• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persaingan, Struktur dan Strategi Industri CPO

V. DAYASAING MINYAK SAWIT INDONESIA

5.1. Analisis Komponen Sistem Berlian Porter

5.1.4. Persaingan, Struktur dan Strategi Industri CPO

a) Produk Pengganti

Permintaan minyak nabati terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dunia, peningkatan pendapatan per kapita, dan gaya hidup masyarakat dunia yang mulai sadar akan kesehatan. Total konsumsi minyak nabati meningkat hingga 335 persen sejak tahun 1980. Peningkatan produksi minyak nabati yang

14

Hasil Wawancara dengan Ketua Maksi, Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MADev pada 12 Oktober 2012

53 paling signifikan adalah produksi minyak sawit. Dari tahun 1980-2009, produksi minyak sawit meningkat sebesar 10 kali lipat, mengalahkan minyak kedelai yang hanya meningkat sebesar 2,7 kali lipat dalam jangka waktu yang sama. Pada tahun 2009, produksi minyak sawit dunia telah mencapai 45,1 juta ton atau sebesar 34 persen, mengalahkan pangsa pasar minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari yang secara berturut-turut sebesar 27,1 persen, 16 persen, dan 9,8 persen.

Tabel 11. Produksi Minyak Nabati Dunia, 1980-2009

Minyak Nabati 1980 1990 2000 2009

Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Minyak Kedelai 13.4 33.7 16.1 26.5 25.6 27.7 35.9 27.1 Minyak Sawit 4.5 11.3 11.0 18.1 21.9 23.7 45.1 34.0 Minyak Canola 3.5 8.8 8.2 13.5 14.5 15.7 21.5 16.2 Minyak Bunga Matahari 5.0 12.6 7.9 13.0 9.7 10.5 13.0 9.8 Minyak Inti Sawit 0.6 1.5 1.5 2.5 2.7 2.9 5.2 3.9 Minyak Nabati Lain 12.8 32.2 16.1 26.5 18.1 19.6 12.0 9.0

Total Minyak Nabati 39.8 100.0 60.8 100.0 92.5 100.0 132.7 100.0

Keterangan: Jumlah dalam juta ton

Sumber: Oil World (2010) diacu dalam Teoh (2010)

Saat ini persaingan diantara para produsen minyak nabati yang semakin ketat, selain dari sisi kualitas, kuantitas maupun kontinyuitas produk. Dari tahun ke tahun kebutuhan industri terhadap minyak nabati semakin meningkat dan industri pun mempunyai banyak pilihan untuk membeli minyak nabati, akan tetapi ketersediaannya di pasaran masih belum pasti. Kelapa sawit mampu menghasilkan buah sepanjang tahun dan tanaman ini tahan terhadap musim kering dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya.

Dilihat dari tingkat produktivitasnya, minyak sawit memiliki tingkat produktivitas sebesar 3,67 ton/ha/tahun, kemudian minyak kanola sebesar 0,55 ton/ha/tahun, minyak kedelai sebesar 0,36 ton/ha/tahun dan minyak bunya matahari sebesar 0,36 ton/ha/tahun (Product Board for Margarine Fat and Oils, 2010). Kondisi ini menunjukkan bahwa minyak sawit memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Dilihat dari sisi kebutuhan lahan, minyak sawit hanya membutuhkan 0,26 ha untuk menghasilkan satu ton CPO. Sementara satu ton kedelai membutuhkan 2,22

54 ha, minyak bunga matahari menghasilkan satu ton dari 2 ha lahan, dan minyak bunga kanola membutuhkan 1,52 ha untuk menghasilkan satu ton.15 Fakta-fakta inilah yang menunjukkan bahwa minyak sawit memiliki keunggulan teknis dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

b)Pendatang Baru Potensial

Produksi minyak sawit dunia meningkat lebih dari sembilan kali lipat sejak tahun 1980 hingga menjadi 45,1 juta ton pada tahun 2009. Peningkatan luas lahan kelapa sawit yang begitu cepat di Indonesia mengantarkan Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia sejak tahun 2007 mengalahkan Malaysia. Negara pendatang baru yang potensial menggeser dominasi Indonesia dalam hal produksi minyak sawit bisa dikatakan tidak ada. Hal ini dikarenakan pada tahun 2009, Indonesia dan Malaysia menguasai 85 persen dari produksi minyak sawit dunia, sehingga sulit bagi negara lain untuk mengalahkan produksi minyak sawit Indonesia dan Malaysia. Namun, dari tahun 1980 hingga 2009, terjadi peningkatan produksi minyak sawit di negara lain seperti Thailand, Ekuador, Kolombia, dan Papua Nugini. Keempat negara ini telah menyumbangkan 6,6 persen produksi dunia pada tahun 2009.

Tabel 12. Produksi Minyak Sawit Dunia, 1980-2009 (dalam ton)

Negara 1980 1990 2000 2009

Indonesia 691,000 2,413,000 6,900,000 20,900,000 Malaysia 2,576,000 6,095,000 10,800,000 17,566,000

Nigeria 433,000 580,000 740,000 870,000

Kolombia 74,000 226,000 516,000 794,000

Pantai Gading 182,000 270,000 290,000 n.a. Thailand 13,000 232,000 510,000 1,310,000

Equador 37,000 120,000 215,000 436,000

Papua Nugini 35,000 145,000 281,000 470,000 Negara Lainnya 768,000 786,000 1,699,000 3,236,000

Total 4,809,000 10,867,000 21,951,000 45,582,000

Keterangan: n.a. = data tidak tersedia

Sumber: Oil World (2010) diacu dalam Teoh (2010)

15 Hasil Wawancara dengan Ketua Maksi, Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MADev pada 12

55

c) Pemasok Minyak Sawit Dalam Negeri

Minyak sawit (CPO) merupakan produk utama dan terpenting dalam usaha perkebunan tanaman kelapa sawit, sehingga usaha perkebunan kelapa sawit merupakan tulang punggung industri minyak sawit secara keseluruhan. Di Indonesia terdapat tiga jenis perkebunan kelapa sawit, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta. Pada tahun 2010 produksi minyak sawit mencapai 21.958.119 ton dimana 52,87 persen dihasilkan oleh PBS, 38,52 persen dihasilkan oleh PR, dan 8,61 persen dihasilkan oleh PBN.

Pada Perkebunan Besar Negara (PBN), perkebunan kelapa sawit dikuasai oleh 10 PTPN yang merupakan produsen CPO di Indonesia antara lain PTPN I - PTPN VIII, PTPN XIII dan PTPN XIV. Sementara itu, pada pemain utama pada Perkebunan Besar Swasta (PBS) kelapa sawit diantaranya adalah Astra Agro Lestari, Sinarmas (SMART), Indofood, Permata Hijau Group, Sampoerna Agro, Musim Mas, Asian Agri, Wilmar Corporation, Bakrie Sumatera Plantation, dan PP London Sumatera. Selain itu masih banyak lagi perusahaan-perusahaan perkebunan daerah yang kecil-kecil dan jumlahnya mencapai ratusan.16

d)Pembeli Minyak Sawit Dalam Negeri

Pada dasarnya, CPO dapat diolah menjadi tiga macam bahan kimia, yaitu methyl ester, asam lemak (fatty acid), dan gliserin (glycerine). Methyl ester adalah bahan baku untuk minyak biodiesel, sejenis bahan bakar solar, sebagai pengganti solar dengan tingkat buangan emisi lebih rendah 20%. Asam lemak memiliki banyak kegunaan, tetapi yang paling umum adalah untuk obat-obatan yang berhubungan dengan penyakit jantung, darah tinggi, dan diabetes. Gliserin merupakan bahan baku untuk berbagai industri seperti industri makanan (pemanis buatan, margarin, pengemulsi, dll), industri kosmetik & bodycare (krim wajah, body lotion, lipstik dll), industri plastik, industri alkohol, industri sabun (sabun mandi, sampo, deterjen, pembersih lantai dll) industri bahan peledak (dinamit, nitroglycerine), industri farmasi (sirup obat demam, ekspektoran dll), hingga industri busa untuk kasur dan pakaian.

16

PT Perkebunan Nusantara VIII. 2012. Outlook Sektor Perkebunan Sawit http://www.pn8.co.id [Diakses pada 21 September 2012]

56 Di Indonesia sekitar 60 persen produksi CPO diekspor keluar negeri, dan 29 persennya dioleh menjadi minyak goreng sawit. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan konsumen minyak sawit terbesar terdapat pada sektor industri minyak goreng sawit. Saat ini di Indonesia terdapat 13 grup produsen utama minyak goreng sawit, ketigabelas grup ini yaitu Indofood, Wilmar International Group, Musim Mas, Sinar Mas (SMART), Permata Hijau Sawit, Astra Agro Lestari, Sungai Budi, Duta Palma, Asian Agri, Best Agro, Incasi Raya, Pacific Interlink Sdn Bhd Grup, dan PTPN IV (Lampiran 12).

