• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persiapan Alat

Dalam dokumen Jaundice (Halaman 31-37)

TRANFUSI TUKAR

3. Persiapan Alat

a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap b. Lampu pemanas dan alat monitor

c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril d. Masker, tutup kepala dan gaun steril

e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah f. Set tranfusi 2 buah

g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2

buah

i. Selang pembuangan

j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis k. Meja tindakan3

Tabel 7. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah3 Berat Badan (gram) Kadar Bilirubin (mg/dL)

< 1000 10 – 12

1000 – 1500 12 – 15

1500 – 2000 15 – 18

2000 – 2500 18 – 20

25 Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi: a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 11 gr/dL

b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar

c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13 gr/dL

d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara adekuat dengan terapi sinar3

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi: - Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

- Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia - Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

- Perforasi pembuluh darah3 Komplikasi tranfusi tukar

- Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis - Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

- Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis - Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

- Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan - Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia3

Perawatan pasca tranfusi tukar - Lanjutkan dengan terapi sinar

- Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar :

a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis dari orang tua penderita

b. Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering

26 d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar albumin < 2,5 gr/dL. Diharapkan kapasitas ikatan albumin-bilirubin di dalam darah meningkat sebelum tranfusi tukar sehingga resiko kernikterus menurun, kecuali ada kontra indikasi atau tranfusi tukar harus segera dilakukan

e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta kultur darah

f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar

g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label darah)3

27 FARMAKOTERAPI

Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran heme, atau untuk mengikat bilirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun, antara lain:1

1. imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bati dengan Rh yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi tukar.

2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. Penggunaan fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak direkomendasikan.

3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga telah diteliti. Zat ini adalah anallog sintesis heme. Protoporphyrin telah terbukti efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk katabolisme heme menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam empedu.

4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa penyakit hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP berhubungan dengan timbulnya eritema toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik, khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi.

5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor β-glukoronidase pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein hidrolisat dalam jumlah kecil (5 ml/dosis-6 kali/hari) dapat meningkatkan

28 pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol.

2.8 Pencegahan

Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:

1. Primer

AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.1,3

Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.1,3

AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.1,3

2. Sekunder

Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.

29 Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.1,3

b.Penilaian Klinis

Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengsawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.1,3

Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstremitas.1,3

30 DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Icterus Neonatorum in Nelson Textbooks of Pediatrics, XVII Edition; W.B. Saunders Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, 1992; pages 641-647.

2. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam A.H. Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999, hal : 313-317.

3. Risa Etika, dr. SpA. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus, Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo – Surabaya

4. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Perinatologi dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Buku 3, edisi 7, Bab 32, Infomedia, Jakarta, 1997, hal : 1101-1115.

5. Glaser K.L., Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn in Pediatrics, in

www.medstudents-pediatrics.htm, 2001; page 1-3.

6. Arfin Behrman Kligman, Nelson; Dalam Ilmu Kesehatan Anak, volume I, edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999, hal 610-617.

7. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294.

Dalam dokumen Jaundice (Halaman 31-37)

Dokumen terkait