• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODA

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas Rumah Kaca pada Tanah Gambut di Hutan dan Semak Belukar yang Telah diDrainase adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Siti Fatimah Batubara NRP A351060041

ABSTRACT

SITI FATIMAH BATUBARA. Assessment of Carbon Stock and Green

House Gas emission in Drained Forest and Bush Peatland. Under direction of Atang Sutandi, Syaiful Anwar, and Fahmuddin Agus.

Peatland is a fragile ecosystem, in which upon drainage will result in a drastic changes related to the increase in the decomposition of its peat material. One of the most important changes related to the global warming is the increase of CO2 and CH4 emission. This research aimed to assess carbon stock and

emission of CO2 gas under forest and bush after peatland drainage. The forest

and bush peatland is different in peat thickness and kind of plant. This research was carried out in Simpang Village, Meulaboh District, West Aceh. The carbon stock was calculated from bulk density, organic carbon content, peat thickness, and peatland area. Carbon diokside was collected using closed chamber. Carbon diokside emission was calculated after measurement using gas chromatography. The result showed that the drainage and land use influenced the carbon stock and CO2 emission. Carbon stock in forest peatland ranged from 2244 Mgha-1 to 2853 Mgha-1, and carbon stock in bush peatland ranged from 386 Mgha-1 to 3240 Mg/ha. The emission in forest peatland ranged from 28.17 mg/m2/hr to 2146.06 mg/m2/hr, and the emission in bush petland ranged from 83.99 mg/m2/hr to 1513.71 mg/m2/hr.

RINGKASAN

SITI FATIMAH BATUBARA. Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas Rumah Kaca pada Tanah Gambut di Hutan dan Semak Belukar yang telah diDrainase. Dibimbing oleh Atang Sutandi, Syaiful Anwar, dan Fahmuddin Agus.

Indonesia memiliki lahan gambut yang cukup luas, diperkirakan 17 juta ha yang tersebar di 3 pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Tingginya cadangan karbon di lahan gambut serta cukup luasnya lahan gambut Indonesia menjadikan Indonesia salah satu negara yang harus ikut serta mengambil peran dalam isu global saat ini yaitu perubahan iklim. Semakin luasnya lahan gambut yang dibuka untuk kepentingan industri maupun upaya intensifikasi pertanian dengan jalan pembukaan dan pembuatan saluran drainase di lahan gambut mengakibatkan cadangan karbon di lahan gambut semakin cepat berkurang dan terjadi peningkatan emisi CO2. Penelitian ini bertujuan

untuk mengukur cadangan karbon dan emisi CO2 pada tanah gambut kaitannya

dengan jarak dari saluran drainase dan penggunaan lahan. Penelitian ini dilakukan di Desa Simpang Kecamatan Kaway XVI, Meulaboh- Aceh Barat. Pengambilan sampel dilakukan pada 5 transek dimana 2 transek pada lahan hutan dan 3 transek pada semak belukar. Di 5 transek tersebut ditentukan 5 titik sampling untuk setiap transeknya. Titik sampling tegak lurus dengan saluran drainase dengan jarak masing-masing 5 m, 10 m, 50 m, 250 m, dan 500 m dari saluran drainase.

Cadangan karbon gambut diperoleh dari perhitungan Bulk density, ketebalan gambut, kandungan C-organik, dan luas tanah gambut. Emisi CO2

diukur dengan metode sungkup (closed chamber). Sampel gas diambil dengan

menggunakan 50 ml-syringe dari sungkup, selanjutnya diukur dengan

Kromatografi gas Shimadzu Model GC-17A. Penghitungan konsentrasi gas dilakukan dengan cara membandingkan peak area gas contoh yang akan dihitung konsentrasinya dengan peak area gas yang sudah diketahui konsentrasinya (standar). Pembandingan dilakukan dengan menggunakan kurva standar yang terdiri dari beberapa konsentrasi gas, sehingga diperoleh regresi linier untuk menghitung konsentrasi gas.

