orang % Orang % orang % orang % Pencairan amoniak Selalu 0 0 1 2,7 0 0 0 0 1 2,7 Kadang-kadang 0 0 0 0 0 0 2 7,4 2 7,4 Tidak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Penerimaan Lateks Selalu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Kadang-kadang 0 0 0 0 0 0 2 7,4 2 7,4 Tidak 2 7,4 0 0 0 0 1 3,7 3 11,1 Pengolahan Lateks Selalu 0 0 0 0 0 0 2 7,4 2 7,4 Kadang-kadang 1 2,7 1 2,7 0 0 2 7,4 4 14,8 Tidak 3 11,1 3 11,1 2 7,4 5 18,5 13 48,1 Jumlah 6 21,2 5 18,5 2 7,4 14 51,9 27 100

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pekerja bagian produksi lateks yang terpajan amoniak yang paling banyak adalah pekerja mengalami gangguan paru restriktif pada pekerja yang tidak memakai alat pelindung diri sebanyak 5 orang (14,8%) yaitu 2 orang (7,4%) penerima lateks dan 3 orang (11,1%) pengolahan lateks.

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Pajanan Amoniak

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pekerja bagian produksi lateks yang terdiri dari pencairan amoniak (3 orang), penerimaan lateks (5 orang), pengolahan lateks (19 orang) mengalami gangguan fungsi paru sebanyak 13 orang (48,1%) diantaranya 6 orang (22,2 %) pekerja yang terdiri dari 2 orang penerimaan lateks dan 4 orang pengolahan lateks mengalami gangguan paru restriktif, 5 orang (18,5 %) yang terdiri dari 1 orang pencairan amoniak dan 4 orang pengolahan lateks mengalami gangguan paru obstruktif, 2 orang (7,4 %) pekerja pengolahan lateks mengalami gangguan paru mixed dan 14 orang (51,9 %) tidak mengalami gangguan fungsi paru. Gangguan fungsi paru yang terjadi adalah gangguan fungsi paru restriktif, gangguan fungsi paru obstruktif dan mixed.

Menurut Caplin (2001) pada pajanan amoniak ringan disajikan dengan peradangan pernapasan bagian atas dan rasa sakit tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda gangguan pernapasan, pada kelompok sedang disajikan sama tetapi dengan gejala berlebihan. Kelompok berat disajikan dalam gangguan pernapasan terbuka dengan batuk produktif, paru cedera akut dan disfagia.(18) Cedera amoniak paling sering disebabkan oleh inhalasi, mekanisme yang paling umum di mana gas amoniak menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, terutama mempengaruhi saluran pernapasan bagian atas, meyebabkan batuk dan pernafasan pendek serta berisiko terkena bronkitis kronis.(18) Menurut OSHA nilai ambang batas akibat pajanan amoniak di udara diperbolehkan adalah 50 ppm dengan rata-rata lebih dari 8 jam pada

shift kerja. Lamanya terkena pajanan amoniak, akan mempengaruhi kerentanan pekerja terhadap potensi amoniak tersebut.(6)

Walaupun kadar gas amoniak di lingkungan kerja bagian produksi tidak pernah diukur, tetapi pekerja di bagian produksi lateks mempunyai potensi terkena gangguan fungsi paru, karena gas amoniak yang dihasilkan dari proses produksi lateks tidak terlihat oleh mata, tetapi baunya dapat mengganggu pekerja dalam bekerja. Jika terhirup secara terus menerus dan pekerja tidak memperhatikan dan menanggulangi dengan pemakaian alat pelindung diri pernapasan, amoniak ini dapat mengganggu fungsi paru pekerja.

Dari hasil penelitian ini didapatkan pekerja paling banyak mengalami gangguan paru restriktif. Hal ini juga didukung oleh penelitian-penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa pemajanan amoniak pada kadar rendah secara kronik dapat mengakibatkan gangguan paru berupa gangguan restriktif, yang merupakan suata indikasi adanya penyakit paru (encyclopedia).(8)

5.2. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Umur

Dari tabel 4.6 gambaran umur dengan fungsi paru, dijumpai pekerja paling banyak mengalami gangguan fungsi paru terdapat pada umur ≥ 40 tahun sebanyak 9

orang (33,3%), 4 orang mengalami gangguan paru restriktif, 3 orang mengalami gangguan paru obstruktif dan 2 orang mengalami mixed. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa umur berperan terhadap gangguan fungsi paru. Pada dasarnya umur merupakan faktor penting dalam kesehatan karena semakin bertambahnya usia semakin rentan tubuh manusia begitu juga dengan paru-paru terutama yang berumur

40 tahun keatas. Hal ini juga didukung oleh Juli Soemirat , dkk (1993) mengugkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru.

