• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSIAPAN, PELAKSANAAN DAN ANALISIS HASIL

PERSIAPAN, PELAKSANAAN DAN ANALISIS HASIL

A. Persiapan Pelaksanaan Program

Mahasiswa PPL UNY Prodi Kebijakan Pendidikan yang berlokasi di UPT SKB Kota Yogyakarta sebelum melakukan kegiatan PPL telah melaksanakan beberapa rangkaian kegiatan sebagai persiapan yang dilakukan di kampus maupun di lembaga. Rangkaian kegiatan tersebut antara lain:

1. Observasi

Observasi meliputi kegiatan pengamatan terhadap situasi dan kondisi fisik lembaga serta sarana dan prasarana, selain itu juga melakukan wawancara konsultasi mengenai penelitian yang akan dilaksanakan di lembaga. Serta mengamati hal-hal apakah yang sekiranya menjadi kebutuhan UPT SKB Kota Yogyakarta selain terkait dengan program kegiatan.

2. PPL 1

Pelaksanaan PPL 1 ini dilaksanakan selama satu semester untuk membuat proposal penelitian didampingi oleh dosen pembimbing lapangan. Proposal dibuat sebagai syarat pelaksanaan PPL @ dalam melakukan penelitian. Pada tahapan ini mahasiswa membuat proposal berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan sebelumnya.

3. Pembekalan PPL

Pembekalan PPL dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan program PPL di lembaga. Pembekalan PPL dilaksanakan di Fakultas Ilmu Pendidikan di ruang Abdullah Sigit. Kegiatan pembekalan bermanfaat bagi mahasiswa PPL yaitu memberikan gambaran pelaksanaan kegiatan yang relevan dengan pelaksanaan PPL.

Untuk mempermudah pelaksanaan program penelitian perlu adanya persiapan penyusunan proposal penelitian. Agar program dapat terlaksana perlu adanya pengumpulan kajian teori sebagai dasar pelaksanaan program, adapun kajian teori yang digunakan antara lain:

A. Implementasi Kebijakan

8 Kamus Webster sebagaimana dikutip Solichin menyebutkan bahwa “to implement berarti to provide the means for carrying out – mengimplementasikan berarti melengkapi atau menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu. Van Meter dan Van Horn sebagaimana dikutip RL Lineberry (1978) dengan tegas menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilaksanakan oleh negara, pemerintah, individu, kelompok, dan swasta untuk mencapai tujuan (umum dan khusus) yang menjadi prioritas keputusan kebijakan. Dengan singkat mereka menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan semua tindakan yang berlangsung atau dilaksanakan antara formulasi kebijakan dampak aktual sebuah kebijakan. (Sudiyono, 2007: 80)

Van Meter dan Van Horn, mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan public adalah variabel:

1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi, 2. Karakteristik dari agen pelaksana/implementor,

3. Kondisi ekonomi, social, politik, dan

4. Kecenderungan (disposition) dari pelaksana/implementor. (H.A.R Tilaar, 2012: 214)

Van Meter dan Van Horn mengawali gagasan teorinya dengan mengajukan pertanyaan mengapa ada implementasi yang berhasil dan mengapa ada implementasi yang gagal? Pertanyaan itu kemudian dijawabnya sendiri dengan menyampaikan enam variabel yakni dua variabel utama dan empat variabel tambahan yang membentuk kaitan antara kebijakan dan kinerja kebijakan.

Keenam variabel tersebut meliputi: standard dan tujuan kebijakan, sumberdaya, komunikasi, interorganisasi dan aktivitas pengukuhan, karakteristik agen pelaksana, kondisi social, ekonomi, dan politik, serta karakter pelaksana.

Teori yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn ini adalah teori yang berangkat dari argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan sangat dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan; sebab setiap kebijakan memiliki karakteristik sifat yang berlainan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara issu kebijakan dengan implementasi serta suatu model konseptual yang mempertautkan kebijakan dengan prestasi kerja.

