• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Persentase Peresepan Antibiotik

e. persentase peresepan obat untuk pasien rawat jalan yang sesuai dengan

formularium rumah sakit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Indikator Penggunaan Obat

Sebagai bukti komitmen WHO untuk meningkatkan praktek penggunaan

obat secara rasional, maka bersama International Network for Rational Use of Drug

(INRUD) pada tahun 1993 ditetapkan suatu metode dasar untuk mengevaluasi

penggunaan obat. Hal ini bertujuan menyediakan beberapa cara pengukuran yang

objektif sehingga dapat menjelaskan penggunaan obat di suatu fasilitas kesehatan,

negara, atau pada suatu kawasan (Anonim, 1993). Penilaian tentang penggunaan obat

di fasilitas kesehatan dapat menggunakan tiga indikator, yaitu (Anonim, 1993):

Tabel I. Indikator Penggunaan Obat

Indikator WHO 1993

Indikator peresepan, terdiri dari:

1

a. rata-rata jumlah obat per lembaran resep

b. persentase peresepan obat dengan nama generik

c. persentase peresepan obat dengan antibiotik

d. persentase peresepan dengan sediaan injeksi

e. persentase peresepan obat yang sesuai dengan formularium

Indikator pelayanan pasien, terdiri dari:

2

a. rata-rata lamanya waktu kons ultasi

b. rata-rata waktu dispensing

c. persentase dispensing obat

d. persentase obat yang dilabel dengan cukup

e. pemahaman pasien tentang dosis obat yang benar

Indikator fasilitas kesehatan, terdiri dari:

3

a. ketersediaan formularium dan daftar obat esensial

b. ketersediaan obat-obat kunci

6

Indikator WHO (1993) digunakan untuk mengetahui gambaran penggunaan

obat lewat peresepan yang meliputi rata-rata jumlah obat per lembaran resep,

persentase peresepan obat dengan nama generik, persentase peresepan antibiotik,

persentase peresepan sediaan injeksi, dan persentase peresepan obat yang sesuai

dengan formularium rumah sakit untuk pasien rawat jalan yang dapat memberikan

data untuk melakukan analisis penggunaan obat di pusat pelayanan kesehatan

(Anonim, 1993). Menurut WHO jumlah obat dalam tiap lembar resep berjumlah

maksimal 2 obat untuk satu diagnosis, pada pasien rawat jalan selain pemberian

insulin sebaiknya tidak diberikan obat injeksi, selain itu antibiotik hanya diberikan

apabila penyakit pada pasien sudah pasti disebabkan oleh bakteri dan disesuaikan

dengan kondisi pasien (Anonim, 1993).

B. Penggunaan Obat yang Rasional

Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria sebagai berikut :

sesuai dengan indikasi penyakit, tersedia setiap saat dengan harga terjangkau,

diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval waktu pemberian

yang tepat, lama pemberian yang tepat obat yang diberikan harus efektif, dengan

mutu terjamin dan aman (Anonim, 1995). Peresepan yang rasional adalah pemberian

obat berdasarkan diagnosis penyakit bukan berdasarkan symptom atau gejala, dan

diberikan hanya jenis obat yang diperlukan untuk penyembuhan penyakit, mengatasi

masalah kesehatan secara efektif, aman, dan dalam batas-batas kemampuan dana

yang tersedia (Anonim, 1986).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Darmansyah (2006) mengemukakan bahwa rasional juga berarti

menggunakan obat berdasarkan indikasi yang manfaatnya jelas terlihat, dapat

diramalkan (evidence based therapy). Manfaat tersebut dinilai dengan menimbang

semua bukti tertulis hasil uji klinik yang dimuat dalam kepustakaan yang dilakukan

melalui evaluasi yang sangat bijaksana.

Kriteria penggunaan obat rasional dalam konteks biomedik (Siregar, 2006):

1. obat yang benar,

2. indikasi yang tepat, yaitu alasan menulis resep berdasarkan pertimbangan medis

yang baik,

3. obat yang tepat, mempertimbangkan kemanjuran, keamanan, kecocokan bagi

pasien, dan harga,

4. dosis pemberian dan durasi pengobatan yang tepat,

5. pasien yang tepat yaitu tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan reaksi

merugikan minimal,

6. dispending yang benar, termasuk informasi yang tepat bagi pasien tentang obat

yang ditulis,

7. kepatuhan pasien terhadap pengobatan.