Menurut Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan gejala gangguan pernapasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini juga didukung oleh Ria Faridawati (1995) yang menyatakan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru, semakin bertambahnya umur maka kualitas paru dapat memburuk dengan cepat dan terjadinya gangguan fungsi paru di dalam tubuh serta menyebabkan fungsi dari organ tubuh pekerja termasuk saluran pernapasan akan semakin berkurang.

5.3. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Masa Kerja

Berdasarkan tabel 4.7 gambaran masa kerja dengan fungsi paru menunjukkan paling banyak adanya gangguan fungsi paru pada pekerja yang memiliki masa kerja ≥

15 tahun sebanyak 8 orang (25,9%), 4 orang mengalami gangguan paru restriktif, 2 orang mengalami gangguan paru obstruktif dan 2 orang mixed. Hal ini menunjukkan bahwa masa kerja berperan terhadap gangguan fungsi paru.

Masa kerja merupakan salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya gangguan fungsi paru karena bila terpajan terus menerus setiap harinya oleh gas iritan seperti amoniak maka akan menyebabkan terjadinya gangguan paru. Lamanya terkena pajanan amoniak, akan mempengaruhi kerentanan pekerja terhadap potensi amoniak tersebut. Hal ini di perkuat oleh hasil penelitian Rosbinawati (2002) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan

pernapasan, maka semakin lama masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru pekerja.

5.4. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Riwayat Merokok

Berdasarkan tabel 4.8 gambaran riwayat merokok dengan fungsi paru, dijumpai pekerja yang paling banyak mengalami gangguan fungsi paru adalah pekerja yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 13 orang (48,1%), 6 orang mengalami gangguan paru restriktif, 5 orang mengalami gangguan paru obstruktif dan 2 orang mengalami mixed.

Berdasarkan tabel 4.3 Jumlah pekerja yang merokok sebanyak 23 orang (85,2%) dan yang tidak merokok sebanyak 4 orang (14,8%). Dalam hal ini perbandingan jumlah pekerja yang merokok lebih banyak dari yang tidak merokok, penelitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok berperan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja. Pekerja di proses produksi biasanya merokok pada saat beristirahat dan mereka merokok di dalam lingkungan kerja, dimana gas amoniak juga berada di lingkungan kerja. Merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan karena asap rokok yang terhisap dalam saluran napas akan mengganggu lapisan mukosa saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran napas.

5.5. Gambaran Fungsi Paru Berdasarkan Penggunaan APD Pernapasan

Dari tabel 4.9 gambaran APD pernapasan dengan gangguan fungsi paru, dijumpai pekerja yang paling banyak mengalami gangguan fungsi paru adalah pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri sebanyak 9 orang (33,3%), 4 orang mengalami gangguan paru restriktif, 3 orang mengalami gangguan paru obtruktif, dan 2 orang mengalami mixed.

Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Pada pekerja bagian produksi lateks sangatlah diperlukan Alat pelindung diri pernapasan, mengingat kondisi lingkungan kerja yang banyak terdapat bahan kimia yang bersifat gas iritan yang ada di amoniak dapat mengakibatkan gangguan paru restriktif, obstruktif, dan mixed apabila terpajan secara terus menerus.

Alat pelindung diri pernapasan (masker) yang disediakan perusahaan tidak efektif untuk melindungi pernapasan pekerja, karena dari hasil pemeriksaan spirometri ditemukan beberapa pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru. Pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri pernapasan ketika bekerja dikarenakan pekerja tidak terbiasa dan merasa terganggu bila menggunakannya. Kurangnya pengawasan terhadap pekerja bagian produksi lateks untuk selalu memakai alat pelindung diri pernapasan juga merupakan salah satu penyebab pekerja tidak selalu memakai alat pelindung diri pernapasan, padahal alat pelindung diri sangat membantu meminimalisir pekerja dari pajanan amoniak yang dapat menimbulkan dampak gangguan pada fungsi paru.

5.6. Gambaran Fungsi Paru di Setiap Bagian Proses Produksi lateks

Berdasarkan tabel 4.5 distribusi pekerja bagian produksi lateks berdasarkan fungsi paru, dari 19 orang di bagian pengolahan terdapat 10 orang yang mengalami gangguan fungsi paru yaitu 4 orang mengalami gangguan paru restriktif, 4 orang mengalami gangguan paru obstruktif dan 2 orang mengalami mixed.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pekerja bagian produksi lateks yang terdiri dari pencairan amoniak, penerimaan lateks dan pengolahan lateks, pekerja yang paling banyak mengalami gangguan fungsi paru terdapat pada bagian pengolahan lateks, hal ini terjadi karena pekerja di bagian pengolahan lebih banyak dari pada jumlah pekerja di bagian pencairan amoniak dan penerimaan lateks, selain itu pekerja di bagian pengolahan banyak yang merokok dan tidak menggunakan alat pelindung diri pernapasan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait