• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dilakukan dengan menghitung persentase okulasi tumbuh diakhir penelitian.

Persentase okulasi tumbuh = jumlah okulasi tumbuh jumlah seluruh bibit 4. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf 5%, kemudian jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Sebelum dianalisis dengan sidik ragam, data yang diperoleh terlebih dahulu ditransformasi tujuannya agar hasil analisis lebih tepat. Untuk data-data yang banyak nilai 0% maka dilakukan transformasi akar kuadrat sedangkan untuk data-data dengan nilai-nilai yang kecil seperti 0, dilakukan transformasi logaritma.

commit to user

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan sidik ragam pada semua variabel pengamatan (Tabel 1) diketahui bahwa perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berbeda nyata terhadap semua variabel pengamatan yaitu persentase okulasi jadi, waktu pecah tunas, panjang tunas, jumlah daun serta persentase okulasi tumbuh. Perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres ini juga tidak terdapat adanya interaksi pada semua variabel.

Tabel 1. Sidik ragam pengaruh masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres terhadap pertumbuhan okulasi jeruk

Sumber % jadi Waktu

pecah Panjang tunas Jumlah daun % tumbuh S ns ns ns ns ns P ns ns ns ns ns S*P ns ns ns ns ns

Keterangan : S = Masa simpan, P = Pembungkus, S*P = interaksi, ns = tidak berbeda nyata pada uji F 5%.

A. Persentase Okulasi Jadi

Keberhasilan okulasi jadi dapat dilihat 3 minggu setelah pelaksanaan okulasi (penempelan), yaitu dengan membuka plastik ikatan okulasi dan diamati mata tempelnya. Jika mata tempel berwarna hijau dan tampak segar, tidak kering dan patah maka dapat dikatakan okulasi tersebut berhasil. Namun, jika pada mata tempel berwarna cokelat dan kering okulasi tersebut gagal.

Tabel 2. Rata-rata okulasi jadi pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (%)

Masa penyimpanan (hari) Bahan pembungkus Rata-rata Aluminium foil Pelepah pisang Irisan temulawak 0 100 33 100 77,67 a 1 100 67 100 89 a 2 67 100 67 78 a 3 100 67 100 89 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

commit to user

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berpengaruh terhadap persentase keberhasilan okulasi jadi. Hal ini dikarenakan masing-masing pembungkus yang digunakan mampu berfungsi dengan baik untuk tetap menjaga kelembaban entres sehingga entres tidak busuk. Aluminium foil disini dapat berfungsi untuk menahan penurunan daya tumbuh entres. Pelepah pisang berfungsi menghambat masuknya panas dari luar ke dalam entres karena mengandung banyak air dan rongga udara, sedangkan irisan temulawak mampu berfungsi sebagai fungisida nabati sehingga dapat mencegah adanya hama atau cendawan pada entres agar tidak busuk. Dalam penelitian ini persentase okulasi jadi cukup tinggi. Tingginya persentase bibit jadi ini diduga karena keadaan mata entres yang digunakan dalam keadaan dorman dan banyak mengandung karbohidrat sehingga keberhasilan lebih besar. Mata entres yang dorman adalah mata entres dalam keadaan istirahat, belum pecah dan akan segera tumbuh karena masih mendapatkan makanan dari hasil fotosintesis tanaman induk.

Keberhasilan okulasi (penempelan) memerlukan kompatibilitas antara batang atas dan batang bawah serta kemampuan batang atas (mata tempel) itu sendiri untuk pecah dan tumbuh (Supriyanto et al., 1995). Selain itu menurut Hartman dan Davis (1990) cit. Mansyah et al. (1998) keberhasilan penempelan juga sangat ditentukan oleh mekanisme kompatibilitas itu sendiri, misalnya sifat fisiologi, biokimia dan sistem anatomi secara bersamaan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa adanya okulasi yang gagal tidak semata-mata disebabkan oleh perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres akan tetapi bisa disebabkan karena faktor lingkungan seperti kelembaban, cahaya ataupun suhu selain itu juga bisa disebabkan dari faktor teknis saat pelaksanaan okulasi itu sendiri.

commit to user

Gambar 1. Okulasi Jadi Gambar 2. Okulasi Gagal

B. Waktu Pecah Tunas

Saat pecah mata entres atau saat munculnya tunas merupakan salah satu variabel pengamatan yang menunjukkan ada atau tidaknya pengaruh lama peyimpanan dan bahan pembungkus entres terhadap pertumbuhan tunas pertama kali.

