• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif Kekuatan

Dalam dokumen DASAR PENGETAHUAN PEKERJAAN SOSIAL. (Halaman 120-126)

Perspektif kekuatan dari praktek pekerjaan sosial muncul mengalir dari nilai-nilai keprofesian yang di dalamnya terdapat nilai-nilai penghormatan, harga diri manusia, dan penentuan hak diri sendiri (self-determination). Penempatan nilai-nilai tersebut ke dalam aksi menuntut bahwa kita menyakini terdapatnya sisi kekuatan di setiap kehidupan manusia dan kemungkinan untuk selalu berubah. Kekuatan-kekuatan klien menjadi sumber perubah sehingga akan bergerak untuk tumbuh, ahli, dan mampu beraktualisasi diri (self-actualization) (Miley, et. al., 2001).

Satu aspek penting dari perspektif kekuatan adalah bahwa perspektif ini memberi praktisi pekerjaan sosial suatu kerangka alternatif untuk berpraktek sebagai model yang melawan model

deficit (kekurangan) yang telah mendominasi perspektif pelayanan manusia (Saleebey, 1992). Seringkali kita jumpai para pekerja sosial yang menemukan dirinya sendiri berpraktek dengan model medikal yang lebih fokus pada penyembuhan dan perbaikan kerusakan, sifatnya lebih pasif. Jika para pekerja sosial tidak dipersenjatai dengan karangka teoritis yang

komunitas, maka akan mudah bagi pekerja sosial tergelincir ke dalam model praktek kelemahan (a deficit). Berikut ini perbandingan antara model pathology (terdapat dalam model medikal) dengan model kekuatan.

Tabel 4: Asumsi Perspektif Kekuatan

1. Setiap orang memiliki kemampuan, kapasitas, bakat dan kompetensi khusus;

2. Manusia memiliki kapasitas untuk tumbuh dan berubah;

3. Trauma dalam kehidupan mungkin membawa dampak negatf pada kehidupan manusia, tetapi juga memberikan sumber- sumber untuk tumbuh;

4. Batas teratas dari kemampuan orang untuk tumbuh dan mengalami kesulitan adalah tidak diketahui dan tidak dapat diketahui;

5. Permasalahan tidak berada dalam diri seseorang, tetapi terjadi dalam transaksi di dalamnya dan lintas sistem;

6. Orang-orang adalah ahli dalam kehidupannya sendiri;

7. Teman-teman, keluarga, dan masyarakat adalah sumber-sumber kolam kehidupan bagi seseorang, sehingga hal tersebut dapat disediakan;

8. Fokus pada pertumbuhan di masa depan;

9. Keahlian dan kompetensi akan tumbuh secara baik melalui sebuah proses dukungan yang baik; dan

10. Orang umumnya mengetahui mengenai apa yang akan membantu dan yang tidak membantu pada kehidupan yang dihadapinya.

Tabel 5: Perbandingan dari Perspektif Deficits andStrengths Perspektif Deficit Perspektif Strength Gejala-gejala kumulatif =

diagnosis

Keunikan, kemampuan, bakat, sumber-sumber individu = kekuatan

Fokus Intervensi pada diagnosis ‘problem’

Fokus intervensi pada kemungkinan-kemungkinan Pratisi meragukan cerita klien

dan bertindak sebagai ‘ahli’ pada kehidupan klien

Praktisi memandang klien sebagai ahli dalam kehidupannya dan menjadi seseorang yang mengetahui dari sisi luar Permasalahan orang dewasa

berakar dari trauma masa kanak- kanak

Trauma masa kanak-kanak tidak memprediksi kejadian kehidupan di masa mendatang

Treatment diarahkan melalui sebuah rencana treatment yang dibuat oleh praktisi

Intervensi diarahkan melalui aspirasi klien

Kemungkinan-kemungkinan klien dalam kehidupannya dibatasi oleh pathology-nya

Kemungkinan-kemungkinan hidup terbuka

Sumber-sumber untuk kegiatan terapis ada dalam pengetahua dan keterampilan praktisi

Sumber-sumber kegiatan terapis ada dalam diri klien, keluarga, masyarakat

Kegiatan terapis fokus pada pengurangan symtomology dan dampak negatifnya pada klien

Kegiatan terapis fokus pada bergeraknya klien ke masa depan kehidupannya dengan

kemungkinan-kemungkinan dan visi kehidupannya

Diadaptasi dari D. Saleebey’s Comparison of pathology and strengths. Sumber: Saleebey, 1996.

