• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

1. Persepsi tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

a. Pengertian persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling Menurut Bimo Walgito (1990:53), persepsi adalah proses yang di dahului oleh pengindraan. Pengindraan adalah merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Sementara Gross (2012:292) mengatakan persepsi adalah organisasi dan interpretasi informasi sensorik yang masuk untuk membentuk representasi-representasi batiniah tentang dunia eksternal. Menurut Leavitt dalam Desmita (2014:117) perception dalam pengertian sempit adalah penglihatan, yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas, perception adalah pandangan, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Dalam pengertian ini dapat diartikan bahwa perilaku individu didasarkan pada persepsi mereka

tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Dengan kata lain apa yang seseorang pikirkan akan mempengaruhi apa yang dikatakan, dan apa yang dikatakan akan mempengaruhi apa yang dilakukan.

Para ahli dengan pandangan masing-masing mendefinisikan persepsi secara berbeda-beda. Berikut adalah definisi persepsi menurut beberapa ahli yang dikutip dalam Desmita (2014:117);

1) Chaplin (2002) mengartikan persepsi sebagai “ proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif melalui indera ”.

2) Morgan (1979) mengartikan persepsi sebagai “ The process of discriminating aming stimuli and of interpreting their meaning ”. 3) Matlin (1994) mendefinisikan “ Perception is a process that uses our

previous knowledge to gather and interpret the stimuli that our sense register ”.

4) Matsumoto (2000) mendefinisikan “ Perception is the process of gathering information about the world trough our senses ”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses individu untuk memberikan tanggapan atau respon terhadap suatu interaksi yang ada dilingkungan sekitarnya. Melalui persepsi, seseorang terus menerus melakukan hubungan dengan lingkungan dan orang hain. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu; indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan penciuman. Persepsi tiap-tiap individu tentang sesuatu akan berbeda-beda karena persepsi seseorang terhadap sesuatu akan mempengaruhi pikirannya. Persepsi akan memungkinkan manusia memberi penilaian terhadap suatu kondisi tertentu karena rangsangan (stimulus) yang diberikan.

Smith dalam ( E. Mulyasa, 2005:136) menyatakan bahwa kinerja adalah “…output drive from processes, human or otherwise”. Kinerja

merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Dikatakan lebih lanjut oleh Mulyasa bahwa kinerja atau performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil-hasil kerja atau unjuk kerja. Ismail Mohamad (2004:163) mengatakan bahwa kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi serta mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional yang diambil. Mitchell dalam Yusrizal (2008:1) mengemukakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari faktor kemampuan dan motivasi. Ini artinya jika ada perubahan pada fungsi dari faktor itu maka secara langsung akan mempengaruhi kinerja yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian diatas dapat diartikan bahwa kinerja adalah prestasi yang diperlihatkan karyawan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya menurut ukuran yang berlaku atau yang ditetapkan untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Menurut Sardiman dalam Syaiful Bahri Djamarah (2000:1) guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Ahmad Barizi & Muhammad Idris (2010:142) memberikan pengertian guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau didalam kelas. Sedangkan menurut Syafrudin Nurdin (2003:8) guru adalah seorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk

kepentingan anak didik, menunjang hubungan sebaik-baiknya, dalam kerangka menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan dan keilmuan.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan definisi konsep kinerja guru merupakan hasil pekerjaan atau prestasi kerja yang dilakukan oleh seorang guru berdasarkan kemampuan mengelola kegiatan belajar mengajar, yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan membina hubungan antar pribadi (interpersonal) dengan siswanya. Kinerja guru mempunyai spesifikasi tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi atau kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran.

Guru merupakan unsur penting dalam keseluruhan sistem pendidikan. Oleh karena itu peranan dan kedudukan guru dalam meningkatkan mutu dan kualitas peserta didik (siswa) perlu diperhitungkan dengan sungguh-sungguh. Status guru bukan hanya sebatas pegawai yang hanya semata-mata melaksanakan tugas tanpa ada rasa tanggung jawab terhadap disiplin ilmu yang diembannya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 menyebutkan “ Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah ”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan tugas dan peran guru tidak hanya sebagai tenaga pengajar yang berperan dalam meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik tetapi juga sebagai pendidik, pelatih, pembimbing, dan evaluator. Pendidik berarti guru bertugas meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup yang dapat dijadikan pedoman dalam hidupnya. Guru sebagai pelatih memiliki arti bahwa guru berperan dalam mengembangkan ketrampilan kepada peserta didik. Sebagai seorang pembimbing guru memiliki tugas dan peran mengarahkan atau membimbing peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dan memecahkan permasalahan yang dihadapi. Guru sebagai evaluator berarti guru sebagai pihak untuk menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam upaya perbaikan bagi peserta didik di masa mendatang.

Menurut Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal 1 menyebutkan ada tiga jenis guru yaitu;

1) Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran seluruh mata pelajaran di kelas tertentu di TK/RA/BA/TKLB dan SD/MI/SDLB dan yang sederajat, kecuali mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan serta pendidikan agama.

2) Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran pada satu mata pelajaran tertentu di sekolah/madrasah.

3) Guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah pendidik.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 butir 6, “keberadaan konselor dalam Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasiliator, dan instruktur”. Guru bimbingan dan konseling atau yang sekarang disebut konselor merupakan pendidik yang bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan bimbingan dan konseling bagi peserta didiknya. Hal ini sejalan dengan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal 1 yang menyebutkan bahwa “Guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah pendidik”.

Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli, dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan. Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional

bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi; a) memahami secara mendalam konseli yang dilayani, b) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling, c) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan d) mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan. Unjuk kerja konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan ke empat komptensi tersebut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung. Kompetensi akademik dan profesional konselor secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional (Permendiknas No. 20 Tahun 2003).

Seperti halnya pendidik lainnya yang menyelenggarakan tugasnya di area pendidikan dengan memberikan pembelajaran mulai dari perencanaan pembelajaran, sampai pada penilaian hasil pembelajaran, guru bimbingan dan konseling juga merupakan pendidik yang bertanggung jawab dari mulai perencanaan program, penyusunan program, pelaksanaan program bimbingan dan konseling hingga pada evaluasi program tersebut dalam pelaksanaan tugasnya. Meskipun demikian fokus pengembangan pada peserta didik yang berbeda antara guru kelas/mata pelajaran dengan guru bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling melaksakan tugasnya berfokus pada pengembangan diri siswa sesuai dengan potensi, minat, bakat, dan tahap-tahap perkembangan melalui berbagai layanan-layanan seperti layanan-layanan orientasi, informasi, penguasaan konten,

penempatan/penyaluran, konseling baik kelompok maupun perseorangan, dan lain-lain. Dalam layanan-layanan tersebut digunakan materi layanan tertentu disesuaikan dengan kebutuhan dan layanan yang diberikan untuk membelajarkan siswa sehingga ia mampu mengembangkan potensi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Guru bimbingan dan konseling merupakan tenaga pendidik professional dalam bidang bimbingan dan konseling dengan tugas melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yaitu mendidik, membimbing, dan mengembangkan kemampuan peserta didik (siswa) dalam memecahkan permasalahan yang dialami dan segala potensi melalui layanan-layanan bimbingan dan konseling.

Mekanisme pengelolaan bimbingan dan konseling ditata dan mencakup tahapan analisis kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengembangan program (Permendikbud No. 111 tahun 2014).

a) Analisis kebutuhan

Program bimbingan dan konseling dirancang berdasar data kebutuhan peserta didik, sekolah, dan orangtua. Data kebutuhan dikumpulkan dan ditelaah untuk memperbaharui tujuan dan rencana program bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi serta ditindaklanjuti berbasis prioritas data kebutuhan yang difasilitasi pemenuhanya dalam bidang dan komponen bimbingan dan konseling.

Perencanaan (action plans) sebagai alat yang berguna untuk merespon kebutuhan yang telah teridentifikasi, mengimplementasikan tahap-tahap khusus untuk memenuhi kebutuhan, dan mengidentifikasi fihak yang bertanggungjawab terhadap setiap tahap, serta mengatur jadwal dalam program tahunan dan semesteran serta pengimplementasiannya. Dengan demikian, sejak awal telah dirancang efisiensi dan keefektivan program dan rencana pengukuran akuntabilitasnya. Program bimbingan dan konseling direncanakan sebagai program tahunan dan program semesteran.

c) Pelaksanaan

Pelaksanaan bimbingan dan konseling harus memperhatikan aspek penggunaan data dan penggunaan waktu yang tersebar ke dalam kalender akademik. Aspek pertama adalah penggunaan data. Kumpulan data akan memberikan informasi penting dalam pelaksanaan program dan akan diperlukan untuk mengevaluasi program dalam kaitannya dengan kemajuan yang diraih peserta didik/konseli. Aspek kedua adalah penggunaan waktu yang tersebar dalam kalender akademik. Proporsi waktu perencanaan dan pelaksanaan setiap komponen dan bidang bimbingan dan konseling harus memperhatikan tingkat satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, jumlah konselor atau guru bimbingan dan konseling, jumlah peserta didik yang dilayani.