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa cadangan karbon berkisar antara 386 Mg/ha sampai 3240 Mg/ha. Hasil pengukuran emisi CO2 pada

penggunaan lahan hutan dan semak belukar menunjukkan bahwa emisi CO2

pada tanah gambut hutan berkisar antara 28,17 mg/m2/jam – 2146,06 mg/m2/jam. Emisi CO2 pada lahan semak belukar berkisar antara 83,99

mg/m2/jam – 1513,71 mg/m2/jam. Hasil uji T pada jumlah emisi pada lahan hutan dan semak belukar menunjukkan bahwa rata-rata jumlah emisi pada lahan hutan lebih tinggi dari semak belukar namun secara statistik tidak berbeda dengannilai t hitung 0,366 < t tabel (4; 0,025) adalah 2,776.Pada tanah gambut hutan, jumlah emisi pada jarak 5 m dan 10 m dari saluran drainase lebih kecil daripada jumlah emisi pada jarak 50, 250, dan 500 m dari saluran drainase.

Namun pada jarak 50 m, 250 m, dan 500 m dari saluran drainase terlihat penurunan jumlah emisi dengan semakin jauhnya jarak dari saluran drainase. Demikian juga pada lahan semak belukar terlihat bahwa jumlah emisi pada titik 5 m, dan 10 m dari saluran drainase lebih rendah karena pengaruh muka air tanah yang lebih dangkal akibat kondisi pada saat musim hujan. Pada jarak 50 m, 250 m, dan 500 m dari saluran drainase terlihat bahwa jumlah emisi semakin rendah dengan semakin jauh dari saluran drainase.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Cadangan karbon pada tanah gambut dengan penggunaan lahan semak belukar semakin rendah dengan semakin dekat jarak dari saluran drainase. Sedangkan pada penggunaan lahan hutan pengaruh jarak dari saluran drainase relatif kecil. Cadangan karbon dan emisi CO2 pada penggunaan lahan hutan lebih tinggi daripada lahan semak

belukar. Emisi CO2 semakin meningkat dengan semakin dekat jarak dari saluran

drainase yaitu pada jarak 50 m sampai 500 m dari saluran drainase. Sedangkan pada jarak 5 m dan 10 m dari saluran drainase belum dapat diambil kesimpulan karena kondisi muka air tanah yang tergenang pada saat pengambilan sampel gas,sehingga emisi CO2 menjadi sangat rendah.

@ Hak Cipta milik IPB tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

PENDUGAAN CADANGAN KARBON DAN EMISI GAS RUMAH KACA PADA TANAH GAMBUT DI HUTAN DAN SEMAK BELUKAR

YANG TELAH DIDRAINASE

SITI FATIMAH BATUBARA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

Judul Tesis : Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi Gas Rumah Kaca

pada Tanah Gambut di Hutan dan Semak Belukar yang Telah diDrainase

Nama : Siti Fatimah Batubara

NRP : A351060041

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Atang Sutandi, MSi. Ketua

Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc. Dr. Fahmuddin Agus Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Tanah

Tanggal Ujian : 9 Februari 2009

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepad Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2008 ini ialah cadangan karbon dan emisi CO2, dengan judul Pendugaan Cadangan Karbon dan Emisi

Gas Rumah Kaca pada Tanah Gambut di Hutan dan Semak Belukar yang telah diDrainase.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, MSi, Bapak Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc, dan Bapak Dr. Fahmuddin Agus selaku pembimbing. Terima kasih penulis sampaikan kepada World Agroforestry Center (ICRAF) atas bantuan dana yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sutono beserta staf di laboratorium Fisika Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian yang telah membantu selama analisis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Agustus 1984 dari ayah Busron Batubara dan ibu Yarlis Chaniago. Penulis merupakan putri ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program studi Ilmu Tanah.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Tanah dan mata kuliah Kimia Tanah pada tahun ajaran 2004/2005.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………. xi DAFTAR GAMBAR……… xii DAFTAR LAMPIRAN……… xiii PENDAHULUAN

Latar Belakang………... 1

Tujuan Penelitian……… 3

Hipotesis Penelitian……… 3 TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Gambut dan Cadangan Karbon……… 4

