• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSENTASE BALITA KURUS DAN SANGAT KURUS BERUMUR 0-23 BULAN MENURUT PROVINSI DI INDONESIA

Dalam dokumen Profil Kesehatan Indonesia 2016 (Halaman 174-180)

Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar

PERSENTASE BALITA KURUS DAN SANGAT KURUS BERUMUR 0-23 BULAN MENURUT PROVINSI DI INDONESIA

TAHUN 2016

Sumber: Pemantauan Status Gizi 2016, Kemenkes RI

Data mengenai status gizi balita dapat dilihat pada lampiran 5.23-5.28

Salah satu upaya untuk meningkatkan status gizi balita adalah kegiatan pemberian makanan tambahan untuk balita kurus. Pemberian makanan tambahan diberikan pada balita usia 6 bulan 0 hari sampai dengan 23 bulan 29 hari dengan status gizi kurus, diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan sebesar minus 3 standar deviasi

9,1 6,1 6,2 5,7 6,6 5,5 3,8 5,2 4,2 4,1 3,7 4,6 4,6 2,8 3,0 3,1 3,2 3,3 3,0 2,3 3,1 2,7 2,7 3,0 2,9 2,0 2,4 2,3 2,4 2,5 2,0 2,2 1,6 1,4 3,7 12,4 11,4 11,3 10,8 9,9 10,6 10,8 9,3 10,3 10,2 10,4 9,0 9,0 9,0 8,7 8,5 8,0 7,8 8,2 8,8 8,0 8,3 8,1 7,8 7,8 8,6 8,0 7,9 7,8 7,5 7,7 7,3 6,9 5,3 8,9 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 Maluku Papua Barat Nusa Tenggara Timur Gorontalo Papua Kalimantan Barat Kepulauan Riau Sumatera Utara Aceh Riau Kalimantan Tengah DKI Jakarta Sulawesi Tengah Maluku Utara Banten Sulawesi Tenggara Kalimantan Selatan Sulawesi Barat Jambi Sumatera Barat Kalimantan Utara Sulawesi Selatan Jawa Tengah Jawa Timur Lampung Kalimantan Timur Jawa Barat Kepulauan Bangka Belitung Sulawesi Utara DI Yogyakarta Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan Bengkulu Bali INDONESIA

%

148 PROFIL KESEHATAN INDONESIATahun 2016

148 PROFIL KESEHATAN INDONESIATahun 2016

(-3SD) sampai dengan kurang dari minus 2 standar deviasi (<-2SD), yang mendapat makanan tambahan selama 90 hari berturut-turut. Pemberian makanan tambahan (PMT) pada balita kurus dapat diberikan berupa PMT lokal maupun PMT pabrikan seperti biskuit MP-ASI. Bila berat badan telah mencapai atau sesuai perhitungan berat badan sesuai tinggi badan, maka pemberian makanan tambahan balita dihentikan. Selanjutnya dapat mengonsumsi makanan keluarga gizi seimbang dan dilakukan monitoring berat badan terus menerus agar balita tidak kembali jatuh dalam status gizi kurus.

Hasil PSG 2016, 36,8% balita kurus mendapatkan makanan tambahan, lebih rendah dibandingkan target nasional Tahun 2016 sebesar 75%.

4.

Gizi Ibu Hamil

Gizi ibu hamil perlu mendapat perhatian karena sangat berpengaruh pada perkembangan janin yang dikandungnya. Sejak janin sampai anak berumur dua tahun atau 1000 hari pertama kehidupan kecukupan gizi sangat berpengaruh terhadap perkembangan fisik dan kognitif. Kekurangan gizi pada masa ini juga dikaitkan dengan risiko terjadinya penyakit kronis pada usia dewasa, yaitu kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, stroke dan diabetes. Pada masa kehamilan gizi ibu hamil harus memenuhi kebutuhan gizi untuk dirinya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan janin karena gizi janin tergantung pada gizi ibu dan kebutuhan gizi ibu juga harus tetap terpenuhi.

Hasil PSG 2016, persentase ibu hamil menurut konsumsi energi terhadap standar kecukupan gizi sebesar 73,6%, artinya rata-rata tingkat konsumsi energi pada ibu hamil per hari di Indonesia sebesar 73,6% Angka Kecukupan Energi (AKE). Persentase ibu hamil menurut konsumsi protein terhadap standar kecukupan gizi sebesar 86,4%, karbohidrat 76,8% dan lemak 70,0%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.31.

Berdasarkan kecukupan energi, 53,9% ibu hamil mengalami defisit energi (<70% AKE) dan 13,1% mengalami defisit ringan (70-90% AKE). Untuk kecukupan protein, 51,9% ibu hamil mengalami defisit protein (<80%AKP) dan 18,8% mengalami defisit ringan (80-99% AKP). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.32.

Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil dengan KEK berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) juga dapat menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Untuk itu bagi ibu hamil risiko KEK, yaitu yang memiliki Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5cm, diberikan makanan tambahan. Hasil PSG 2016 didapatkan 79,3% ibu hamil risiko KEK mendapatkan makanan tambahan lebih besar dari target nasional tahun 2016 sebesar 50%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.29.

Anemia pada ibu hamil dihubungkan dengan meningkatnya kelahiran prematur, kematian ibu dan anak dan penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan berkembangan janin/bayi saat kehamilan maupun

149

Bab V KESEHATAN KELUARGA setelahnya. Riskesdas 2013 mendapatkan anemia terjadi pada 37,1% ibu hamil di Indonesia, 36,4% ibu hamil di perkotaan dan 37,8% ibu hamil di perdesaan. Untuk mencegah anemia setiap ibu hamil diharapkan mendapatkan tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan. Hasil PSG 2016 mendapatkan hanya 40,2% ibu hamil yang mendapatkan

TTD minimal 90 tablet lebih rendah dari target nasional tahun 2016 sebesar 85%. Hasil

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.30.

153

Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT

Pengendalian penyakit adalahupaya penurunan insidens, prevalens, morbiditas atau mortalitas dari suatu penyakit hingga level yang dapat diterima secara lokal. Angka kesakitan dan kematian penyakit merupakan indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu masyarakat.

Pengendalian penyakit yang akan dibahas pada bab ini yaitu pengendalian penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular meliputi penyakit menular langsung, penyakit yang dapat dikendalikan dengan imunisasi dan penyakit yang ditularkan melalui binatang. Sedangkan penyakit tidak menular meliputi upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit tidak menular tertentu.

A.

PENYAKIT MENULAR LANGSUNG

1.

Tuberkulosis

Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030, WHO menargetkan untuk menurunkan kematian akibat tuberkulosis sebesar 90% dan menurunkan insidens sebesar 80% pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2014.

Pada tahun 2015 diperkirakan terdapat 10,4 juta kasus baru tuberkulosis atau 142 kasus/100.000 populasi, dengan 480.000 kasus multidrug-resistant. Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus baru terbanyak kedua di dunia setelah India. Sebesar 60% kasus baru terjadi di 6 negara yaitu India, Indonesia, China, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan. Kematian akibat tuberkulosis diperkirakan sebanyak 1,4 juta kematian ditambah 0,4 juta kematian akibat tuberkulosis pada orang dengan HIV. Meskipun jumlah kematian akibat tuberkulosis menurun 22% antara tahun 2000 dan 2015, tuberkulosis tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di dunia pada tahun 2015 (WHO, Global Tuberculosis Report, 2016).

Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam positif (BTA positif) melalui percik

154 PROFIL KESEHATAN INDONESIATahun 2016

renik dahak yang dikeluarkannya. Tuberkulosis dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil.

Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur dengan insidens, prevalensi, dan mortalitas/kematian.

a. Insidens dan Prevalens Tuberkulosis

Menurut Gobal Tuberculosis Report WHO (2016), diperkirakan insidens tuberkulosis di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 395 kasus/100.000 penduduk dan angka kematian sebesar 40/100.000 penduduk (penderita HIV dengan tuberkulosis tidak dihitung) dan 10/100.000 penduduk pada penderita HIV dengan tuberkulosis. Menurut perhitungan model prediction yang berdasarkan data hasil survei prevalensi tuberkulosis tahun 2013-2014, estimasi prevalensi tuberkulosis tahun 2015 sebesar 643 per 100.000 penduduk dan estimasi prevalensi tuberkulosis tahun 2016 sebesar 628 per 100.000 penduduk.

Pada RPJMN 2015-2019, indikator yang digunakan adalah prevalensi tuberkulosis berbasis mikroskopis saja sehingga angkanya lebih rendah dari hasil survei prevalensi tuberkulosis tahun 2013-2014 yang telah menggunakan metode yang lebih sensitif yaitu konfirmasi bakteriologis yang mencakup pemeriksaan mikroskopis, molekuler dan kultur. Target prevalensi tuberkulosis tahun 2015 dalam RPJMN sebesar 280 per 100.000 penduduk dengan capaian sebesar 263 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2016 target sebesar 271 per 100.000 penduduk dengan capaian sebesar 257 per 100.000 penduduk. Berdasarkan capaian tahun 2015 dan 2016 tersebut, maka dapat diprediksi bahwa target tahun 2019 dengan metode lama sebesar 245 per 100.000 penduduk dapat tercapai.

b. Kasus Tuberkulosis Ditemukan

Pada tahun 2016 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 351.893 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2015 yang sebesar 330.729 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.

Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,4 kali dibandingkan pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.

155

Bab VI PENGENDALIAN PENYAKIT

GAMBAR 6.1

PROPORSI KASUS TUBERKULOSIS MENURUT KELOMPOK UMUR

Dalam dokumen Profil Kesehatan Indonesia 2016 (Halaman 174-180)

Dokumen terkait