• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

B. Peserta Didik

3. Persepsi Peserta Didik

Persepsi merupakan salah satu landasan berpikir bagi seseorang khususnya peserta didik dalam belajar (Dewi Salma Prawiradilaga & Eveline Siregar, 2004: 134-135). Hal ini dikarenakan persepsi dalam belajar tersebut dapat berpengaruh terhadap tiga faktor yaitu:

a. Daya ingat

Beberapa tanda visual seperti simbol, warna, dan bentuk yang diterapkan dalam penyampaian materi pembelajaran yang akan mempermudah daya ingat peserta didik mengenai materi yang telah didapatnya tersebut. Dengan memanfaatkan tanda-tanda visual tadi maka materi yang telah didapat oleh peserta didik tadi akan lebih mudah untuk dicerna dan diingat dalam pikiran peserta didik tersebut.

b. Pembentukan sikap

Persepsi dapat dikembangkan tidak hanya melalui tanda visual saja tetapi dapat pula dibentuk melalui pengaturan kedalaman materi, spasi, pengaturan laju belajar, dan pengamatan. Kedalaman materi dapat diatur dengan cara memberikan contoh, respon terhadap jawaban yang salah, latihan, dan ringkasan. Hal-hal tersebut merupakan cara-cara untuk membentuk konsep. c. Pembinaan sikap

Interaksi antara pendidik sebagai narasumber dan peserta didik sebagai kunci dalam pembinaan sikap. Pendidik sebagai komunikator berperan besar

23

terhadap peserta didik. Pada persepsi, baik itu pendidik maupun peserta didik memiliki persepsi masing-masing. Pendidik bisa membina sikap peserta didiknya jika pendidik tersebut berusaha untuk menjadi panutan (role model) bagi peserta didiknya. Semakin akrab hubungan antara pendidik dengan peserta didiknya maka semakin mudah bagi pendidik untuk mempengaruhi peserta didiknya. Dengan kemampuan inderanya maka peserta didik berusaha untuk mempersepsikan segala gerak-gerik dan sikap pendidik.

Persepsi merupakan pandangan maupun penilaian individu terhadap objek melalui panca indera sehingga individu tersebut dapat mengorganisasi, menginterpretasi, dan mengevaluasi stimulus yang ditangkap oleh panca inderanya. Berdasarkan hal tersebut maka persepsi peserta didik terhadap pelayanan tenaga administrasi sekolah dapat dilihat dari lima dimensi kualitas layanan yaitu sebagai berikut:

a. Persepsi peserta didik terhadap bukti fisik (tangible), yaitu gambaran atau kondisi yang dirasakan, dilihat, dan dialami oleh peserta didik terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga administrasi sekolah yang meliputi bukti fisik seperti gedung, peralatan dan perlengkapan yang digunakan (teknologi), serta penampilan tenaga administrasi sekolah itu sendiri.

b. Persepsi peserta didik terhadap keandalan (reliability), yaitu gambaran atau kondisi yang dirasakan, dilihat, dan dialami oleh peserta didik terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga administrasi sekolah secara akurat dan terpercaya. Tenaga administrasi sekolah dalam hal ini harus memberikan

24

layanan yang sama kepada setiap peserta didik tanpa adanya perbedaan, mampu bersikap simpatik, dan bekerja tepat waktu.

c. Persepsi peserta didik terhadap ketanggapan (responsiveness), yaitu gambaran atau kondisi yang dirasakan, dilihat, dan dialami oleh peserta didik terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga administrasi sekolah yang meliputi kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan secara cepat dan tepat kepada peserta didik dengan penyampaian informasi yang jelas.

d. Persepsi peserta didik terhadap jaminan dan kepastian (assurance), yaitu gambaran atau kondisi yang dirasakan, dilihat, dan dialami oleh peserta didik terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga administrasi sekolah yang meliputi pengetahuan, kesopan-santunan, dan kemampuan para tenaga administrasi sekolah untuk menumbuhkan rasa percaya peserta didik terhadap pelayanan yang diberikan.

e. Persepsi peserta didik terhadap empati (empathy), yaitu gambaran atau kondisi yang dirasakan, dilihat, dan dialami oleh peserta didik terhadap pelayanan yang diberikan oleh tenaga administrasi sekolah yang meliputi perhatian yang tulus dan bersifat individual dan berupaya memahami keinginan konsumen.