e) Persaingan Pelaku Industri Minyak Sawit Indonesia

Seiring dengan permintaan CPO dunia yang diprediksi naik sekitar 5 - 11 persen setiap tahun dan juga meningkatnya kebutuhan industri terhadap CPO mendorong pelaku industri minyak sawit di Indonesia memacu produksi dan tingkat produktivitas dari perkebunan kelapa sawit. Industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia didominasi oleh perusahaan swasta dan perusahaan negara. Pada tahun 2010, jumlah industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 608 industri dengan kapasitas produksi sebesar 34.280 ton TBS/jam dan akan terus bertambah seiring dengan pertambahan luas penanaman sehingga jumlah perusahaan yang ada dalam industri CPO akan semakin banyak. (Lampiran 9)

Industri pengolahan CPO di Indonesia untuk saat ini didominasi oleh perusahaan besar swasta (Astra Agro Lestari, Sinarmas, Indofood, Permata Hijau Group, Sampoerna Agro, Musim Mas, Asian Agri, Wilmar Corporation, dan PP London Sumatera) yang mempunyai modal besar untuk pembangunan unit pengolahan CPO. Pada umumnya perusahaan besar swasta ini merupakan perusahaan yang terintegrasi secara keseluruhan dari hulu hingga hilir.

2) Struktur Pasar

a) PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT KPBN)

PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) dibentuk sebagai badan pemasaran terpusat PTPN yang ada di Indonesia yang memiliki tujuan utama untuk menyelenggarakan pemasaran hasil produksi PTPN dengan berpegang pada prinsip ekonomi dan tugas-tugas BUMN agar PTPN mendapat manfaat yang sebesar-besarnya. Bentuk pemasaran CPO di PT KPBN adalah

57 tender, dimana diawali dengan penawaran jumlah CPO oleh PT KPBN berdasarkan PTPN yang ada lalu para peserta tender (processor) yang berminat akan melakukan penawaran harga sesuai dengan informasi yang mereka miliki hingga tercapainya harga tertinggi. PT KPBN akan menerima penawaran harga tertinggi tersebut bila berada di atas harga ancar-ancar (price idea) yang telah ditetapkan di awal tender oleh PT KPBN atau minimal sama dengan harga ancar- ancar (price idea) tersebut. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa CPO telah terjual kepada pembeli tersebut. (Siahaan, 2010)

PT KPBN sebagai sebuah lembaga pemasaran bagi PTPN menjadi acuan bagi produsen lain dalam menetapkan standar kualitas produk dan harga minyak sawit nasional. Selain sebagai lembaga pemasaran, PT KPBN juga menjalankan fungsinya dalam quality control, pencarian informasi pasar, promosi, konsultasi, jasa pergudangan, pengapalan, customer service termasuk dalam bantuan penyelesaian klaim. Pada PT KPBN ini terdapat beberapa usaha pemasaran yang dijalankan, antara lain:

a. Jakarta Tea Auction, setiap hari Rabu pukul 10.00 WIB. b. Tender CPO lokal, setiap hari Senin - Jumat pukul 15.00 WIB. c. Tender CPO ekspor, setiap bulan sekali pada minggu pertama. d. Tender karet, setiap hari Selasa pukul 14.30 WIB.

e. Tender molasses/tetes, awal musim giling (April - Oktober).

Saat ini ada 10 PTPN yang merupakan produsen CPO Indonesia antara lain PTPN I - PTPN VIII, PTPN XIII dan PTPN XIV. Oleh sebab itu ada 10 produsen CPO yang ada di PT KPBN. Selain itu pembeli untuk CPO lokal yang terdaftar di PT KPBN berjumlah sekitar 50 perusahaan dengan pelanggan utama seperti: Astra Agro Lestari, Musim Mas, Multi Nabati Asahan, PT Bukit Kapur Reksa, Permata Hijau Sawit, SMART Tbk, Wilmar Nabati Indonesia, Nagamas Palmoil Lestari, Bina Karya Prima, Darmex Oil & Fats, Pelita Agung Agrindustri, Inti Benua Perkasatama, Sinar Alam Permai, Palm Mas Asri, Tunas Baru Lampung, Pacific Palmindo Industri, Indokarya Internusa, dll. Sedangkan pelanggan utama untuk CPO ekspor antara lain Uni Eropa (Wilmar, ISISA, Safic Alcan), India (Protea), China (Wilmar), Malaysia, Singapura (Gladale Ltd, Wilmar), dll.

