• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERSPEKTIF GURU PENDIDIKAN AGAMA

C. Perspektif Guru Pendidikan Agama Katolik mengenai

Toleransi beragama menurut Bapak Mardiyono selaku Guru Pendidikan Agama Katolik SMK Negeri 1 karangawen ialah perbuatan atau sikap saling menghormati adat istiadat agama lain.49 Beliau juga berpendapat bahwa sesama umat manusia semestinya harus saling menghargai satu sama lain, tidak saling mengganggu khususnya dalam beribadah.

1. Pengembangan nilai toleransi pada peserta didik

Nilai toleransi pada pendidikan Agama Katolik disampaikan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Berikut pernyataan dari Bapak Mardi Sanyoto Guru Pendidikan Agama Katolik SMK Negeri 1 Karangawen:

Dengan menjelaskan ke anak mbak pas pelajaran. Anak tak kasih tau pentingnya toleransi di Indonesia, biar anak itu tahu bagaimana mereka toleransi menurut kepercayaan kami, apalagi kami itu hidup di daerah yang memang kebanyakan muslim. Jadi anak bisa membaur dengan teman-teman di sekolah dan di masyarakatnya. Ya seperti kalau kita beribadah kan juga tidak perlu teriak-teriak dimumkan gitu mbak, menghormati orang lain, itu menurut saya juga salah satu bentuk toleransi beragama.50

49 Wawancara dengan Bapak Mardi Sanyoto Guru Pendidikan Agama Katolik SMK Negeri 1 Karangawen, pada tanggal 14 Juni 2017.

39

Selain itu beliau menjelaskan bahwa tidak pada semua materi disisipkan nilai toleransi, akan tetapi pada beberapa materi yang sesuai bisa disisipkan nilai toleransi. hal ini dikarenakan guru lebih sering menyampaikan materi mengenai penhayatan keimanan.

2. Batasan dalam toleransi beragama

Toleransi dibatasi hanya dalam lingkup sosial saja, tidak melewati lingkup kepercayaan. Bahakan dalam mengikuti perayaan hari besar agama lain pun seperti Islam masih dianggap pada hal yang sah untuk dilakukan. Selagi tidak memasuki ranah kepercayaan. Hal ini seperti ungkapan dari Bapak Mardi Sanyoto:

Batasan tetap ada lah, yang penting kami tidak mengganggu keberagamaan seseorang, dan kita memberikan kebebasan mereka yang berbeda dari kami dalam hal beribadah. Kami pula menghargai mereka, dan yang penting ya saling menghargai satu sama lain lah, asal tidak mengusik kepercayaan dari kami saja. Setiap hari raya umat Islam saya juga ikut seperti istilanya nimbrung gitu mbak, masalahnya keluarga saya juga ada yang muslim. Jadi kadang pas Idul Fitri gitu saya menyediakan makanan, ya menghormati lah, ya sebatas itu saja.51 Dapat dipahami bahwa batasan dalam bertoleransi itu tidak menyebrang dari kepercayaan agama seseorang, bahkan dalam perayaan hari besar agama lain pun tidak menutup diri dari padanya. Hal ini karena saat Idul Fitri sudah menjadi tradisi bagi kaum minoritas yang tinggal di daerah yang memang mayoritas memeluk agama Islam.

40

4. Pencegahan Sikap Intoleransi pada Siswa

Instansi pendidikan berperan penting dalam mencegah munculnya sikap intoleransi pada peserta didik. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh guru PAKT di SMK Negeri 1 Karangawen.

Menurut Bapak Mardi Sanyoto cara mencegah munculnya intoleran ialah dengan memberikan pembelajaran Pendidikan Agama yang sesuai Alkitab atau firman Tuhan yakni mengasihi sesama.Selain itu, memupuk rasa persatuan kepada siswa merupakan hal yang penting, karena dari situlah akan timbul atau muncul rasa mengasihi sesama.52

Pendapat tersebut diperkuat dengan statement kepala SMK Bhakti Nusantara yang menegaskan bahwa pencegahan bisa dilakukan dari guru terlebih dahulu, salah satunya dengan cara pada saat rapat, guru diberikan penyuluhan bahwa lingkungan sekolah tidak hanya milik satu kelompok kepercayaan saja, akan tetapi milik semua warga sekolah yang ada. Oleh karena itu sikap saling menghormati dan menghargai itu penting dilakukan.53

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti, dapat disimpulkan bahwa toleransi yang dimaksud telah memenuhi indikator. Baik berupa penerimaan, penghargaan, kesabaran dan kebebasan. Dari pemaparan di atas dapat ditafsirkan sebagai toleransi positif.