Setiap pemakaian obat harus melalui pertimbangan agar diperoleh manfaat

maksimal dengan risiko minimal bagi individu bersangkutan. Pertanyaan mengenai

apakah kemungkinan risiko sebanding dengan manfaat terapi yang diperoleh jika

suatu obat diberikan, selalu harus dipertimbangkan dahulu sebelum memutuskan

pengobatan (Santoso, 1995). Secara umum dan dalam konteks yang lebih luas

8

penggunaan obat yang tidak rasional dapat memberi dampak terjadinya pemborosan

biaya dan anggaran masyarakat, risiko efek samping dan resistensi, ketersediaan obat

kurang terjamin, mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk, memberikan

persepsi yang keliru tentang pengobatan pada masyarakat (Wahjuni, 2003).

Peresepan yang tidak rasional dapat dikelompokkan menjadi (Anonim,

1999):

1. peresepan mewah, yaitu pemberian obat baru dan mahal padahal tersedia obat

lama yang lebih murah yang sama efektifnya dan sama amannya.

2. peresepan berlebihan, yaitu yang mengandung obat yang tidak diperlukan, dosis

terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan kepada

pasien tanpa indikasi yang jelas dan tepat.

3. peresepan salah, yaitu obat yang diberikan untuk diagnosis yang keliru, obat

yang dipilih untuk suatu indikasi tertentu tidak tepat, penyediaan (di apotek,

rumah sakit) salah, atau tidak disesuaikan dengan kondisi medik, genetik,

lingkungan, dan faktor lain yang ada pada saat itu.

4. polifarmasi, yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu obat sudah

mencukupi atau pengobatan setiap gejala secara terpisah padahal pengobatan

terhadap penyakit primernya sudah dapat mengatasi semua gejala.

5. peresepan kurang, yaitu tidak memberikan obat yang diperlukan, dosis tidak

mencukup i, atau pengobatan terlalu singkat.

Menurut Dwiprahasto (2006) peresepan yang berlebihan dan tidak rasional

cenderung meningkatkan terjadinya Adverse Drug Event (ADE). Terdapat hubungan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang linier antara jumlah obat yang diresepkan dengan terjadinya ADE yaitu semakin

banyak jumlah obat yang diresepkan maka semakin tinggi pula risiko untuk

terjadinya ADE.

Pedoman pengobatan supaya mendekati rasional adalah berpegang pada

sedikitnya 4 faktor, yaitu efficacy (khasiat obat), safety (keamanan obat), suitability

(kesesuaiaan obat dengan pasien), dan cost (harga obat). Kebutuhan pedoman

pengobatan dilatarbelakangi oleh banyaknya alternatif pengobatan yang ada untuk

setiap jenis penyakit, dan juga adanya kebiasaan pengobatan yang sangat beragam

diantara para dokter berdasarkan pengalamannya masing- masing (Anonim, 2003).

C. Rata-Rata Jumlah Obat yang Digunakan per Lembaran Resep

Indikator rata-rata jumlah obat yang digunakan per lembaran resep per

pasien digunakan untuk mengetahui tendensi terjadinya polifarmasi. Risiko terberat

polifarmasi adalah timbulnya interaksi obat yang merugikan dan efek samping obat

yang akan meningkat secara konsisten dengan semakin banyaknya jumlah obat yang

diberikan kepada pasien. Polifarmasi adalah mengkonsumsi lebih dari satu macam

obat untuk kondisi yang sama (Quick dkk, 1997).

D. Obat Generik

Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam

Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik di

Indonesia dibuat sesuai dengan standar Indonesia dan dijamin mutunya oleh Badan

10

Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM). Tata nama obat yang digunakan

adalah tata nama International Nonproprietary Names (INN) dalam bahasa Inggris

dan dicantumkan juga tata nama sesuai Daftar Obat Escensial Nasional (DOEN)

(Anonim,1986).

Tidak ada perbedaan kandungan antara obat generik dengan obat paten.

Efektivitas obat generik tidak berbeda dengan obat paten karena dalam membuat obat

generik perusahaan harus mengikuti Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Aturan tersebut me nentukan kandungan obat yang harus terdapat dalam obat generik

setelah melalui pengujian pemerintah, produsen baru bisa mancantumkan logo

generik pada kemasannya (Anonim, 1996).