Sifat dan Karakteristik Gambut……… 6

Hubungan Drainase dengan Perubahan Karakteristik Gambut….. 7 Emisi Gas Rumah Kaca pada Lahan Gambut……… 10 Emisi Gas Rumah Kaca dan Perubahan Iklim……… 12

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian……… 14

Bahan dan Alat……….. 14

Pelaksanaan Penelitian……… 14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kedalaman Muka Air Tanah dan Tinggi Permukaan Tanah…….. 20 Kematangan Gambut……….. 21 Bulk density……… 23 Kadar Abu……….. 24 Kadar C-organik………. 25 Cadangan Karbon Gambut………. 26

Emisi CO2………... 29

KESIMPULAN DAN SARAN………. 37

DAFTAR PUSTAKA………. 38 LAMPIRAN……… 41

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Ketebalan gambut, karbon stok, dan karbon density per meter

Lapisan di Tripa……….. 6

3 Estimasi kehilangan C akibat konversi gambut……….. 11

4 Sepuluh Negara penghasil emisi terbesar di dunia………. 13

5. Ketebalan gambut dan cadangan karbon di setiap titik

pengambilan sampel pada masing-masing penggunaan lahan……… 26

6 Ketebalan gambut dan cadangan karbon dengan referensi ketebalan 200 cm dari permukaan tanah tertinggi pada

masing-masing penggunaan lahan……….. 28

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Posisi titik pengambilan sampel di setiap transek……….. 15

2 Hubungan antara jarak dari saluran drainase dengan tinggi permukaan tanah dan kedalaman muka air tanah

pada tanah gambut hutan dan semak belukar……… 20

3. Kematangan gambut berdasarkan kadar serat di setiap kedalaman 50 cm pada penggunaan lahan hutan (a) Transek I, (b) Transek II, dan semak belukar

(c)Transek III, (d) Transek IV, (e) Transek V………... 22

4 Bulk density di setiap kedalaman 50 cm pada penggunaan lahan hutan (a) Transek I, (b) Transek II, dan semak belukar

(c)Transek III, (d) Transek IV, (e) Transek V………. 23

5 Kadar abu di setiap kedalaman 50 cm pada penggunaan lahan hutan (a) Transek I, (b) Transek II, dan semak belukar

(c)Transek III, (d) Transek IV, (e) Transek V………. 24

6 Kadar C-organik di setiap kedalaman 50 cm pada penggunaan lahan hutan (a) Transek I, (b) Transek II, dan semak belukar

(c)Transek III, (d) Transek IV, (e) Transek V………. 25

7 Hubungan antara jarak dari saluran drainase dengan cadangan karbon pada penggunaan lahan hutan

(Transek I dan II), dan semak belukar (Transek III, IV, dan V)…. 27

8 Hubungan antara jarak dari saluran drainase dengan cadangan karbon dengan referensi ketebalan 200 cm dari permukaan tanah pada penggunaan lahan hutan (Transek I, dan II), dan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Posisi geografis, kedalaman muka air tanah, tinggi permukaan tanah, kedalaman muka air tanah dari bibir

saluran, dan kedalaman muka air saluran………. 41 2 Kadar C organic, BD, C density, dan stok karbon pada

setiap transek………. 42 3 Kematangan gambut pada setiap transek……….. 50

4 Hasil pengukuran cadangan karbon dengan referensi ketebalan

200 cm dari permukaan tanah tertinggi pada setiap transek………… 59

4 Hasil analisis contoh gas CO2 dan perhitungan emisi CO2………… 61

5 Hasil analisis Uji T pada jumlah emisi di hutan dan semak belukar…. 62

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanasan global dan emisi gas rumah kaca (GRK) menjadi isu hangat saat ini di seluruh dunia. Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfir menjadi salah satu masalah serius yang dapat mempengaruhi kehidupan di bumi. Lahan gambut disinyalir sebagai salah satu sumber emisi GRK.

Lahan gambut menyimpan karbon dalam jumlah besar dan berpotensi menghasilkan gas rumah kaca seperti CO2 dan CH4 (Aerts dan Caluwe, 1999).