52 Wawancara dengan Bapak Mardi Sanyoto, ....2017.

53 Wawancara dengan Bapak Magiono Kepala SMK Bhakti Nusantara Mranggen, pada tanggal 19 Juni 2017.

41 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada silabus Pendidikan Agama sudah memenuhi 9 prinsip pengembangan silabus. Akan tetapi ditemukan pada silabus PAI semua aspek sikap mencantumkan toleransi beragama, sedangkan setelah ditelaah tidak semua KD bisa dihubungkan dengan toleransi. Pada silabus Pendidikan Agama Kristen ditemukan beberapa penggunaan metode pembelajaran kurang sesuai materi yang disampaikan khususnya mengenai toleransi beragama, selain itu juga kurang spesifik dalam mencantumkan sikap yang akan ditanamkan pada siswa mengenai toleransi beragama. Sedangkan pada silabus Pendidikan Agama Katolik sudah cukup baik jika disesuaikan dengan perkembangan keimanan peserta didik. Akan tetapi belum memenuhi prinsip aktualisasi, hal ini dikarenakan pengembangan pembelajaran yang tercantum dalam silabus tidak mencakup hal-hal yang sedang terjadi di masyarakat saat ini.

Toleransi secara keseluruhan menurut guru Pendidikan Agama ialah sebatas menghargai dan menghormati kepercayaan kelompok lain. Batasan dalam bertoleransi bagi guru PAI ialah sebatas muamalah saja, bahkan batasan bertoleransi tidak hanya dari segi akidah, akan tetapi dari perbuatan dan ucapan juga perlu dibatasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa toleransi beragama dikategorikan sebagai tolerasi negatif dan pasif. Dikatakan pasif karena, dalam SMK Negeri 1 Karangawen maupun SMK Bhakti

42

Nusantara tidak pernah diadakan kegiatan yang berhubungan dengan agama lain.

Sedangkan menurut guru PAK dan PAKT toleransi dibatasi pada kepercayaan individu, karena satu hal ini tidak bisa dikompromikan. Jika sekedar ucapan ataupun ikut merayakan hari besar agama lain tidak masalah, selama tidak mengikuti ritual ibadah agama lain. Adapun strategi dalam toleransi beragama:

1. Memberikan pembelajaran Pendidikan Agama pada siswa dengan selalu menghubungkan dengan perilaku toleransi beragama

2. Menanamkan sikap saling cinta bangsa dan sesama, sehingga sikap saling curiga terhadap kelompok lain dapat dihindarkan

3. Menghubungkan materi toleransi dengan ajaran pada Pendidikan agama, baik pada Al-Qur'an maupun Alkitab, sehingga mengetahui landasan toleransi beragama.

4. Guru memberikan tauladan atau contoh langsung kepada peserta didik dalam menjalin hubungan yang baik dengan semua warga sekolah baik yang sesama agama maupun berbeda.

5. Penerapan langsung toleransi beragama pada kegiatan pembelajaran di sekolah. Dengan iklim sekolah yang baik dan damai, secara tidak langsung akan dapat mencegah intoleransi beragama.

B. Saran

1. Dalam penyusunan silabus hendaklah prinsip desentralistik benar-benar diperhatikan kembali.

43

2. Perlu ditambahkan sikap yang akan ditanamkan pada siswa, sehingga guru terfokus dalam pembelajaran.

3. Pada silabus PAKT perlu dikembangkan pula materi mengenai aplikasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya sebatas ranah keimanan saja.

4. Pembelajaran pada PAK dan PAKT dilaksanakan secara kolektif dan bergantian, sehingga pengembangan yang ada pada silabus kurang maksimal, sehingga guru harus lebih memperhatikan penyusunan silabus yang disesuaikan dalam KBM.

5. Redaksi atau pemilihan kata perlu diperhatikan kembali, sehingga tidak memunculkan multi tafsir, karena dikhawatirkan memunculkan sikap intoleran.

6. Kebebasan dalam toleransi beragama harus diperhatikan lagi, satu sisi siswa non muslim bebas mengikuti pembelajaran PAI, satu sisi guru PAI merasa kurang nyaman dalam KBM. Perlu diperhatikan lagi kebijakan sekolah mengenai kebebasan dalam pembelajaran agama.

7. Sekolah perlu memfasilitasi siswa non muslim dalam kegiatan pesantren Ramadhan, dengan mendatangkan guru PAK dan PAKT. Dengan demikian pengembangan toleransi beragama, khususnya kebebasan menjalankan keagamaan akan berjalan secara optimal.