58 Produk CPO yang dipasarkan di PT KPBN adalah sejenis (homogen) yang memiliki kualitas seragam dan telah terstandar di seluruh Indonesia (SNI). (Lampiran 10). Selain itu, informasi beredar secara sempurna dimana pergerakan harga CPO selalu dipantau setiap saat (real time) baik oleh pihak PT KPBN maupun oleh pihak pembeli. PT KPBN sendiri mendapatkan informasi secara real time dan periodik. Setiap pembeli dan penjual (PTPN) adalah penerima harga dimana pergerakan harga sangat bergantung pada harga CPO internasional (MDEX Malaysia dan pasar fisik Rotterdam), kurs/nilai tukar rupiah, serta harga- harga minyak nabati dunia sebagai substitusinya (pasar minyak kedelai USA/CBOT, Argentina/GBRA, Brazil/SYBV, India/NBTI, China/DCE, pasar minyak kelapa Filipina, dll). Di samping itu KPBN juga menerima produsen CPO lain yang ingin bergabung untuk menjual produknya melalui tender di KPBN.17

Dari penjelasan di atas, maka dapat saya simpulkan bahwa struktur pasar pada pelaksanaan tender CPO lokal di PT KPBN cenderung mendekati bentuk pasar bersaing (competitive market), dimana dalam satu wilayah pasar terdapat banyak penjual dan banyak pembeli. PT KPBN sendiri menjual sebagian besar produk CPOnya kepada pabrikan dalam negeri untuk mengutamakan memenuhi kebutuhan dalam negeri, sisanya baru diekspor ke negara-negara seperti: Uni Eropa, India, China, Malaysia, Singapura, dlll.

b) PT Bursa Berjangka Jakarta

Selain melalui KPBN, sejak tahun 2009 pemasaran CPO Indonesia juga dilakukan dalam bentuk perdagangan fisik CPO melalui PT Bursa Berjangka Jakarta. PT Bursa Berjangka Jakarta adalah penyelenggara pasar fisik minyak sawit mentah (CPO) terorganisir yang melaksanakan leleng fisik CPO secara online. Lelang secara online inilah yang memfasilitasi pihak penjual dapat melakukan penawaran jual sebagian (partial) atau melakukan penawaran jual keseluruhan (all or none) dengan menggunakan harga patokan jual (reverse price) dan memfasilitasi pihak pembeli untuk dapat memberikan penawaran beli kepada pihak penjual.

17

Sekilas Tentang PT KPBN. 2012. http://www.kpbptpn.co.id/about-0.html [Diakses pada 7 Juni 2012]

59 Informasi penjualan CPO pada lelang wajib mencantumkan informasi seperti lokasi barang, mutu, jumlah, jenis dan tempat penyerahan serta harga patokan jual (reverse price) yang akan dilelang dalam satu sesi tertentu (khusus informasi mengenai harga patokan jual/reverse price ini tidak dapat dilihat oleh pembeli sampai berakhirnya lelang pada sesi tersebut). Perdagangan pada BBJ diselenggararakan setiap hari kerja, Senin sampai dengan Jumat, mulai pukul 10:45 WIB sampai dengan pukul 17:00 WIB yang setiap harinya dibagi menjadi lima sesi perdagangan, setiap sesi perdagangan dilakukan lelang selama 45 menit. Jadwal sesi perdagangan pada PT BBJ adalah sebagai berikut:

(1) Pukul 11.00 WIB sampai dengan 11.45 WIB (2) Pukul 13.00 WIB sampai dengan 13.45 WIB (3) Pukul 14.00 WIB sampai dengan 14.45 WIB (4) Pukul 15.00 WIB sampai dengan 15.45 WIB (5) Pukul 16.00 WIB sampai dengan 16.45 WIB

Peserta pada Bursa Berjangka Jakarta ini terdiri dari pembeli dan penjual. Pembeli terbagi menjadi dua, yaitu pembeli prosesor dan pembeli nonprosesor (pedagang). Sejak dibukanya pasar ini, tercatat ada 12 penjual dan 9 pembeli resmi terdaftar sebagai peserta kontrak perdagangan fisik CPO. Para penjual terdiri dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga PTPN VIII, PTPN XIII, PTPN XIV, PT Rajawali Nusantara Indonesia dan PT Bina Karya Prima. Sedangkan pembelinya adalah PT Bina Karya Prima, PT Musim Mas, PT Pelita Agung Agri Industri, PTPN III, PTPN XIV, PT Fath Indonesia dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk.18 Dalam pasar ini, juga cenderung mendekati bentuk pasar bersaing (competitive market), dimana dalam satu wilayah pasar terdapat banyak penjual dan banyak pembeli.

