• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI

2.2. Pendekatan Structure Conduct Performance

2.2.3. Perilaku Industri (Conduct)

2.2.3.5. Persaingan dan Kolusi

Menurut pandangan strukturalis, struktur pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam membuat keputusan untuk berkompetisi atau berkolusi. Pandangan ini juga meyakini bahwa tingkat konsentrasi yang tinggi memungkinkan adanya praktek kolusi yang pada akhirnya akan menunjukkan

kinerja yang dihasilkan akibat perilaku ini. Menurut paradigma ini, pasar akan berfungsi dengan baik, jika di dalamnya terdapat persaingan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kolusi dapat membuat kinerja suatu perusahaan menjadi buruk. Terkadang, tanpa dorongan untuk bersaing, membuat kualitas pelayanan menjadi buruk. Harga dan tingkat kualitas tidak terlalu diperhatikan, yang menjadi perhatian adalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai akibatnya, dengan harga yang tinggi mengakibatkan industri tersebut mendapatkan keuntungan di atas normal.

Perilaku perusahaan dalam pasar dapat terlihat melalui sikap kooperatif dan non-kooperatif. Perusahaan yang bersikap non-kooperatif akan bertindak atas diri sendiri tanpa melakukan perjanjian secara eksplisit atau implisit terhadap lain. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya perang harga. Sedangkan perusahaan yang bersifat kooperatif lebih memilih untuk meminimalkan persaingan melalui perjanjian yang disepakati bersama atau lebih dikenal dengan istilah kolusi. Istilah ini menunjukkan suatu situasi di mana perusahaan lebih bekerja sama menentukan harga atau output, membagi pasar di antara mereka, atau membuat keputusan bisnis lain secara bersama-sama.

Sesungguhnya oligopolis yang berkolusi dengan tujuan untuk memaksimumkan keuntungan bersamanya dengan mempertimbangkan saling ketergantungan mereka, mereka akan menghasilkan output dan tingkat harga yang cenderung bersifat monopoli, begitu juga dengan tingkat keuntungan yang dirasakan, juga mengarah kepada keuntungan monopoli. Meskipun banyak oligopolis yang gembira akan mendapatkan keuntungan yang besar, dalam kenyataannya akan menghadapi rintangan-rintangan yang menghalangi kolusi yang efektif. Rintangan pertama adalah kolusi merupakan hal yang ilegal. Kedua, kemungkinan terjadinya kecurangan di antara perusahaan-perusahaan yang melakukan kolusi. Di saat perusahaan menemukan peluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, maka semakin tinggi hasrat mereka untuk melanggar perjanjian yang telah disepakati. Salah satu bentuk kecurangan yang sering terjadi adalah dengan memproduksi jumlah output di luar kuota yang terdapat dalam kesepakatan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keuntungan yang lebih besar merupakan insentif utama bagi perusahaan yang berada dalam pasar oligopoli untuk melakukan kolusi dan menghindari persaingan. Mereka akan berkolusi jika mereka berada pada kondisi yang lebih baik jika dibandingkan jika mereka menentukan harga sendiri-sendiri. Terlebih lagi jika mereka menganggap bahwa ketergantungan mereka terhadap pesaing merupakan hambatan mereka untuk menentukan harga sendiri. Pada sisi lain, ada perusahaan yang menganggap faktor saling ketergantungan ini dapat dijadikan senjata untuk melakukan kompetisi dan membuat pesaingnya keluar dari pasar.

Istilah kolusi menunjukkan suatu keadaan di mana dua atau lebih perusahaan bersama-sama menentukan harga atau output mereka atau membentuk suatu kesepakatan dalam melakukan tindak bisnis mereka yang pada akhirnya akan memunculkan kartel dalam perekonomian.

a) Faktor-faktor Terbentunya Kolusi

Selain ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar, faktor pemicu adanya kolusi adalah:

1. Konsentrasi dan jumlah perusahaan

Semakin tinggi tingkat konsentrasi, semakin tinggi kekuatan pasar yang dimiliki suatu perusahaan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolusi di antara mereka. Semakin sedikit pemimpin perusahaan maka akan semakin kuat kendali yang dapat dilakukan terhadap strategi yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang melakukan kesepakatan tersebut. Oleh karena itu, kolusi akan stabil dan akhirnya akan menuju ke monopoli.