9 Menurut teori dari dua ahli ini, bahwa perubahan, kontrol, dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalan prosdur-prosedur implementasi. Van Meter dan Van Horn selanjutnya membuat tipologi kebijakan. Tipologi kebijakan tersebut dibedakan menurut dua hal, yaitu: Pertama, Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan. Kedua, Jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.dari kedua indikator ini, maka dapat ditangkap jelas bahwa suatu implementasi akan berhasil manakala pada satu segi perubahan yang dikehendaki relatif sedikit serta pada segi lain adala kesepakatan terhadap tujuan dari para pelaku/pelaksana dalam mengoperasikan program relatif tinggi. (Arif Rohman, 2012: 108-109)

Sehingga dapat dijelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah pelaksanaan tindakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan sesuai dengan keputusan kebijakan yang telah dikeluarkan/ditetapkan.

2. Syarat-Syarat Implementasi Kebijakan

Menurut Brian W.Hogwood dan Lewis A.Gunn (Arif Rohman,2012:107-108), untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna (perfect implementation) maka dibutuhkan banyak syarat-syarat sebagai berikut:

1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius.

2) Untuk pelaksanaan suatu program, harus tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.

3) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan harus benar-benar ada atau tersedia.

4) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu program kausalitas yang handal.

5) Hubungan kausalitas tersebut hendaknya bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil.

7) Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. 9) Adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

10)Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Dalam implementasi atau mengoperasikan suatu program tersebut menurut Charles O.Jones ada tiga pilar aktivitas, yaitu: (1)

10 Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan; (2) Interpretasi, yaitu aktifitas menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan; (3) Aplikasi, berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.

B. Pendidikan Kesetaraan

1. Pengertian Pendidikan Kesetaraan

Pendidikan Kesetaraan merupakan pendidikan nonformal yang mencakup program Paket A Setara SD/MI, Paket B Setara SMP/MTs, dan Paket C Setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional peserta didik.

Program Pendidikan Kesetaraan Paket C adalah layanan pendidikan melalui jalur pendidikan non-formal yang ditujukan bagi masyarakat yang karena berbagai faktor tidak dapat menyelesaikan pendidikannya atau putus sekolah di tingkat SMA/SMK/MA, yang diselenggarakan oleh lembaga/organisasi atau satuan pendidikan nonformal sehingga pada gilirannya lulusannya diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinyatakan dan diakui setara dengan lulusan SMA/MA.

Lembaga/organisasi atau satuan pendidikan nonformal sebagai penyelenggara program Pendidikan Kesetaraan Paket C (selanjutnya disebut sebagai lembaga penyelenggara program) adalah pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), sanggar kegiatan belajar (SKB), lembaga kursus dan pelatihan, kelompok belajar, rumah pintar, dan satuan pendidikan nonformal sejenis lainnya yang menyelenggarakan program Pendidikan Kesetaraan Paket C.

Tutor adalah pendidik yang memberikan bimbingan pada warga belajar dalam proses pembelajaran program Pendidikan Kesetaraan Paket C sesuai dengan kompetensinya.

Nara sumber teknis adalah pelatih yang memberikan pelatihan praktek keterampilan pada warga belajar dalam proses pelatihan program Pendidikan Kesetaraan Paket C sesuai dengan kompetensinya.

Warga belajar atau peserta didik adalah warga masyarakat yang membutuhkan dan mengikuti proses pembelajaran program Pendidikan Kesetaraan Paket C. (Petunjuk teknis penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan paket C, 2015:5-6)

11 2. Dasar Hukum Penyelenggaraan Pendidikan Kesetaraan Paket

C

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional;

2. Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara;

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi Pendidikan Kesetaraan;

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Kesetaraan Program Paket A, Paket B, dan Paket C;

5. Surat Edaran Mendiknas No. 107/MPN/MS/2006 Tentang Eligibilitas Program Kesetaraan.

3. Maksud dan Tujuan Pendidikan Kesetaraan Paket C

Penyelenggaraan program Pendidikan Kesetaraan Paket C dimaksudkan untuk memberikan layanan pendidikan kepada warga negara Indonesia yang karena berbagai faktor dan sebab tidak dapat memperoleh layanan pendidikan setingkat SMA/SMK/MA pada jalur pendidikan formal, sehingga pada akhir pembelajaran program pendidikan kesetaraan Paket C diharapkan warga belajar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diakui setara dengan SMA/MA.