44

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Masykuri. Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan.

Jakarta: Kompas. 2001.

Azra, Azyumardi. Reposisi Hubungan Agama dan Negara, Merajut Kerukunan Antarumat. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. 2002.

Azra, Azyumardi. Konteks Berteologi di Indonesia Pengalaman Islam. Jakarta: Paramadina. 2000.

Baidhawy, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta: Erlangga. 2005.

Busro, Muhammad, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Media Akademia. 2017.

Farikhah, Siti. Manajemen Lembaga Pendidikan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. 2015.

Edward N. Teall, A.M. Webster’s New American Dictionary. New York: Book. 1985.

Held, David and Henrietta L. Moore. Cultural Politics in a Global Age, Uncertainly, Solidarity, and Innovation. Oxford: Oneworld Publication. 2007.

Kemendikbud. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XI SMK, Jakarta: Kemendikbud. 2014.

Kemendikbud. Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XI SMK. Jakarta: Kemendikbud . 2013.

Kemendikbud. Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Kelas XI SMK. Jakarta: Kemendikbud. 2014.

Moloeng, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2005.

Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Suatu Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007.

Munawar Rachman, Budhy. Pendidikan Karakter: Pendidikan Menghidupkan Nilai untuk Pesantren, Madrasah dan Sekolah. Jakarta: Lembaga Sosial Agama dan Filsafat (LSAF). 2015.

Naim, Ngainun. Islam dan Pluralisme Agama. Yogyakarta: Aura Pustaka. 2013.

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2015. Soekama. Ensiklopedi Mini Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Logos

Wacana Ilmu. 1998.

Syamsuri. Pendidikan Agama Islam Kelas XI SMK Edisi KTSP 2006. Jakarta: Erlangga. 2007.

Teall, A.M, Edward N. Webster’s New American Dictionary. New York: Book. 1985.

Tillman, Diane. Living Value An Education Program (Pendidikan Nilai untuk Anak).Penerjemah: Adi Respati, dkk. Jakarta: Grasindo. 2004.

Widiyanto, Asfa. Religious Authority and the Proppects for Religious Pluralism in Indonesia, The Rule of Traditionalist Muslim Scholar. Germany: LIT Verlag. 2016.

45

Yuprieli Hulu, Alfrida L Mambala, dkk. Suluh Siswa 2:Berubah Dalam Kristus. Jakarta: Gunung Mulia. 2009.

Ana Cristina Araujo, Iwan-Michelangelo Daprile, Bojan Borsner, and Smiljana

Gatner, “The Historical and Philosophical Dimensions of the Conseptof Tolerance”, Discrimination and Tolerance in Historical Perspective,

Volume 4, Nomor 18, (2008), 1787-1201.

Casram, “Membangunkan Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural”, Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Volume 1, Nomor 2, (Juli 2016): 187-198.

Siradj, Aqiel Said, ”Tasawuf Sebagai Basis Tasamuh, dari Social Capital Menuju Masyarakat Moderat”, Jurnal Al-Tahrir, Volume 13, Nomor 1, (Mei 2013): 87-106.

Friedich Schweitzer., “Religious Individualization: New Challanges to Education for Tolerance”, Religious Education, Volume 29, Nomor 1, (2007): 89-100.

Jamrah, Suryan A. “Toleransi Antar Umat Beragama: Perspektif Islam”, Ushuluddin, Volume 23, Nomor 2, (Desember 2015): 192-193.

Jason S. Wrench., “Religious Fundamentalism and Intercultural Communication:

The Relationships Among Ethnocentrism, Intercultural Communication Apprehension, Religious Fundamentalism, Homonegativity, and Tolerance

for Religious Disagreements”, Journal of Intercultural Communication Research, Volume 35, Nomor 1, (2007): 23-44.

Laura L. Moore, “Accounting for Spatial Variation in Toleransce: The Effeccts of Education and Religion”, Social Forces, Volume 84, Number 4, (Juni 2006): 2205-2222.

Ali Lintuhaseng, Muhammad, “Nilai-nilai Pendidikan Multikultural dalam Buku-buku Ajar Sejarah Kebudayaan Islam (Telaah atas Buku Pelajaran SKI

Kelas XII Madrasah Aliyah)”, Tesis, UIN Yogyakarta, 2011.

Rofiqoh, “Penanaman Sikap Toleransi Beragama dalam Pendidikan Agama (Studi atas Agama Islam, Kristen Katolik di SMK YPKK 2 Sleman

Dokumen terkait