d) Evaluasi

Evaluasi dalam bimbingan dan konseling merupakan proses pembuatan pertimbangan secara sistematis mengenai keefektivan dalam mencapai tujuan program bimbingan dan konseling berdasar pada

ukuran (standar) tertentu. Dengan demikian evaluasi merupakan proses sistematis dalam mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang efisiensi, keefektivan, dan dampak dari program dan layanan bimbingan dan konseling terhadap perkembangan pribadi, sosial belajar, dan karir peserra didik/konseli.

e) Pelaporan

Pelaporan proses dan hasil dari pelaksanaan program dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana peserta didik berkembang sebagai hasil dari layanan bimbingan dan konseling. Laporan akan digunakan sebagai pendukung program lanjutan untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan program selanjutnya. Laporan jangka pendek akan menfasilitasi evaluasi aktivitas program jangka pendek. Laporan jangka menengah dan jangka panjang akan merefleksikan kemajuan ke arah perubahan dalam diri semua peserta didik. Isi dan format laporan sejalan dengan kebutuhan untuk menyampaikan informasi secara efektif krpada seluruh pemangku kepentingan. Laporan juga akan menjadi informasi penting bagi pengembangan profesionalitas yang diperlukan bagi konselor atau guru bimbingan dan konseling.

f) Tindak lanjut

Tindak lanjut atas laporan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling akan menjadi alat penting dalam tindak lanjut untuk mendukung program sejalan dengan yang direncanakan, mendukung setiap peserta didik yang dilayani, mendukung digunakannya materi yang tepat, mendokumentasi proses, persepsi, dan hasil program secara rinci, mendokumentasi dampak jangka pendek, menengah dan jangka

panjang, atas analisis keefektivan program digunakan untuk mengambil keputusan apakah program dilanjutkan, direvisi, atau dihentikan, meningkatkan program, seta dihgunakan untuk mendukung perubahan-perubahan dalam sistem sekolah.

Mekanisme pengelolaan bimbingan dan konseling dalam Permendikbud No 111 Tahun 2014 ini yang akan peneliti gunakan dalam menyusun kisi-kisi instrumen tentang kinerja guru bimbingan dan konseling.

Persepsi terhadap kompetensi guru bimbingan dan konseling adalah proses ketika siswa menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasi kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang dimiliki gurunya pada saat mengajar. Aspek persepsi terhadap kompetensi guru bimbingan dan konseling yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu penggabungan dari aspek persepsi dan bentuk kompetensi guru bimbingan dan konseling. Aspek persepsi tersebut meliputi kognisi dan afeksi, sedangkan bentuk kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Jadi pada aspek kognisi di dalamnya menyangkut penilaian tentang kompetensi guru bimbingan dan konseling di bidang pedagogik, bidang kepribadian, bidang sosial, dan bidang profesional yang dimiliki oleh guru. Begitu juga aspek afeksi, di dalamnya meliputi perasaan individu terhadap kompetensi gurunya di bidang pedagogik, bidang kepribadian, bidang sosial, dan bidang profesional.

Proses interaksi antara siswa dengan gurunya akan menghasilkan persepsi siswa mengenai sosok guru yang dikenalnya. Siswa menganggap

guru sebagai figur yang menarik dan menyenangkan, sehingga hal ini akan meningkatkan minat siswa untuk mengikuti mata pelajaran yang diampunya. Persepsi siswa akan menentukan sikapnya. Siswa yang mempunyai persepsi positif seringkali akan mempunyai sikap yang positif juga. Ketika siswa mempersepsikan kompetensi gurunya secara positif, maka sikap yang positif terhadap guru itu pun terbentuk.

Kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah belum berjalan dengan mestinya, kegiatan yang dilaksanakan belum nampak secara nyata, hanyasekedar tulisan saja. Guru pembimbingpun belum seutuhnya mengetahui ruanglingkup bimbingan konseling. Pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah seharusnya berjalan sesuai yang tertera dalam program bimbingan dan konseling, dan dilaksankan dengan dukungan atau partisipasi oleh personel sekolah lainnya, misalnya Kepala Sekolah, wali kelas bahkan guru itu sendiri, tanpa dukungan personel sekolah lainnya pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling paati kurang terlaksana.