E. Antibiotik

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi, yang

dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Prinsip

penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama yaitu penyebab

infeksi dan faktor pasien (Anonim, 2003). Pemakaian antibiotik yang rasional adalah

apabila antibiotik dipakai dengan indikasi yang tepat, pemilihan yang tepat, regimen

yang tepat (dosis, cara pemberian dan lama pemberian), serta waspada terhadap

kemungkinan terjadinya efek yang tidak diinginkan (Widodo, 2005).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

F. Sediaan Injeksi

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk

yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang

disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit, melalui kulit atau selaput

lendir (Anonim, 1979). Pemberian obat secara parenteral (harafiah berarti “di luar

usus”) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang cepat, kuat, dan lengkap, untuk obat

yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak diresorpsi usus

(streptomisin), begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama.

Kekurangannya adalah lebih mahal dan nyeri, sukar digunakan oleh pasien sendiri

(dibutuhkan tenaga profesional). Selain itu, ada pula bahaya terkena infeksi kuman

(harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak

dipilih dengan tepat (Tan dan Raharja, 2002).

G. Formularium Rumah Sakit

Formularium Rumah Sakit (FRS) adalah daftar obat baku yang dipakai oleh

rumah sakit dan dipilih secara rasional, serta dilengkapi penjelasan, sehingga

merupakan informasi obat yang lengkap untuk pelayanan medik rumah sakit (Suci,

2006). Formularium rumah sakit pada hakekatnya merupakan daftar produk obat

yang telah disepakati untuk dipakai di rumah sakit yang bersangkutan, beserta

informasi yang relevan mengenai indikasi, cara penggunaan dan informasi lain

mengenai tiap produk obat (Anonim, 2003).

12

Dokter diharapkan meresepkan obat-obat yang terdaftar dalam formularium

rumah sakit. Penyebab adanya dokter membuat resep diluar standarisasi obat yang

telah ditetapkan, antara lain (Suci, 2006):

1. kelengkapan obat yang sudah masuk dalam standarisasi belum sepenuhnya

tersedia,

2. obat yang diperlukan belum masuk dalam standarisasi obat,

3. faktor pendekatan bagian pemasaran perusahaan obat yang relatif intensif.

Formula rium rumah sakit yang telah disepakati di suatu rumah sakit perlu

dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (commitment) oleh pihak-pihak yang terkait

meliputi (Anonim, 2003):

1. pengelola obat menyediakan obat-obat di rumah sakit sesuai dengan

formularium rumah sakit

2. dokter menggunakan obat-obat yang ada di formularium rumah sakit.

Tujuan utama pembuatan formularium tersebut adalah menyediakan sarana

bagi para staf rumah sakit, meliputi (Anonim, 1991):

1. informasi tentang obat-obatan yang telah disetujui penggunaannya oleh Komite

Farmasi dan Terapi

2. informasi pengobatan dasar setiap obat yang telah disetujui

3. informasi tentang kebijakan dan prosedur rumah sakit yang mengatur penggunaan

obat-obatan

4. informasi yang khusus seperti misalnya peraturan tentang dosis obat,

singkatan-singkatan yang biasa digunakan di rumah sakit, dan isi sediaan berbagai obat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

H. Profil Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes (RSUDJK) didir ikan

pada tanggal 2 Juli 1959, beralamat di Jl. Mohammad Hatta no 19 Kupang. RSUDJK

merupakan rumah sakit tipe B nonpendidikan. Saat ini RSUDJK memiliki 55 dokter

umum, 38 dokter spesialis, 323 perawat, 4 apoteker, dan 284 buah tempat tidur

(Anonim, 2007).

I. Keterangan Empiris

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran penggunaan obat pada

pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUDJK periode November 2006

sampai dengan Oktober 2007 sesuai dengan standar acuan indikator peresepan WHO

(1993), meliputi:

1. rata-rata jumlah obat per lembaran resep untuk pasien rawat jalan.

2. persentase peresepan obat dengan nama generik untuk pasien rawat

jalan.

3. persentase peresepan antibiotik untuk pasien rawat jalan.

4. persentase peresepan sediaan injeksi untuk pasien rawat jalan.

5. persentase peresepan obat untuk pasien rawat jalan yang sesuai dengan

formularium RSUDJK.