3) Strategi

Strategi sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan industri minyak sawit (CPO) Indonesia. Dengan menggunakan prinsip strategi yang diterapkan oleh perusahaan multidivisional, maka strategi dalam mengembangakan industri CPO menggunakan tiga level strategi, yaitu:

18

60

a) Strategi Korporasi

Strategi korporasi menggambarkan arah kebijakan pemerintah terhadap arah pengembangan industri minyak sawit di Indonesia. Sejak Mei 2011, pemerintah meluncurkan program Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Program ini memiliki visi yaitu mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia di tahun 2025 dan 8 besar dunia pada tahun 2045 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan. Salah satu komoditas yang menjadi program utama pertanian pada MP3EI adalah minyak sawit (CPO).

Penerapan MP3EI pada komoditi minyak sawit terlihat dengan adanya penetapan Koridor Ekonomi Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional. Hal ini ditunjukkan dengan pengembangan klaster kawasan industri berbasis oleokimia yang terletak di Sei Mangkei, Sumatera Utara; Dumai, Riau dan Maloy, Kalimantan Timur. Selain pembangun klaster industri, pemerintah juga infrastruktur pendukung, seperti pelabuhan (Metro Medan, Dumai, Palembang), jalan (trans sumatera), dan rel kereta (trans sumatera, termasuk rel kereta untuk CPO di Riau).

b) Strategi Bisnis

Strategi bisnis lebih menekankan pada perbaikan posisi persaingan produk. Hal ini menuntut produsen minyak sawit di Indonesia untuk mengolah CPO yang dihasilkan agar memiliki nilai tambah. Saat ini mayoritas CPO yang dihasilkan diekspor keluar negeri dalam bentuk minyak sawit mentah dan Indonesia kurang memanfaatkan industri turunan CPO. Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008, tentang Kebijakan Industri Nasional, industri pengolahan kelapa sawit (turunan minyak sawit mentah) merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi dan pharmaceutical.

c) Strategi Fungsional i. Strategi Keuangan

Pada perusahaan besar swasta, modal dalam rangka pengembangan perkebunan maupun pabrik kelapa sawit sudah kuat karena didukung oleh

61 perusahaannya sebagai investor utama dan tambahan modal dari modal perusahaan asing yang tertarik dengan prospek bisnis minyak sawit (CPO).

ii. Strategi Produksi

Pengembangan tiga kawasan industri strategis berbasis oleokimia yakni, Sei Mangkei di Sumatera Utara, Dumai di Riau dan Maloy di Kalimantan Timur mendorong pemerintah membangun infrastruktur utama dan pendukung pada ketiga kawasan industri tersebut. Kawasan Sei Mangkei direncanakan memiliki total luas area mencapai 640 ha, dengan dukungan suplai bahan baku berupa minyak sawit mentah dari PTN III. Infrastruktur saat ini yang sudah terbangun di Sei Mangke adalah ketersediaan air dan pasokan energi listrik, akses jalan menuju kawasan industri klaster serta dekat dengan kota. Kegiatan bongkar muat CPO dipusatkan di Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai dermaga ekspor dari kawasan industri Sei Mangkei. (Kementerian Perindustrian 2011)

Kementerian Perindustrian (2011) menyatakan bahwa pembangunan klaster industri sawit Dumai, Propinsi Riau, dikarenakan Propinsi Riau merupakan kontribusi terbesar dalam produksi CPO di Indonesia. Pembangunan kawasan ini melibatkan pemerintah daerah dan swasta. Pemerintah daerah mendukung adanya klaster industri sawit Dumai dengan mempersiapkan pendanaan infrastruktur seperti akses jalan dan mengalokasikan lahan kawasan industri seluas 5.000 ha, namun saat ini baru terpakai seluas 300 ha oleh pihak swasta. Sementara swasta diperkenankan membangun kawasan industri dengan mempermudah perizinan dan memberikan insentif. Kegiatan bongkar muat CPO dipusatkan di pelabuhan Dumai. Setiap tahunnya kegiatan bongkar muat CPO di kawasan ini mencapai 6 juta ton/tahun.