Tabel 3. Rata-rata waktu pecah tunas pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (hari)

Masa penyimpanan (hari) Bahan pembungkus Rata-rata Aluminium foil Pelepah pisang Irisan temulawak 0 43,5 26 26 31,83 a 1 36,67 32 43,67 37,45 a 2 29 46 27,5 34,17 a 3 56 39 31,33 42,11 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berpengaruh nyata terhadap waktu pecah tunas untuk masing-masing perlakuan. Akan tetapi terdapat ketidakseragaman waktu pecah tunas antara aluminium foil, pelepah pisang serta irisan temulawak. Laju pertumbuhan mata tunas (entres) dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adanya keadaan dorman, dimana entres tidak menunjukkan pertumbuhan akan tetapi keadaannya masih tetap hijau. Menurut Purbiati (2002), keadaan dorman tersebut terjadi karena tidak adanya diferensiasi dari tunas sehingga berakibat

Okulasi

jadi Okulasi

commit to user

tumbuhnya tunas batang bawah dari bekas luka irisan batang. Entres dorman tersebut kemungkinan disebabkan saat diambil dari pohon induknya masih pada fase dorman dan ketersediaan hormon sitokinin tidak terpenuhi untuk memecahkan tunas dan akhirnya membentuk daun. Faktor lain yang mungkin terjadi yaitu saat berada dalam pembungkus, kelembaban entres kurang terpenuhi. Adanya keadaan dorman pada mata tunas (entres) menurut Wiebel (1992) cit. Hidayat (2005) yaitu bahwa entres kekurangan salah satu dari beberapa senyawa yang ditranslokasikan oleh akar ke tunas, seperti : air, garam mineral dan zat tumbuh.

Faktor lain yang menyebabkan adanya keterlambatan pertumbuhan tunas yaitu keseimbangan hormonal. Sitokinin dengan auksin mampu memacu pembelahan dan diferensiasi sel. Makin tinggi konsentrasi hormon sampai dengan batas tertentu, laju pertumbuhan tunas makin meningkat, tetapi pada konsentrasi yang lebih tinggi laju pertumbuhan tunas makin melambat. Hal ini disebabkan terjadinya ketidakseimbangan hormon, laju pertumbuhan tunas ditentukan oleh aktivitas kambium yang dipengaruhi oleh keseimbangan hormonal pada tempat penempelan tunas. Makin keras batang bawah, sel-sel kambium makin kurang aktif, sehingga pertumbuhan tunasnya juga makin melambat (Utari, 2005).

Dalam pembiakan vegetatif yang menggabungkan batang atas dan batang bawah, batang bawah sangat berperan dalam menentukan pertumbuhan batang atas. Batang bawah lebih berperan dalam membentuk kalus. Pembentukan kalus sangat dipengaruhi oleh umur tanaman. Proses pembentukan kalus ini sangat dipengaruhi oleh kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang terdapat pada jaringan parenkim karena senyawa-senyawa tersebut merupakan sumber energi dalam membentuk kalus. Menurut Bhusal (2001), bahwa pembentukan kalus terjadi 45 hari setelah penyisipan atau penempelan dan paling lama juga bisa mencapai 3 bulan.

commit to user

Gambar 3. Entres yang sudah pecah dan mulai membentuk kuncup daun

C. Panjang Tunas

Pertumbuhan dapat diketahui dari kenaikan panjang tunas suatu tanaman atau bagian tanaman lain. Sedangkan peningkatan jumlah sel dan ukuran sel terjadi pada jaringan meristem misalnya meristem ujung, meristem interkalar dan meristem lateral. Pertumbuhan pada meristem ujung menghasilkan sel-sel baru diujung sehingga mengakibatkan bertambah tinggi atau panjang.

Tabel 4. Rata-rata panjang tunas pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (cm)

Masa penyimpanan (hari) Bahan pembungkus Rata-rata Aluminium foil Pelepah pisang Irisan temulawak 0 11 31 12,33 18,11 a 1 25 22 5,8 17,6 a 2 11,5 8 17,75 12,42 a 3 1 15,25 20,83 12,36 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Pertumbuhan tunas pada dasarnya sangat erat hubungannya dengan waktu pecah tunas. Artinya semakin cepat tunas itu pecah, maka akan semakin cepat pula tunas itu tumbuh asalkan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya terpenuhi. Secara keseluruhan dari hasil analisis ragam perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres tidak berpengaruh terhadap panjang tunas okulasi. Kombinasi perlakuan pembungkus pelepah pisang