14

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian noneksperimental dengan rancangan

deskriptif, sedangkan data dikumpulkan secara retrospektif. Menurut Kountour

(2003) jenis penelitian ini memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan

sejelas mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Retrospektif

berarti data yang didapat adalah data waktu yang lalu.

B. Definisi Operasional

1. Penggunaan obat adalah penggunaan obat oleh pasien rawat jalan yang

berdasarkan resep dokter rumah sakit.

2. Pasien adalah pasien rawat jalan yang membeli obat berdasarkan resep dokter

yang praktek di Rumah Sakit Umum Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

(RSUDJK).

3. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker untuk menyediakan

obat bagi pasien rawat jalan di RSUDJK yang berupa resep umum dan resep

ASKES.

4. Rata-rata jumlah obat per lembaran resep adalah jumlah item yang tertulis pada

seluruh lembar resep. Resep racikan dihitung 1 R/.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Obyek Penelitian

Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembaran resep pasien

rawat jalan RSUDJK bulan November 2006 sampai dengan Oktober 2007.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator

peresepan WHO (1993) dan formularium rumah sakit RSUDJK (2007).

E. Teknik Sampling

Penelitian ini dilakukan pada RSUDJK. Sampel yang diambil adalah

lembaran resep pasien rawat jalan yang dibayar secara tunai dari bulan November

2006 sampai dengan Oktober 2007. Teknik sampling yang dipergunakan pada

penelitian ini adalah systematic random sampling yaitu seluruh obyek yang akan

diteliti mendapatkan kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel.

Berdasarkan acuan standar WHO (1993) sampel minimum yang harus

diambil untuk penelitian retrospektif adalah 600 lembaran resep. Pada penelitian ini

diambil 1.200 lembaran resep terbagi sebanyak 12 bulan berdasarkan jumlah resep

yang masuk ke Instalasi Rawat Jalan RSUDJK pada bulan tertentu, yaitu didapatkan

dari rasio jumlah resep yang masuk pada bulan tertentu dibagi jumlah resep total 1

tahun yang masuk ke Instalasi Rawat Jalan RSUDJK (32.457 lembaran resep)

dikalikan jumlah sampel resep yang diambil dalam penelitian (1.200 lembar resep).

16

Pada metode systematic random sampling yang harus diperhatikan adalah

penentuan nomor pertama sampel terambil pertama, karena nomor yang terpilih

tersebut akan menjadi titik awal bagi pengambilan sampel pada interval- interval

berikutnya. Interval didapatkan dari pembagian jumlah resep yang masuk pada bulan

tertentu dengan jumlah sampel yang terambil pada bulan tersebut. Hasil perhitungan

tersebut diperoleh interval sebesar 27. Nilai tengah interval 27 yaitu 1-27 adalah

sebesar 14, yang kemudian digunakan sebagai nomor pertama sampel terambil.

Nomor selanjutnya adalah nomor 41, 68, dan seterusnya sampai mencapai jumlah

sampel pada bulan tertentu.

Data penelitian yang diambil untuk sampel didasarkan pada data pengarsipan

resep pasien rawat jalan di bagian Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUDJK periode

November 2006-Oktober 2007. Dari data yang diberikan oleh bagian pengarsipan

RSUDJK dapat dilihat bahwa resep pasien rawat jalan yang masuk ke Instalasi

Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit dibagi menjadi dua kelompok yaitu resep umum

dan resep ASKES.

F. Tata Cara Penelitian

1. Analisis Situasi

Analisis situasi dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai

kemungkinan bisa tidaknya diadakan penelitian. Pada tahap ini juga melihat

jalannnya pelayanan peresepan sebelum dilakukan penelitian.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data resep rawat jalan periode November 2006-Oktober 2007.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara random karena obyek yang akan diteliti

mendapatkan kesempatan yang sama pada anggota populasi untuk dijadikan sampel.

Pencatatan resep meliputi: nomor resep, tanggal resep, spesialisasi okter,

jumlah item, dan nama obat. Penggolongan resep meliputi: golongan nama generik,

golongan antibiotik, golongan sediaan injeksi, golongan sesuai FRS.

3. Pengolahan Data

Dilakukan dengan cara kategorisasi data sejenis, yaitu dengan menyusun

data dan menggolongkannya dalam kategori-kategori. Setelah itu dilakukan

interpretasi.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan membandingkan hasil

data dengan indikator peresepan WHO (1993) menge nai peresepan yang meliputi

rata-rata jumlah obat per lembaran resep, persentase peresepan obat dengan nama

generik, persentase peresepan antibiotik, persentase peresepan sediaan injeksi,

persentase peresepan obat yang sesuai dengan formularium rumah sakit untuk pasien

rawat jalan.