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki lahan gambut yang cukup luas. Andriesse (1988) mengemukakan bahwa luas lahan gambut Indonesia sekitar 17 juta ha yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Tuntutan pemenuhan akan pangan dan industri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat mendorong pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dan industri dengan jalan pembukaan lahan gambut. Pemanfaatan tersebut sangat terkait dengan kebijakan pemerintah dalam kegiatan konversi hutan, industri perkayuan, transmigrasi dan pemukiman penduduk serta perluasan lahan pertanian. Praktek yang biasanya dilakukan adalah dengan melakukan deforestrasi yang diikuti dengan pembangunan kanal atau saluran drainase untuk mengeringkan air yang tersimpan di lahan gambut (Murdiyarso et al. 2004). Aktifitas penebangan dan pengangkutan kayu serta pembukaan lahan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah dan perubahan ekosistem rawa, sehingga mengakibatkan perubahan karakteristik lahan gambut. Tindakan drainase dan teknik budidaya dalam perkebunan kelapa sawit mengakibatkan terganggunya stabilitas gambut yaitu terjadinya subsiden karena pemadatan, peningkatan dekomposisi bahan organik, sehingga emisi CO2 akan meningkat

(Klemedtssons et al. 1997).

Hasil penelitian Azri (1999) menunjukkan bahwa berkurangnya kadar air tanah gambut akibat pengeringan menyebabkan menurunnya konsentrasi gugus fungsional COOH dan fenolat OH dimana kedua gugus fungsi tersebut bersifat hidrofilik dan polar. Sebaliknya meningkatnya derifat asam fenolat (DPA) menyebabkan kehilangan karbon organik bertambah tinggi. Hal ini disebabkan

DPA mudah mengalami oksidasi sehingga terjadi pelepasan karbon dalam bentuk CO2 dan CH4. Demikian pula kering tidak balik menyebabkan kehilangan karbon

organik bertambah tinggi, sebab dalam kondisi kering gambut mengalami dekomposisi (termasuk oksidasi) sehingga terjadi pelepasan karbon dalam bentuk CO2 ke udara (Riwandi, 2003).

Drainase pada lahan gambut menyebabkan penurunan muka air tanah sehingga proses dekomposisi berlangsung lebih cepat pada lapisan di atas muka air tanah, sehingga mempengaruhi karakteristik kimia gambut. Selain mempengaruhi muka air tanah, drainase juga menyebabkan terjadinya penurunan tinggi permukaan tanah gambut (subsiden). Penelitian Silins dan Rothwell (1998) menunjukkan bahwa drainase berpengaruh terhadap peningkatan bulk density dan terjadinya subsiden, serta penurunan retensi air tanah. Penelitian Agus dan Wahdini (2008) menunjukkan bahwa Bulk density pada lahan gambut yang telah dikonversi menjadi areal kelapa sawit mencapai nilai 0,3 g/cm3 pada kedalaman 0 – 50 cm. Penurunan muka air tanah, yang diikuti lebih cepatnya proses dekomposisi, akan mempengaruhi cadangan karbon pada lahan gambut.

Kehilangan C-organik melalui oksidasi menghasilkan CO2. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kehilangan C-organik antara lain temperatur, O2, pH, dan Eh

gambut. Temperatur gambut merupakan pengendali utama terhadap laju dekomposisi gambut, dan peranannya akan sangat dominan bila berinteraksi dengan O2 (Chapman et al. 1996). Suhu dan kelembaban baik udara maupun

tanah gambut di kawasan tropik sangat dipengaruhi oleh jenis dan kerapatan vegetasi yang menutupinya. Pada keadaan tertutup hutan, suhu gambut berkisar 27,5 °C – 29,0 °C dan jika keadaan terbuka berkisar 40,0 °C – 42,5 °C. Suhu yang tinggi pada keadaan terbuka akan merangsang aktifitas mikroorganisme sehingga perombakan gambut lebih cepat (Noor, 2001).

Mengingat besarnya peranan drainase dan tipe penggunaan lahan dalam mempengaruhi cadangan karbon dan emisi CO2 pada tanah gambut, maka

penelitian ini dilakukan untuk mengukur cadangan karbon dan emisi CO2 pada

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengukur cadangan karbon pada tanah gambut kaitannya dengan jarak dari saluran drainase.

2. Mengukur cadangan karbon pada tanah gambut kaitannya dengan penggunaan

lahan hutan dan semak belukar.

3. Mengukur emisi CO2 pada tanah gambut kaitannya dengan jarak dari saluran

drainase.

4. Mengukur emisi CO2 pada tanah gambut kaitannya dengan penggunaan lahan

hutan dan semak belukar.

Hipotesis

1. Cadangan karbon pada tanah gambut semakin rendah dengan semakin dekat jarak dari saluran drainase.

2. Cadangan karbon pada tanah gambut dengan penggunaan lahan hutan lebih tinggi daripada penggunaan lahan semak belukar.

3. Emisi CO2 pada tanah gambut semakin meningkat dengan semakin dekat jarak

dari saluran drainase.

4. Emisi CO2 pada tanah gambut dengan penggunaan lahan hutan lebih rendah

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Gambut dan Cadangan Karbon

Lahan gambut merupakan ekosistem lahan basah yang dicirikan oleh tingginya akumulasi bahan organik dengan laju dekomposisi yang rendah. Pembentukan gambut diduga terjadi pada periode holosin antara 10.000 – 5.000 tahun silam (Noor, 2001). Di Indonesia gambut terbentuk dalam ekosistem lahan rawa. Proses pembentukan gambut terjadi di daerah cekungan di bawah pengaruh penggenangan (waterlogged) yang cukup lama (Sabiham, 2006). Oleh karena kondisi anaerob, maka timbunan sisa-sisa tumbuhan hampir tidak mengalami perombakan. Secara bertahap dengan kurun waktu yang panjang, timbunan sisa- sisa tumbuhan ini menjadi lantai hutan gambut. Menurut klasifikasi FAO- UNESCO, tanah gambut termasuk ordo Histosol dengan kandungan bahan organik lebih dari 30% dalam lapisan setebal 40 cm dari bagian 80 cm teratas profil tanah. Berdasarkan tingkat dekomposisinya histosol dibagi menjadi 3 subordo yaitu fibrik<hemik<saprik. Secara umum, tingkat dekomposisi menentukan sifat-sifat fisik, biologi, dan kimia gambut (Handayani, 2003).

Cadangan karbon di lahan gambut tergantung pada jenis deposit gambut. Berdasarkan bahan asal atau penyusunnya, gambut dibedakan atas gambut

lumutan, gambut seratan dan gambut kayuan. Gambut lumutan (sedimentary/moss

peat) adalah gambut yang terdiri atas campuran tanaman air (family Liliceae) termasuk plankton dan sejenisnya. Gambut seratan (fibrous/sedge peat) adalah gambut yang terdiri atas campuran tanaman sphagnum dan rumputan. Gambut kayuan (woody peat) adalah gambut yang berasal dari jenis pohon-pohonan (hutan) besarta tanaman semak (paku-pakuan) di bawahnya. Sebagian besar lahan gambut tropic tergolong gambut kayuan, sedangkan gambut seratan tersebar di kawasan iklim sedang atau dingin. (Noor, 2001).

Hutan tropis merupakan gudang utama karbon. Hutan pada lahan gambut mempunyai peranan penting dalam penyimpanan karbon (30% kapasitas penyimpanan karbon global dalam tanah) dan moderasi iklim sekaligus memberikan manfaat keanekaragaman hayati, pengatur tata air, dan pendukung kehidupan masyarakat (WWF Indonesia). Keragaman pohon yang tinggi dengan

tumbuhan bawah dan serasah di permukaan tanah yang banyak merupakan timbunan karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman. Cadangan karbon berbeda pada tipe penggunaan lahan yang berbeda.

Penelitian Rahayu et al. (2002) mengenai cadangan karbon di tanah mineral pada berbagai sistem penggunaan lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur menunjukkan bahwa cadangan karbon tertinggi terdapat pada hutan primer dan yang terendah pada lahan yang ditanami padi.