Pembangunan kawasan industri juga dikembangkan pada Kawasan Indonesia Timur, salah satunya adalah klaster industri Maloy, Kalimantan Timur. Saat ini daerah Maloy difokuskan untuk pengembangan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI). Untuk dukungan infrastruktur pemerintah akan membangun jalan tol menuju Maloy sepanjang 130 km (Sangatta-Maloy) dan kebutuhan sarana jalan lain disekitarnya yaitu dari SP 3 Maloy menuju pelabuhan Maloy/Teluk Golok. Pembangunan kawasan ini direncanakan dimulai pada tahun 2015. (Kementerian Perindustrian 2011)

62

iii. Strategi Pemasaran Produk

Harga jual CPO yang dijual dipasaran dipengaruhi oleh kualitas yang terkandung pada CPO. Pada pasar dalam negeri, CPO yang dijual harus memiliki standar yang jelas yaitu SNI. (Lampiran 10). Selain SNI, masih ada lagi sertifikasi yang harus dipenuhi bagi produsen CPO yaitu sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang menunjukkan bahwa produsen CPO mendukung usaha berkelanjutan mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia dalam perkelapasawitan dunia. Selain itu, harga jual CPO yang sudah bersetifikasi ISPO akan lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual CPO tidak bersertifikasi.

Harga

Harga yang tinggi untuk komoditi CPO di pasar internasional akan menyebabkan produsen meningkatkan penjualannya. Pemasaran keluar negeri dapat dilakukan melalui pasar berjangka. Untuk mengatasi lonjakan harga luar negeri yang sering berfluktuasi karena CPO sebagai salah satu minyak nabati yang banyak digunakan sebagai bahan baku biodiesel, pemerintah menetapkan harga dan menetapkan biaya keluar ekspor (BK Ekspor). Kebijakan ini merupakan salah satu regulasi pemerintah agar pasokan kebutuhan CPO dalam negeri tercukupi.

Promosi

Akses informasi pasar minyak sawit sangat penting bagi pengetahuan konsumen industri CPO. Melalui promosi yang dilakukan oleh produsen, informasi komoditas yang ditawarkan dapat dikenal oleh para konsumen dalam maupun luar negeri. Berbagai macam informasi melalui promosi yang berupa jurnal ilmiah, buletin, buku, seminar, simposium, pameran, iklan surat kabar, dan iklan elektronik (internet, televisi).

Distribusi

Besarnya ekspor CPO akan mempengaruhi ketersediaan CPO di dalam negeri. Perusahaan besar yang mempunyai kebun dan pabrik pengolahan sendiri mendistribusikan hasil produknya didalam maupun ke luar negeri sudah mempunyai kantor pemasaran, sehingga saluran tataniaganya efektif dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mempunyai kantor pemasaran dan

63 hanya mengandalkan distributor sehingga memperpanjang saluran tataniaga yang berakibat berkurangnya margin keuntungan yang diperoleh perusahaan tanpa kantor pemasaran. Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian No 339/Kpts/PD.300/5/2007 mengenai pasokan CPO untuk kebutuhan dalam negeri guna stabilisasi harga minyak goreng. Dengan keputusan ini, pengusaha yang tergabung dalam organisasi Gapki dan Non-Gapki wajib menyalurkan CPO kepada kepada Asosiasi Minyak Nabati Indonesia untuk diolah menjadi minyak goreng.

iv. Strategi Sumberdaya Manusia

Dalam rangka menghadapi persaingan global yang semakin ketat, diperlukan kompetensi sumberdaya manusia unggulan, yang mampu melaksanakan pengembangan industri minyak sawit nasional dengan cara yang berkelanjutan. Dalam pemenuhan SDM teknis, Indonesia memiliki beberapa tempat pendidikan antara lain INSTIPER, Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi, dan Lembaga Pendidikan Perkebunan. Sementara itu, dalam memenuhi kebutuhan SDM di bidang riset dan pengembangan (R&D) industri minyak sawit nasional, ada beberapa lembaga yang berkecimpung di dalamnya, antara lain Pusat Penelitian Kelapa Sawit, SEAFAST Center IPB, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB, Pusat Penelitian Bioteknologi ITB, Pusat Penelitian Ilmu Hayati ITB, Pusat Penelitian Bioteknologi UGM, Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Balai Penelitian Bioteknologi dan Perkebunan Indonesia, Forum Biodiesel Indonesia, Universitas Lampung, dan SEAMEO Biotrop IPB

Dokumen terkait