25 C. Pelayanan

1. Pengertian Pelayanan

Kebutuhan merupakan naluri yang timbul secara alami dari dalam diri manusia untuk memenuhi kebutuan yang diperlukan dalam kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat berupa barang maupun jasa atau layanan. Jasa atau layanan dapat diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan baik oleh perorangan maupun kelompok suatu organisasi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Jasa berbeda dengan barang. Barang merupakan benda yang berwujud sedangkan jasa adalah benda atau produk yang tidak bisa diraba seperti barang tetapi merupakan sebuah aktivitas yang bersifat pelayanan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan persepsi pelanggan.

Sumayang (Tony Wijaya, 2011: 150) mengemukakan jasa atau pelayanan adalah “sesuatu yang diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan sehingga jasa merupakan akibat yang dapat dirasakan setelah tindakan dilakukan. Jasa terdiri dari aktivitas kerja sama yang berupa hubungan sosial antara produsen dan konsumen.” Berdasarkan pengertian tersebut, jasa atau pelayanan pada dasarnya tidak berwujud. Pelayanan adalah kegiatan yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang dan jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada masa persiapan dan penentuan kegiatan tersebut (Basu Swastha dan Hani Handoko, 2014: 10).

Gronroos (Ratminto & Atep Septi Winarsih, 2008: 2) mengatakan pelayanan adalah suatu aktivitas yang bersifat tidak kasat mata sebagai akibat adanya interaksi antara pelanggan dengan karyawan yang disediakan oleh

26

lembaga pemberi pelayanan yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan pelanggan, dengan demikian yang dimaksud jasa adalah proses atau aktivitas yang tidak berwujud dan merupakan perbuatan yang ditawarkan oleh satu orang atau kelompok kepada orang lain. Pendapat lain menurut Valeria A. Zeithami & Mary Jo Bitner (Dadang Suhardan, 2010: 101) menyatakan bahwa jasa atau pelayanan adalah suatu kegiatan ekonomi yang hasil keluarannya bukan berbentuk barang atau produk, jasa sering dikonsumsi pada saat itu juga yaitu pada saat diproduksi, dan jasa menyediakan nilai tambah yang berbentuk seperti kenikmatan, hiburan, waktu santai, dan kesenangan.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pelayanan maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu proses atau aktivitas yang tidak kasat mata (tidak berwujud) akibat adanya interaksi antara pihak yang satu dengan yang lainnya baik secara individu maupun kelompok.

2. Dimensi Kualitas Pelayanan

Kualitas bukan sesuatu yang bisa dicapai dengan mudah melainkan sebuah tanggungjawab yang harus dilakukan secara berkesinambungan oleh semua orang yang berada pada suatu organisasi atau lembaga setiap waktu. Suatu lembaga yang beorientasi terhadap pelanggan harus mampu bertahan ditengah situasi ekonomi yang semakin maju dan berkembang. Salah satu cara yang digunakan agar lembaga tersebut dapat bertahan adalah dengan menciptakan persepsi pelanggan yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan. Goetsch & Davis mengatakan yang dimaksud kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau

27

melebihi harapan. Sedangkan pelayanan menurut Olsen & Wyckoff adalah sekelompok manfaat yang berdaya guna baik secara eksplisit maupun implisit atas kemudahan untuk mendapatkan barang atau jasa pelayanan (Tony Wijaya, 2011: 152).

Kualitas layanan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya mempengaruhi perilaku pelanggan. Edward Sallis (Dadang Suhardan, 2010: 102) menyatakan bahwa kualitas layanan ditandai oleh beberapa hal, antara lain:

a. Adanya kontak langsung antara produsen dengan pengguna jasa atau pelanggan. Jadi dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara pelanggan dan produsen.

b. Waktu merupakan unsur yang sangat penting dalam kualitas pelayanan. Jadi dalam hal ini pelayanan harus diberikan tepat waktu pada saat dibutuhkan pelanggan.

c. Pelayanan tidak dapat direnovasi dan tidak dapat diperbaiki pada saat sedang

Dokumen terkait