G. Perhitungan Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel kemudian dihitung

berdasarkan indikator WHO (1993) dengan perhitungan sebagai berikut :

18

1. rata-rata jumlah obat yang digunakan per lembaran resep adalah perbandingan

jumlah seluruh obat yang diresepkan dengan jumlah seluruh lembaran resep

sampel.

jumlah obat yang diresepkan = A

jumlah lembaran resep = B

perhitungan = A/B

2. persentase peresepan obat dengan nama generik adalah perbandingan jumlah

seluruh obat dengan nama generik yang diresepkan dengan jumlah obat

keseluruhan yang diresepkan kali 100%.

jumlah obat dengan nama generik yang diresepkan = C

jumlah obat yang diresepkan keseluruhan = A

perhitungan = C/A x 100%

3. persentase peresepan antibiotik adalah perbandingan jumlah seluruh antibiotik

yang diresepkan dengan jumlah obat keseluruhan yang diresepkan kali 100%.

jumlah antibiotik yang diresepkan = D

jumlah obat yang diresepkan keseluruhan = A

perhitungan = D/A x 100%

4. persentase peresepan sediaan injeksi adalah perbandingan jumlah seluruh

sediaan injeksi yang diresepkan dengan jumlah obat keseluruhan yang

diresepkan kali 100%.

jumlah sediaan injeksi yang diresepkan = E

jumlah obat yang diresepkan keseluruhan = A

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

perhitungan = E/A x 100%

5. persentase obat yang masuk formularium rumah sakit adalah perbandingan

jumlah seluruh obat yang diresepkan dan masuk dalam formularium rumah

sakit dengan jumlah obat keseluruhan yang diresepkan kali 100%.

jumlah obat yang masuk dalam formularium rumah sakit = F

jumlah obat yang diresepkan keseluruhan = A

perhitungan = F/A x 100%

H. Keterbatasan Penelitian

Masalah yang dihadapi adalah pada peresepan obat dengan nama generik

jika obat dengan nama generik tersebut sedang tidak tersedia di instalasi farmasi ada

kemungkinan instalasi fa rmasi mengganti obat nama generik dengan obat paten yang

bahan aktifnya sama dengan nama generik tersebut. Masalah lain yang juga dialami

peneliti adalah kesulitan dalam membaca resep yang dituliskan oleh dokter, dimana

peneliti kemungkinan dapat salah membaca dan mengidentifikasi tulisan dokter.

20

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan panduan dari WHO (1993) How to Investigate

Drug Use in Health Facilities (Selected Drug Use Indicators) sebagai standar acuan.

Penelitian mengenai penggunaan obat di Indonesia pernah dilakukan tahun 1997. Saat

ini telah terdapat 5 penelitian sejenis. Hasil penelitian WHO dan penelitian

sebelumnya dapat dilihat pada tabel II.

Tabel II.Hasil Penelitian WHO dan Penelitian Sebelumnya

Peneliti Jumlah

Obat per

Lembaran

Resep

Persen

Obat

dengan

Nama

Generik

Persen

Antibiotik

Persen

Sediaan

Injeksi

Persen Jumlah

Obat Sesuai

Formularium

Rumah Sakit

Handayani

Kebumen

2,44 34,93% 21,25% 28,90% 78,65%

Rahayu

Yogyakarta

2,25 31,06% 20,30% 0,28% 91,92%

Sudarmono

Semarang

2,71 15,22% 24,42% 0,55% 38,27%

Utami

Surakarta

2,80 38,06% 20,12% 1,46% 98,00%

Permatasari

Palembang

3,1 45,90% 17,07% 2,70% 52,70%

WHO 3,3 59% 43% 17% -

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang (RSUDJK)

merupakan rumah sakit tipe B nonpendidikan. Jumlah sampel yang diambil tiap bulan

dapat dilihat pada tabel III.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel III. Pengambilan Sampel Tiap Bulan di RSUDJK pada Periode November

2006-Oktober 2007

Bulan Jumlah Resep Masuk Jumlah sampel

November 2.544 94

Desember 2.010 74

Januari 2.991 111

Februari 2.747 102

Maret 2.820 104

April 3.041 112

Mei 2.827 105

Juni 2.402 89

Juli 2.677 99

Agustus 3.579 132

September 2.662 98

Oktober 2.157 80

Total 32.457 1.200

Pembahasan semua indikator hasil penelitian me mberikan gambaran

tentang penggunaan obat melalui resep dari dokter untuk pasien rawat jalan di

RSUDJK.

A. Rata-Rata Jumlah Obat yang Digunalan per Lembaran Resep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat polifarmasi yang terjadi

pada RSUDJK periode November 2006-Oktober 2007. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa rata-rata jumlah obat yang digunakan perlembar resep adalah 2,67 item

diperoleh dari ratio jumlah obat sebesar 3.204 dengan jumlah lembaran resep sampel

sebesar 1.200 lembar resep. Hal ini menunjukkan tendensi terjadinya polifarmasi

relatif tinggi. Namun tendensi terjadinya polifarmasi harus dianalisis lebih lanjut

dengan melihat rekam medis. Hasil penelitian kerasionalan penggunaan obat yang

22

dilakukan WHO di 20 fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesian tahun 1997,

diperoleh rata-rata jumlah item obat per lembar resep adalah 3,3 item obat per lembar

resep (Quick dkk, 1997).

Dalam peresepan sebaiknya terdapat paling banyak dua item obat untuk satu

diagnosis karena kombinasi obat sebaiknya terdiri dari dua item obat (Anonim, 1993).

Peresepan polifarmasi adalah mengkonsumsi lebih dari satu macam obat untuk

kondisi yang sama (Quick dkk, 1997). Untuk menghindari polifarmasi perlu

ditingkatkan peresepan obat tunggal atau dua macam obat saja yang bisa ditempuh

dengan cara mempertajam diagnosis dokter agar dapat diterapi dengan tepat dan

rasional, misalnya dengan dukungan data laboratorium. Sebaran jumlah item obat

perlembaran resep dapat dilihat pada tabel IV.

Pada tabel IV dapat dilihat bahwa lembar resep paling banyak diberikan

adalah berisi 2 macam item obat yaitu sebanyak 393 lembar resep dari 1.200 sampel

(32,75%), resep yang berisi 3 item (26,08%), resep yang berisi 1 item (17,17%).

Pemberian obat oleh dokter melebihi acuan standar adalah 50,16%, hal ini

menunjukkan tendensi terjadinya polifarmasi. Polifarmasi umumnya didasarkan pada

berbagai faktor antara lain: ketidakyakinan dokter akan diagnosis pasien, dorongan

pasien untuk meresepkan obat lain yang tidak diperlukan, dan persepsi dokter bahwa

dari berbagai obat yang diberikan beberapa di antaranya pasti memberikan efek yang

diharapkan, serta kurangnya pengetahuan dokter tentang bukti-bukti ilmiah terbaru

mengenai penggunaan berbagai jenis obat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel IV. Perincian Jumlah Obat Setiap Lembaran Resep Pasien Rawat Jalan

di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Pada Periode

November 2006-Oktober 2007

No Jumlah item obat per

lembaran resep

Jumlah resep Persentase (%)

1 1 206 17,17

2 2 393 32,75

3 3 313 26,08

4 4 184 15,33

5 5 90 7,58

6 6 9 0,75

7 7 5 0,42

Jumlah Total 1200 100

Rata-rata 3.204/1.200 = 2,67

Item obat terbanyak diresepkan pada pasien rawat jalan RSUDJK periode

November 2006-Oktober 2007 adalah 7 item terdapat sebanyak 5 lembar resep yang

ditulis oleh dokter spesialis penyakit dalam. Banyaknya jumlah obat yang diresepkan

oleh dokter spesialis penyakit dalam menunjukkan bahwa terapi diberikan dengan

pertimbangan obat untuk diagnosis utama, obat yang digunakan untuk mengatasi

penyakit penyerta, obat untuk mengatasi komplikasi atau efek samping obat utama

dan suplemen vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien.

Pada pasien usia lanjut dimana sudah terjadi banyak komplikasi sering

mendapatkan banyak obat untuk mengatasi komplikasi. Pola peresepan untuk lansia,

seperti dilaporkan oleh kelompok teknis WHO memperlihatkan bahwa lebih dari

separuh konsumsi obat digunakan oleh orang berusia di atas 60 tahun di

Dokumen terkait