Entres yang sudah pecah

commit to user

tanpa disimpan (S0P2) berdasarkan Tabel 4 mampu menghasilkan panjang tunas tertinggi yaitu 31 cm sedangkan kombinasi perlakuan aluminium foil yang disimpan selama 3 hari (S3P1) hanya mencapai tinggi 1 cm. Hal ini dikarenakan pelepah pisang mengandung banyak air dan rongga udara sehingga entres tetap dalam keadaan segar dan dapat tumbuh dengan baik. Mata tunas yang cepat pecah, akan segera tumbuh dan memanjang jika unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya terpenuhi dengan cukup. Sedangkan mata tunas yang dorman, tentu saja akan menghambat proses pemanjangan tunas pada tanaman jeruk. Begitupula yang terlihat dalam penelitian ini, mata tunas yang mengalami keadaan dorman pertumbuhan tunasnya lebih lambat dibandingkan dengan yang tidak mengalami keadaan dorman.

Menurut Wiebel et al. (1992) cit. Hidayat (2005) keadaan dorman ini, selain disebabkan oleh oleh faktor endogen mata tunas yang kompleks, juga disebabkan oleh kekurangan salah satu dari beberapa senyawa yang ditranslokasikan oleh akar ke tunas, seperti: air, garam mineral dan zat tumbuh. Dengan demikian dapat dijelaskan pula bahwa pertumbuhan akar sebagai sumber sintesis zat tumbuh seperti sitokinin akan berpengaruh terhadap pemecahan dormansi mata tunas dan lebih awalnya aktivitas akan dapat memacu pemecahan dormansi pada tunas. Selain karena faktor hormon sitokinin yang ditranslokasikan oleh akar ke pucuk, selang waktu sekitar 2 minggu sebelum trubus tersebut, mata tunas mengalami perubahan dari stadia endodormansi menuju ekodormansi. Pada saat tersebut kondisi lingkungan yang optimal dapat menyebabkan pecahnya tunas dan selanjutnya berkembang menjadi tunas baru yang tumbuh sempurna.

Laju pertumbuhan tunas sangat dipengaruhi oleh ketersediaan karbohidrat. Daun-daun yang telah terbentuk akan segera melakukan fungsinya untuk berfotosintesis. Dari sini akan dihasilkan karbohidrat dan zat pengatur tumbuh (ZPT). Karbohidarat maupun ZPT baik auksin maupun sitokinin ditransfer dengan perantara molekul air menuju daerah meristematis, diantaranya ujung tunas.

Sel-commit to user

sel pada daerah tersebut akan memperbanyak diri dan memperpanjang ukuran sehingga mengakibatkan pemanjangan tunas (Septyarini, 2007).

Auksin berfungsi mendorong pemanjangan batang, pertumbuhan akar, diferensiaasi sel dan percabangan, pertumbuhan buah, dominasi apikal, fototropisme dan gravitropisme. Auksin dihasilkan pada embrio dalam biji, meristem batang dan daun-daun muda. Sitokinin yang berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong pembelahan, pertumbuhan sel, perkeambahan dan pembungaan, serta menghambat penuaan. Sitokinin disintesis pada akar dan diangkut ke organ lain.

Gambar 4. Pertumbuhan tunas mata tempel (entres)

D. Jumlah Daun

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Letak pertumbuhan ada di dalam meristem ujung, lateral dan interkalar. Mata tunas yang disambungkan pada batang bawah setelah mengalami proses diferensiasi dan membentuk kambium baru akan berfungsi sebagai meristem ujung atau lateral sehingga pecah dan membentuk daun baru (Purbiati et al., 2002).

Tonjolan pada sisi meristem apikal semula dikenal sebagai penyangga daun. Ia memanjang, menebal dan membentuk prokambium dan kemudian

commit to user

jaringan pengangkut. Pertama-tama ia melengkung kedalam. Sementara masih dalam kuncup, pada sisi-sisi poros daun meristem tepi menjadi aktif untuk membentuk helaian daun. Menjelang waktu membukanya daun, terjadi pengembangan kesamping dan pemanjangan helaian daun secara cepat dan pemanjangan pangkal poros daun untuk membentuk tangkai daun. Daun memegang peranan penting bagi pertumbuhan tanaman yang merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis, respirasi dan transpirasi.