2. Persaingan non Harga

Persaingan non-harga merupakan substitusi dari persaingan harga yang dapat digunakan untuk merebut pangsa pasar pesaing. Namun butuh biaya yang tidak sedikit untuk melakukannya, sehingga jika dilakukan dengan kolusi dan kerja sama akan lebih baik.

Industri-industri yang sudah berada lama dalam pasar pada umumnya sudah saling mengenal karakteristik masing-masing dan mengalami situasi secara bersama-sama. Oleh karena itu menjadi lebih mudah dan memungkinkan bagi mereka untuk melakukan kolusi.

b) Bentuk-bentuk Kolusi • Kartel

Kartel merupakan persetujuan penggabungan usaha secara terbuka dan formal. Persoalan yang diangkat dari kartel ini adalah bagaimana perusahaan-perusahaan yang bergabung itu bersama-sama menentukan tingkat harga yang berlaku dan jumlah produksi yang akan dihasilkan untuk mencapai laba maksimum. Terdapat dua wujud kerja sama, yaitu penentuan tingkat harga dan pembagian pangsa pasar. Sehingga, terdapat dua kemungkinan yang dapat ditempuh, pertama adalah membiarkan tiap perusahaan berproduksi sesuai kemampuan dan menjualnya ke pasar pada tingkat harga yang telah disepakati bersama. Kedua, menentukan kuota masing-masing perusahaan dalam bentuk jumlah output atau dapat pula dalam bentuk pembatasan daerah penjualan.

Kartel adalah bentuk konsentrasi usaha yang berdasarkan atas perjanjian dengan pelaku usaha persaingannya dengan maksud akan mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang dan jasa. Dengan sifatnya seperti itu, berdasarkan UU No. 5 tahun 1999 kartel termasuk ke dalam monopoli dan dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

• Tacit Collusion

Tacit Collusion merupakan persetujuan penetapan harga yang dilakukan secara diam-siam. Dalam Tacit Collusion terdapat kesepakatan antar perusahaan untuk melakukan kolusi. Namun dalam membentuk yang tidak nampak atau tidak berkolusi langsung atau tidak menandatangani persetujuan. Contohnya adalah adanya price leadership dimana ada satu leading firm

atau artikel yang mengindikasikan bahwa perlu diadakan kenaikan harga sehingga pelaku usaha lain tahu kalau mereka harus meningkatkan harga. Tindakan pemimpin harga ini dikatakan sebagai price signaling yang bisa diikuti follower untuk menghindari terjadinya perang harga yang dapat merugikan mereka.

Syarat stabilnya price leadership di dalam pasar adalah:

1. Tingkat konsentrasi yang tinggi dan tingkat pasar yang hampir sama 2. Hambatan masuk yang tinggi sehingga kemampuan perusahaan

pemimpin dalam menentukan harga

3. Jenis barang tidak harus homogen, namun terdiferensiasi dengan substitusi yang dekat. Hal ini untuk menjamin bahwa di antara mereka harus terjasi interdependence yang kuat.

4. Kurva permintaan harus inelastis. Hal ini untuk menjamin bahwa restriksi jumlah output yang dilakukan mendatangkan keuntungan 5. Kondisi biaya masing-masing perusahaan setidaknya harus sama

sehingga ketika terjadi penetapan harga, keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahan tersebut akan sama pula.

• Asosiasi Perdagangan

Asosiasi perdagangan dikategorikan sebagai bentuk kolusi karena dalam asosiasi perdagangan biasanya perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam asosiasi tersebut bersama-sama menentukan jumlah produksi dan distribusi yang dapat memaksimalkan keuntungan mereka, baik secara individu maupun kelompok.