Penyelenggaraan program Pendidikan Kesetaraan Paket C bertujuan untuk:

a) menyediakan layanan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal untuk menjaring anak-anak yang putus sekolah di tingkat SMA/SMK/ MA untuk mensukseskan rintisan wajib belajar pendidikan menengah;

b) meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap warga belajar sehingga memiliki kemampuan yang setara dengan SMA/MA;

c) membekali dasar-dasar kecakapan hidup yang bermanfaat untuk bekerja mencari nafkah atau berusaha mandiri;

d) membekali pengetahuan, keterampilan, dan sikap warga belajar yang memungkinkan lulusan program dapat meningkatkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, atau meningkatkan kariernya dalam pekerjaannya.

4. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kesetaraan

12 Paket B, dan Paket C dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip berikut; berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkemangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, relevan dengan kebutuhan kehidupan, menyeluruh dan berkesinambungan, belajar sepanjang hayat, seimbang antara kepentingan nasional dan daerah, tematik, dan partisipatif. (Permen Diknas No. 14 tahun 2007).

Untuk membekali pengetahuan, keterampilan, dan sikap warga belajar sebagai peserta program Pendidikan Kesetaraan Paket C, penyelenggara program harus menyusun silabus pembelajaran/ pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi lulusan dan kompetensi dasar setiap mata pelajaran yang ditentukan dalam setiap tahapan pembelajaran. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C, maka struktur kurikulum program pendidikan Kesetaraan Paket C merupakan pola susunan mata pelajaran dan beban belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, meliputi mata pelajaran, dan bobot satuan kredit kompetensi (SKK). Beban belajar program pendidikan Kesetaraan Paket C dinyatakan dalam satuan kredit kompetensi (SKK) yang menunjukkan bobot kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik dalammengikuti program pembelajaran, baik melalui tatap muka, praktek keterampilan, dan atau kegiatan mandiri. SKK merupakan penghargaan terhadap pencapaian kompetensi sebagai hasil belajar peserta didik dalam menguasai suatu mata pelajaran. SKK diperhitungkan untuk setiap mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum. Satu SKK dihitung berdasarkan pertimbangan muatan SK dan KD tiap mata pelajaran. SKK dapat digunakan untuk alih kredit kompetensi yang diperoleh dari jalur pendidikan informal, formal, kursus, keahlian dan kegiatan mandiri. Satu SKK adalah satu satuan kompetensi yang dicapai melalui pembelajaran 1 jam tatap muka atau 2 jam tutorial atau 3 jam mandiri, atau kombinasi secara proposional dari ketiganya. Satu jam tatap muka yang dimaksud adalah satu jam pembelajaran, yaitu sama dengan 45 menit. (Petunjuk teknis penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan paket C, 2015: 9)

C. UPTSKB Kota Yogyakarta

Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). SKB merupakan Unit Pelaksana T eknis Daerah pendidikan nonformal yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah kabupaten/kota. SKB tersebar di berbagai kabupaten/kota di

13 seluruh Indonesia. Sebagai sanggar kegiatan belajar, SKB memfasilitasi dan melayani berbagai kegiatan dan program pendidikan nonformal, termasuk di dalamnya adalah program Pendidikan Kesetaraan P aket A, B, dan P aket C. (pedoman penyelenggaraan program paket C umum).

Sejarah UPTD SKB Kota Yogyakarta dimulai pada saat diterbitkannya SK Mendikbud No.039/O/1998 tentang pembentukan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga dengan nama SKB Gondokusuman Yogyakarta. Dibanding dengan SKB lain di wilayah Provinsi DIY SKB Gondokusuman adalah SKB yang paling muda usiannya. Dari diterbitkannya SK Mendikbud pada waktu itu SKB Gondokusuman belum dapat langsung beroprasi karena belum ada tenaga dan kantornya. Baru mulai beroprasi pada tanggal 1 April 1999 SKB pertama beroprasi dengan 9 orang personal dan keadaan sarana yang sangat terbatas. Berangkat dari keadaan yang serba terbatas itu SKB Gondokusuman tetap memiliki semangat yang tinggi untuk terus maju dan berkembang sejajar dengan SKB lain yang lebih dulu eksis sehingga sekarang tampak lebih cantik dan program – programnya semakin banyak dan bervariasi.