Tabel 5. Rata-rata jumlah daun pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (helai)

Masa penyimpanan (hari) Bahan pembungkus Rata-rata Aluminium foil Pelepah pisang Irisan temulawak 0 10 18 13,33 13,78 a 1 15,33 12 6,33 11,22 a 2 8,5 8,67 15,5 10,89 a 3 2 9,5 15,33 8,94 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Daun merupakan pabrik karbohidrat bagi tanaman. Daun diperlukan untuk mengubah CO2 dan H2O menjadi cadangan makanan melalui proses fotosintesis dengan energi cahaya matahari. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan (Gardner, 1991 cit. Karintus, 2010). Lingkungan yang mendukung pertumbuhan secara otomatis juga mampu mendorong pertambahan jumlah serta ukuran daun. Kombinasi perlakuan penyimpanan dan bahan pembungkus ini tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun (Tabel 5). Tidak adanya pengaruh ini dikarenakan masing-masing pembungkus seperti aluminium foil kelembabannya terjaga sehingga mampu menurunkan daya tumbuh entres (Abdurahman et al.,2007) dan entres tidak busuk sedangkan pelepah pisang mengandung banyak air dan rongga udara sehingga dapat menahan masuknya panas dari luar ke dalam entres dan irisan temulawak yang mengandung minyak atsiri berkhasiat sebagai fungistatik pada beberapa jamur dan bakteri sehingga entres tetap dalam keadaan baik sewaktu digunakan untuk okulasi serta dapat tumbuh dengan cepat karena tidak mengalami dorman atau bahkan busuk.

commit to user

Semakin cepat daun terbentuk sempurna klorofil yang dihasilkan daun semakin bertambah. Klorofil berfungsi menangkap cahaya matahari yang digunakan dalam proses fotosentesis. Dengan daun pada payung pertama yang luas maka cahaya matahari yang diterima semakin besar yang digunakan untuk menghasilkan cadangan makanan. Cadangan makanan inilah yang digunakan untuk pembentukan tunas selanjutnya. Pertumbuhan awal yang baik cenderung akan mempengaruhi pertumbuhan selanjutnya termasuk pertumbuhan daun, batang, tunas dan organ lainnya.

Adanya penambahan jumlah daun diduga sejalan dengan penambahan panjang tunas, semakin panjang tunas maka akan menghasilkan pertambahan nodus-nodus yang berfungsi sebagai tempat keluarnya daun. Perbedaan jumlah daun akan menimbulkan perbedaan pertumbuhan pada tanaman, karena di dalam daun terdapat klorofil dan sebagai tempat terjadinya sintesis fotosintat yang dibutuhkan oleh semua bagian tanaman (Septyarini, 2007).

E. Persentase Okulasi Tumbuh

Bibit okulasi yang tumbuh atau hidup merupakan bibit yang jadi setelah dilakukan pembukaan plastik okulasi dan mampu bertahan untuk tetap tumbuh sampai akhir penelitian.

Tabel 6. Rata-rata okulasi tumbuh pada kombinasi perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus entres (%)

Masa penyimpanan (hari) Bahan pembungkus Rata-rata Aluminium foil Pelepah pisang Irisan temulawak 0 67 33 100 66,67 a 1 100 33 100 77,67 a 2 67 100 67 78 a 3 33 67 100 66,67 a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%

Rata-rata keberhasilan untuk okulasi tumbuh berdasarkan Tabel 6 pada perlakuan masa penyimpanan dan bahan pembungkus yang berbeda mampu menghasilkan okulasi tumbuh tertinggi mencapai 78%. Keberhasilan okulasi tumbuh pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar. Salah satu faktor

commit to user

dalam yang mempengaruhi keberhasilan okulasi tumbuh yaitu keadaan entres misalnya entres dorman. Entres yang dorman ini juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor misalnya faktor lingkungan saat penyimpanan entres yaitu bahan pembungkus itu sendiri. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi okulasi tumbuh misalnya unsur-unsur yang diperlukan entres untuk tumbuh dan berkembang tidak terpenuhi.

Bibit yang jadi dan mampu tumbuh setelah okulasi berasal dari mata entres yang mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi. Keberhasilan penempelan ini, memerlukan kompatibilitas antara batang bawah dan mata tempel serta kemampuan mata tempel tersebut untuk pecah dan tumbuh. Pecahnya mata tunas lateral dikendalikan oleh keseimbangan asam absisik (ABA) dan sitokinin, dimana pecahnya mata tunas (entres) akan terjadi pada konsentrasi asam absisik (ABA) yang mulai menurun dan sitokinin yang meningkat (Supriyanto, et al.,1995). Setelah pecah mata tunas akan melakukan pertumbuhan seperti pemanjangan tunas dan pertumbuhan daun. Dengan demikian, bibit hasil okulasi tersebut dapat melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat untuk pertumbuhannya dan mampu bertahan hidup.

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait