• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dengan ini saya menyatakan bawah disertasi Kajian Pengendalian Rayap

Tanah Coptotermes spp. (Isoptera: Rhinotermitidae) dengan Menggunakan

Cendawan Entomopatogen Isolat Lokal adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2007

Desyanti

ABSTRAK

DESYANTI. Kajian Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes spp. (Isoptera:

Rhinotermitidae) dengan Menggunakan Cendawan Entomopatogen Isolat Lokal. Dibimbing oleh YUSUF SUDO HADI, SULAEMAN YUSUF dan TEGUH SANTOSO

Rayap tanah Coptotermes spp. adalah salah satu dari banyak hama yang

menyebabkan kerusakan serius pada produk hasil kayu khususnya sebagai material bangunan. Beberapa metode pengendalian rayap telah berhasil dilaksanakan di Indonesia, di antaranya penggunaan termitisida yang diaplikasikan melalui tanah, impregnasi ke dalam kayu dan metode pengumpanan serta penghalang fisik. Namun pengendalian hayati menggunakan cendawan entomopatogen belum banyak dilakukan di Indonesia.

Cendawan diisolasi dari berbagai sumber inokulum di alam seperti ulat krop

kubis (Crocidolomia pavonana F.), ulat grayak (Spodoptera litura F.), walang

sangit (Leptocorisa oratorius F.), penghisap polong kedele (Riptortus linearis L.),

rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren.), tanah dan pasir. Beauveria

bassiana (Bals.) Vuill., Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sorok., Metarhizium brunneum Petch, Myrothecium roridum Tode EXFR., Paecilomyces fumosoroseus

(Wize) Brown dan Smith, Penicillium citrinum Thom., Verticilium lecanii

(Zimmermann), Aspergillus flavus Link., Fusarium oxysporum Link, dan

Fusarium solani Link telah ditemukan dari berbagai sumber inokulum di alam.

B. bassiana merupakan spesies yang paling dominan ditemukan.

Uji tapis mengindikasikan bahwa cendawan yang ditemukan umumnya bersifat patogen terhadap rayap dan dapat menyebabkan mortalitas rayap

Coptotermes gestroi Wasmann lebih dari 60% setelah 6 hari diinokulasi. Bahkan

M. anisopliae dari inang penghisap polong kedele, M. brunneum dari pasir,

M. roridum dari tanah, B. bassiana dari walang sangit, F. oxysporum dari ulat

grayak dan A. flavus dari inang rayap tanah dapat membunuh rayap 100% setelah

6 hari inokulasi. Berkenaan dengan kerapatan konidia, hasil penelitian memperlihatkan bahwa semakin tinggi kerapatan konidia menyebabkan mortalitas

rayap lebih tinggi. Nilai lethal concentration (LC) dari masing-masing spesies

berbeda. Dalam hal ini M. brunneum dari pasir memiliki LC50 terendah, yaitu 1,8

x 105 konidia/ml. Aplikasi dengan metode kontak menyebabkan mortalitas dalam

waktu yang lebih singkat (LT50 = 2,01 hari) dibandingkan dengan metode

pengumpanan (LT50 = 4,83 hari).

Uji penularan patogen di laboratorium terhadap rayap C. gestroi,

mengindikasikan korelasi antara mortalitas dengan proporsi vektor: mortalitas rayap meningkat dengan meningkatnya proporsi vektor. Pada penggunaan

proporsi vektor 10%, mortalitas yang disebabkan oleh B. bassiana, M.anisopliae

dan M. brunneum pada LC95 tidak berbeda nyata (>90%). Pada uji terhadap rayap

tanah C. curvignathus, spesies cendawan M. brunneum hanya menyebabkan 60%

mortalitas (mortalitas rayap pada kontrol 13,25%) dan penurunan berat contoh uji 11,27% (kontrol 47,82%) 15 hari setelah inokulasi. Sebagai kesimpulan penelitian

ini, rayap yang diperlakukan (vector) dapat menyebarkan penyakit yang

disebabkan cendawan terhadap individu rayap sehat lainnya.

Key words: bio-kontrol, uji tapis, LC, LT, penularan, Coptotermes gestroi, Coptotermes curvignathus.

ABSTRACT

DESYANTI. Study on Bio-control of Subterranean Termites Coptotermes

spp. (Isoptera: Rhinotermitidae) using indigenous Isolates of Entomopathogenic Fungi. Under the Direction of YUSUF SUDO HADI, SULAEMAN YUSUF and TEGUH SANTOSO

Subterranean termite Coptotermes spp.is one of the important pests causing

serious damage of wood product especially as building material. Some methods for termite control currently practiced in Indonesia are the use of termiticides as soil treatment, impregnation in to the wood, baiting and physical barrier. The use of bio-control agent such entomopathogenic fungi is only at the beginning stage.

The fungi were isolated from various hosts in nature such as cabbage heart

caterpillar (Crocidolomia pavonana F.), army worm (Spodoptera litura F.), rice

bug (Leptocorisa oratorius F.), pod-sucking bug (Riptortus liniaris L.),

subterranean termite (Coptotermes curvignathus Holmgren.), soil and sand.

Beauveria bassiana (Bals.) Vuill, Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sorok, Metarhizium brunneum Petch, Myrothecium roridum Tode EXFR, Paecilomyces fumosoroseus (Wize) Brown and Smith, Penicillium citrinumThom., Verticilium lecanii (Zimmermann), Aspergillus flavus Link, Fusarium oxysporum Link, and

Fusarium solani Link have been found from various hosts. B. bassiana was the most commonly fungus species found.

The screening test indicated that the fungi are generally pathogenic to

termite Coptotermes gestroi Wasmann and could cause termite mortality more

than 60% within 6 days. M. anisopliae from infected pod-sucking bug,

M. brunneum from sand, M. roridum from soil, B. bassiana from infected rice

bug, F. oxysporum from infected army worm and A. flavus from infected

subterranean termite could kill 100% termites within 6 days. Regarding the density of conidia, the result revealed that the higher level of density of conidia caused higher mortality of termite. The value of lethal concentration (LC) of each

species are different. In this case M. brunneum from sand had the lowest LC50, i.e.

1.8 x 105 conidia/ml. For application purpose, the contact method caused

mortality in few days (LT50 2.01 days) as compared with baiting method (LT50

4,83 days).

Transmission tests of pathogen indicated that on C. gestroi in the laboratory,

there was correlation between termite mortality with vector proportion, the mortality of termite increased as vector proportion increased. By using 10%

termite vector, mortality caused by B. bassiana, M.anisopliae and M. brunneum

at LC95, termite mortality was not significantly different (>90%). Against

subterranean termites of C. curvignathus, fungi M. brunneum only caused 60%

mortality of termites within 15 days after application, while termite mortality in control was observed as 13.25% and specimens weight loss 11,27% (control 47,82%). It is concluded that in this study, treated termites (vector) could transmit the fungal disease to other healthy ones.

Key words: bio-control, screening, LC, LT, Coptotermes gestroi, Coptotermes curvignathus.

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

Dokumen terkait