Di era otonomi daerah pada tahun 2000 SKB Gondokusuman berubah nama menjadi UPTD SKB Kota Yogyakarta berdasarkan Perda No 22 Tahun 2000 Pemerintah Kota Yogyakarta tanggal 22 Desember 2000. Meskipun terjadi perubahan dari UPT Pusat menjadi UPTD tugas dan fungsi SKB tetap tidak berubah, yaitu melaksanakan percontohan program Pendidikan Luar Sekolah, Pemudan dan Olahraga berdasarkan kebijakan teknis Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta. Kantor UPT SKB Kota Yogyakarta berada di Jln. Bung Tardjo (Gayam), Yogyakarta dikepalai oleh Drs. Marsudi, M.Si.

14 B. Pelaksanaan Program

1. Pendekatan Penelitian

Jenis dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Menurut Denzin dan Licoln (Meleong, 2009: 5), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang membutuhkan pemahaman secara mendalam dalam konteks waktu dan situasi yang bersangkutan, dilaksanakan secara wajar dan alami dengan kondisi obyektif dilapangan tanpa ada manipulasi dan hasilnya berupa deskripsi. Menggunakan penelitian kualitatif karena obyek dalam penelitian ini adalah implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan paket C di UPT SKB Kota Yogyakarta, yang dapat diuraikan dengan penelitian kulaitatif yaitu dengan cara ikut serta dan wawancara mendalam terhadap interaksi sosial tersebut.

2. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UPT SKB Kota Yogyakarta dan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar kesetaraan paket C. Penelitian akan dilaksanakan selama PPL 2 yang diadakan pada bulan Juli-September 2016. Subjek penelitian ini adalah staff SKB, pamong/tutor SKB khususnya kesetaraan paket C, dan warga belajar kesetaraan paket C

3. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini pada implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan paket C di UPT SKB Kota Yogyakarta.

4. Sumber Data

Untuk menghasilkan hasil penelitian yang valid dan akurat, peneliti mengambil data yakni data yang diperoleh dari sumbernya, berupa data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi di lapangan.

5. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Teknik pengumpulan data merupakan langkah untuk mendapatkan data untuk memenuhi standar data yang ditetapkan. Dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya (Sugiyono, 2010:62-63). Pada penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data seperti berikut:

15 Menurut Nasution dalam Sugiyono (2010: 64) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh data dari subjek penelitian berupa data kualitatif. Observasi dilakukan dengan mengamati pelaksanaan implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan paket C di UPT SKB Kota Yogyakarta dan pengamatan terhadap interaksi, perilaku, staff, tutor, warga belajar, faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kebijakan.

Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi

No Aspek Poin-poin

1. Fisik a. Gedung kantor dan gedung kegiatan SKB

b. Lokasi gedung c. Sarana dan prasarana 2. Non-fisik a. Struktur organisasi

b. Warga belajar c. Proses tutorial/KBM

2. Interview (Wawancara)

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data dari subjek penelitian berupa data kualitatif. Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan kesetaraan paket C di UPT SKB Kota Ygyakarta.

Table 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara

No Aspek Poin-poin

1.Kebijakan pendidikan kesetaraan paket C

a. Implementasi kebijakan b. Faktor pendukung dan

penghambat kebijakan 2.Proses tutorial/KBM a. Kurikulum

b. Metode pembelajaran 3.Struktur Organisasi a. Warga belajar/peserta didik

b. Tutor/pendidik

4.Tutor/Pendidik a. Latar belakang pendidikan b. Motivasi tutor/pendidik c. Kendala

16 5.Warga belajar/peserta

didik

a. Latar belakang warga belajar/peserta didik

b. Alasan bersekolah di SKB Kota Yogyakarta

c. Motivasi

d. Kendala dalam belajar e. Solusi

3. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh dari data yang tersimpan dalam bentuk dokumen seperti surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles dan Huberman (1984) mengemukakan bahwa dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data meliputi: data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing (verification dan penarikan kesimpulan). (Sugiyono, 2007: 337-345)

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Dengan demikian data yang sudah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.

