• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Persetubuhan

1. Pengertian Persetubuhan

Pengertian persetubuhan menurut rumusan KUHPidana adalah sesuai Arrest HogeRaad sebagaimana dikutip pasal 284 KUH Pidana (R. Soesilo,1988:209 ) disebutkan :

“Peraduan antara alat kelamin laki-laki dan perempuan yang biasa dilakukan untuk mendapatkan anak, Jadi alat kelamin laki-laki harus masuk kedalam alat kelamin perempuan, Sehingga mengeluarkan air mani”

2. Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak a. Persetubuhan anak dalam KUHPidana

Berikut ini adalah pasal-pasal dalam KUH pidana yang memiliki unsur Persetubuhan :

1. Pasal 285 KUH Pidana, menentukan bahwa :“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.

2. Pasal 286 KUH Pidana, menentukan bahwa : “Barangsiapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahuinya, bahwa perempuan itu pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun”.

3. Pasal 287 (ayat 1) KUHPidana, menentukan bahwa:

“Barangsiapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, yangdiketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belastahun atau jika umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin,diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

4. Pasal 289 KUH Pidana, menentukan bahwa : Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan perbuatan cabul, dihukum karena merusak kesopanan dihukum selama-lamanya sembilan tahun.

5. Pasal 290 KUH Pidana, menentukan bahwa :

Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum:

1e. Barangsiapa yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang itu pingsan dan tidak berdaya

2e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa oarang itu belum masanya buat dikawin.

3e. Barangsiapa membujuk (menggoda) seseorang, yang diketahuinya atau patut disangkanya, bahwa umur oarang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa ia belum masanya buat kawin, akan,melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada kawin.

6. Pasal 293 KUH Pidana menentukan bahwa :

1.Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau

selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

2.Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.

3.Tenggang waktu tersebut dalam Pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing sembilan bulan dan dua belas bulan. 7. Pasal 294 KUH Pidana, menentukan bahwa:

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengm anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama:

1e. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya,

2e. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

b. Persetubuhan Anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak

Pasal 1 angka 2 UU No.23 Tahun 2002 menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapathidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi. Secara optimal sesuai dengan harkat danmartabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused), eksploitasi, dan penelantaran, agar dapat menjamn kelangsungan hidup dan tumbuh

kembang anak secara wàjar, baik fisik, mental, dan sosialnya. Didalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, berikut beberapa pasal yang mengatur tentang persetubuhan dengan anak:

1) Pasal 81 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 :

1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancamankekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagisetiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. 2) Pasal 82 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Dalam hukum Pidana di Indonesia berlaku asas “lex specialis

derogat legi generalis”, dimana asas ini mengatakan bahwa aturan khusus

mengesampingkan aturan umum. Hal ini untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan suatu peraturan perundang-undangan. Dengan adanya Undang-undang Perlindungan anak khususnya Pasal 81 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 maka dapat dikatakan bahwa Pasal 287 KUHPidana sudah tidak dapat diterapkan lagi bagi pelaku persetubuhan yang dilakukan terhadap anak, sebab dalam Pasal 81 Undang-undang perlindungan anak terlah

diatur secara khusus mengenai ketentuan pidana materiil delik persetubuhan yang dilakukan terhadap anak. Jadi dalam hal ini Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak merupakan “lex spesialis derogate

legi generalis” dari Pasal 287 KUHPidana dimana dalam penerapan

hukum bagi delik persetubuhan yang dilakukan terhadap anak, penggunaan Pasal 81 Undang-undang Perlindungan Anak harus didahulukan dari Pasal 287 KUHPidana.

Dokumen terkait