Sejauh ini dibeberapa sekolah di Indonesia pelayanan bimbingan dan konseling berjalan dengan sangat baik namun di beberapa lokasi sekolah lainnya keberadaan pelayanan bimbingan konseling seperti mati dan dianggap sebelah mata. Ketimpangan ini bisa didasarkan dari beberapa alasan yaitu ketidaksiapan profesi konselor yang profesional disetiap daerah, kurang baiknya kepribadian konselor, dan sampai pada kurangnya fasilitas yang merata. Sehingga menimbulkan pandangan yang berbeda pada setiap sisi pelayanan bimbingan dan konseling, dan setiap pandangan

itu akan menampilkan citra sesungguhnya dari bimbingan dan konseling dan profesi konselornya itu sendiri.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa respon dari persepsi yang diambil oleh siswa menjadi berbagai macam. Dari hambatan-hambatan yang telah dihadapi guru bimbingan dan konseling membuat persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling kurang maksimal yang berakibat pada fungsi bimbingan dan konseling di sekolah tidak berjalan sebagaimana mestinya.

b. Faktor yang mempengaruhi persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling

Menurut Makmun Khairani (2013:63-64) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut;

1) Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain;

a) Fisiologis

Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasistas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga berberbeda-beda. b) Perhatian

Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik mental yang ada pada sustu obyek.

c) Minat

Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan

kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.

d) Kebutuhan yang searah

Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.

e) Pengalaman dan ingatan

Pengalaman dapat dilaksanakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui rangsangan dalam pengertian luas. f) Suasana hati

Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, suasana hati ini menunjukan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terdapat di dalamnya. Elemen-eleman tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseorang merasakan atau menerimanya. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi antara lain; a) Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus

Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan suatu objek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu objek individu akan mudah untuk perhatian pada giliranya membentuk persepsi.

Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan sedikit.

c) Keunikan dan kekontrasan stimulus

Stimulus luar yang penampilannya dengan latar belakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian.

d) Intensitas dan kekuatan dari stimulus

Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.

e) Motion atau gerakan

Individu akan banyak memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkanobyek yang diam.

Sementara menurut Bimo Walgito (2004:70) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu;

1) Faktor internal

Faktor internal ini beraasl dari apa yang ada dalam diri individu akan mempengaruhi individu tersebut untuk mengadakan.

2) Faktor eksternal

Selain faktor internal, masih ada faktor yang mempengaruhi proses persepsi, yaitu faktor stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung, dan ini merupakan faktor eksternal. Faktor internal dan eksternal saling beraksi dalam diri individu dalam mengadakan persepsi.

Menurut Sondang P. Siagian (2001:100) terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kinerja guru bimbingan dan konseling, yaitu;

1) Faktor pelaku persepsi, yaitu diri orang yang bersangkutan, apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu. Ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapan.

2) Faktor sasaran persepsi, dapat berupa orang, benda, atau peristiwa. 3) Faktor situasi, faktor situasi merupakan keadaan seseorang ketika

melihat sesuatu dan mempersepsinya.

Dari beberapa uraian pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi tidak timbul begitu saja, tentunya ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang yang dilihatnya. Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling berbeda satu sama lain.

Persepsi yang ditimbulkan oleh masing-masing siswa akan berbeda meskipun objek yang diamati benar-benar sama dan akan berpengaruh pada perhatian yang diberikan. Persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling berbeda karena perhatian cara pandang siswa berbeda. Begitu juga perhatian guru bimbingan dan konseling kepada siswa, perhatian yang berbeda akan menimbulkan persepsi yang berbeda.

c. Syarat terjadinya persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling

Persepsi pada diri siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling tidak terjadi begitu saja, ada beberapa syarat menimbulkan persepsi itu muncul. Bimo Walgito (1990:54) mengemukakan beberapa syarat sebelum individu mengadakan persepsi diantaranya adalah;

Objek atau sasaran yang diamati menimbulkan stimulasi atau rangsangan yang mengenai alat indra. Objek yang dimaksud adalah kinerja guru bimbingan dan konseling dalam hal analisis kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengembangan program layanan.

2) Alat indra atau reseptor

Alat indra yang dimaksudkan adalah alat indra untuk menerima stimulus yang kemudian diterima dan diteruskan oleh syaraf sensoris yang selanjutnya akan disampaikan kesusunan syaraf pusat sebagai

Dokumen terkait