Secara global lahan gambut menyimpan sekitar 329 – 525 Gt C atau 13 – 35% dari total karbon terestris. Sekitar 86% (455 Gt) dari karbon di lahan gambut tersebut tersimpan di daerah temperate (Kanada dan Rusia) sedangkan sisanya sekitar 14% (70 Gt) terdapat di daerah tropis. Jika diasumsikan bahwa kedalaman rata-rata gambut di Indonesia adalah 5 m, bobot isi 114 kg/m3, kandungan karbon 50% dan luasnya 16 juta ha, maka cadangan karbon di lahan gambut Indonesia adalah sebesar 46 Gt (Murdiyarso et al. 2004).

Pengukuran karbon di gambut merupakan cara untuk mengetahui cadangan karbon pada deposit gambut. Identifikasi kandungan karbon gambut didekati dengan pengukuran karbon organik. Metode yang digunakan dalam pengukuran gambut berbeda dengan pengukuran pada tanah mineral. Bobot isi merupakan penentu dalam pengukuran karbon. Page et al. (2002) menggunakan bobot isi 0,1 g/cm3 untuk pendugaan karbon gambut di lahan gambut Kalimantan Tengah. Sedangkan penelitian dari Driessen dan Rochimah (1976) menunjukkan bobot isi sebesar 0,08 sampai 0,18 g/cm3.

Penelitian Agus dan Wahdini (2008) di Tripa Kabupaten Nagan Raya Nangroe Aceh Darussalam pada lahan gambut dengan penggunaan lahan hutan sekunder dan kelapa sawit tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada cadangan karbon, tapi densitas C berbeda. (Tabel 1).

Tabel 1. Ketebalan gambut, karbon stock, dan karbon density per meter lapisan di Tripa.

kode Ketebalan C stock C density

(cm) (Mg ha-1) (Mg ha-1 m-1) Hutan sekunder Fa 1/I 445 1430 321 Fa 2/I 505 1554 308 Fa 3/I 400 1274 319 Fa 4/I 460 1879 409 Fa 6/I 220 945 430 Fa 7/I 238 1032 434 Fa 10/I 250 1523 609 Fa 11/I 130 382 294 Fa 12/I 240 1034 431 Fa 13/I 325 1345 414 Rata-rata 1240 397 Kelapa sawit Fa 5/I 237 1071 452 Fa 8/I 350 1852 529 Fa 9/I 390 2240 574 Fa 14/I 115 752 654 Fa 15/I 180 890 494 Rata-rata 1361 541

Dari penelitian tersebut juga diperoleh nilai BD tertinggi pada lahan sawit sebesar 0.3 g cm-3 dan terendah pada hutan sekunder sebesar 0.03 g cm-3.

Sifat dan Karakteristik Gambut

Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dibedakan menjadi tiga jenis yaitu gambut fibrik, hemik, dan saprik. Gambut fibrik adalah bahan tanah gambut yang masih tergolong mentah yang dicirikan dengan tingginya kandungan bahan- bahan jaringan tanaman atau sisa-sisa tanaman yang masih dapat dilihat keadaan aslinya dengan ukuran beragam dengan diameter antara 0,15 mm hingga 2,00 cm. gambut hemik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan dan bersifat separuh matang. Gambut saprik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan sangat lanjut dan bersifat matang hingga sangat matang (Noor, 2001).

Dalam keadaan alami, lahan gambut selalu basah dan sebagian secara permanen dalam keadaan tergenang air. Ketinggian air tanah di lahan gambut pasang surut sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan, permukaan air di lahan gambut dapat mencapai 0,5 m di atas permukaan tanah, tetapi pada musim

kemarau dapat turun mencapai 1,5 m di bawah permukaan tanah (Rieley et al. 1997).

Bulk density (BD) tanah gambut sangat rendah jika dibandingkan dengan tanah mineral. BD tanah gambut beragam antara 0,01 g/cm3 – 0,20 g/cm3, tergantung pada kematangan bahan gambut penyusunnya (Noor, 2001). Umumnya para peneliti setuju bahwa tanah gambut memiliki nilai BD < 0,3 g/cm3

Dokumen terkait