17 3. Conclusion Drawing (Verification dan Penarikan Kesimpulan)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabilakesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

7. Uji Keabsahan Data

Untuk menghindari kesalahan pada data yang akan di analisis, maka perlu dilakukan uji keabsahan data. Untuk menetapkan keabahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keterlatihan (transferability), keberuntungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Untuk menjaga keabsahan data, maka yang digunakan adalah teknik pengamatan lapangan dan teknik triangulasi data. (Lexy J. Moleong, 2009: 324) Menurut Lexy J. Moleong (2009:330) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemeriksaan melalui sumber dengan pertimbangan untuk memperoleh informasi yang akurat dari informan maka diperlukan crosscheck antara informan satu dengan yang lain.

Dengan demikian peneliti akan melakukan crosscheck kepada kepala UPT SKB Kota Yogyakarta, staff, pamong, warga belajar dan sumber data tertulis lainnya/dokumen SKB yang dapat dikaji untuk mendapatkan data yang akurat dan tidak berbeda dengan data yang satunya. Selain itu triangulasi yang digunakan adalah triangulasi teknik yaitu antara teknk wawancara dengan teknik dokumentasi atau observasi.

18 C. Analisis Hasil Pelaksanaan

1) Hasil Penelitian

1. Desripsi Lokasi Penelitian

UPT SKB Kota Yogyakarta memiliki dua gedung atau dua unit, unit I terletak di jl. Bung Tardjo 9A (Gayam) dan unit II di jl. Batikan. UPT SKB Kota Yogyakarta memiliki:

a. Visi : Terwujudnya UPT SKB Kota Yogyakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah yang unggul dan terdepan dalam penyelenggaraan program pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olahraga untuk menghasilkan SDM yang bermoral, memiliki kemandirian, serta memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.

b. Misi : Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan sepanjang hayatnya agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah guna meningkatkan mutu kehidupannya dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia melalui penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga.

c. Tujuan : Membantu dan melayani masyarakat yang karena berbagai keterbatasan ekonomi, sosial, budaya, kesempatan, dan ilmu pengetahuan untuk memperoleh layanan pendidikan dan keterampilan agar dapat meningkatkan derajat kehidupannya.

UPT SKB Kota Yogyakarta unit I sebagai kantor pegawai SKB Kota Yogyakarta, terdapat taman baca masyarakat dan ruang keterampilan komputer untuk warga belajar baik Paket B maupun Paket C. untuk proses pembelajaran dilaksanakan di gedung unit II terdapat 3 kelas untuk Paket B dan 3 kelas untuk Paket C, ruang tutor, ruang keterampilan menjahit, ruang keterampilan boga, toilet, pos satpam, parkiran dan mushola.

Pendidikan kesetaraan merupakan pendidikan non formal yang mencakup program Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C setara SAMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional peserta didik. Tujuan penyelenggaraan yaitu: 1. Memperluas akses pendidikan menengah melalui program Paket

19 2. Meningkatkan mutu dan daya saing lulusan serta relevansi

program Paket A, Paket B, dan Paket C

3. Menjangkau masyarakat yang tidak terlayani di jalur pendidikan formal/sekolah

Sasaran pendidikan kesetaraan terdiri atas: 1. Penduduk usia sekolah

2. Penduduk usia tiga tahun diatas usia SD/SMP/SMA

3. Penduduk usia sekolah yang terkendala ke jalur pendidikan formal oleh karena hal:

1) Ekonomi (penduduk miskin, PRT, TKW, petani, nelayan, dll)

2) Waktu (buruh, pengrajin, pekerja/karyawan)

3) Geografi (etnik minoritas, daerah terisolir/ perbatasan) 4) Keyakinan (warga pesantren yang tidak

menyelenggarakan pendidikan formal)

5) Masalah sosial/ hokum (napi, korban napza, anak

Dokumen terkait