Ketika menggunakan perspektif kekuatan dalam praktek, para pekerja sosial juga memanfaatkan seluas mungkin prinsip- prinsip, gagasan, keterampilan dan teknik-teknik praktek untuk mendukung dan memperoleh sumber-sumber klien dan dalam lingkungan mereka menginisiasi perubahan, menggerakkan proses perubahan, dan memelihara perubahan tersebut berlangsung (Miley et al., 2001)

Agar mampu mengintervensi dari perspektif kekuatan secara efektif, pertama-tama para praktisi harus mengujinya sendiri perspektif yang mendasarinya dan mampu mengemukakannya dengan membahasakan permasalahan- permasalahan (dalam perspektif kekuatan) yang ada di masyarakat. Apakah Anda (pekerja sosial) benar-benar mempercayai bahwa orang memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mengelola hidupnya secara positif, atau Anda yakin mereka tidak berdaya dan perlu diperbaiki? Perspektif Anda akan terkomunikasi melalui bahasa Anda. Apakah melihat seseorang yang bermasalahan punya masalah atau tantangan ketika sedang mengalami kesulitan? Masalah memiliki sifat demoralisasi, membuat kita merasa bersalah, dan umumnya membuat mental kita runtuh. Tantangan dapat dilihat sebagai

peluang-peluang untuk tumbuh dan menginspirasi untuk mendorong sumber-sumber kita secara internal dan eksternal untuk memenuhi tantangan dan mencapai tujuan-tujuan kita.

Ketika anda melihat perilaku yang tidak biasa, apakah anda melihatnya sebagai penyakit (pathology) atau kekuatan? Ketika pekerja sosial fokus pada patologi sebagai pusat perhatiannya dalam bekerja dengan klien, hal ini akan membatasi kemampuannya untuk melihat kekuatan yang melekat pada diri kien atau penggunaan teknik dalam proses pertolongannya akan menutupi kekuatan kliennya. Saat mendisain intervensi, apakah fokus pada apa yang tidak dilakukan di masa lalu atau menciptakan sesuatu di masa depan? Perspektif akan masa ‘lalu’ dalam asumsi penanganan tentang kejadian masa lalu yang menyebabkan klien tidak ‘OK’ saat ini. Bergeser penekanan dari pandangan masa ‘lalu’ ke pemanfaatan kekinian dalam mengeskplorasi sumber-sumber, opsi-opsi dan perencanaan untuk harapan di masa mendatang. Bergesernya fokus pekerjaan sosial dari kini dan masa depan akan memiliki kekuatan melepaskan masa lalu dan melepaskan asumsi-asumsi negatif mengenai diri sendiri yang membuat kita terjebak di dalamnya. Dennis Saleebey (2001),

menangkap peluang tantangan dalam transisi menuju suatu visi kekuatan dalam prakteknya, dengan menyatakan sebagai berikut:

We are not asking you to forget the problems and pains that people may bring to your doorstep. Rather, we are asking that you honor and understand those dilemmas, and that you also revise, fill out, expand, illuminate your understanding with the realization that the work to be done, in the end, depends on the resources, reserves, and assets in and aorund the individual, family or community (p.221)

Penerapan perspektif kekuatan menuntut para praktisi pekerjaan sosial untuk melakukan reorientasi kerangka berfikir atau perspektif kekurangan/kelemahan atau patologi menuju perspektif kekuatan atau peluang kemungkinan. Tentunya sebagai pekerja sosial, tidak begitu saja mengabaikan masalah, tetapi fokusnya pada kekuatan klien (Sheafor & Horejsi, 2007). Dalam berinteraksi dengan klien, pekerja sosial harus bertanya kepada diri sendiri, apakah yang dilakukan oleh mereka benar? Apa keterampilan hidup dia dalam menghadapi tantangan hidupnya? Sumber-sumber apa dalam dirinya yang dapat dimanfaatkan baginya? Sumber-sumber lain apa di dalam keluarganya, teman-temannya dan komunitas yang dapat memenuhi tantangan hidupnya dan menciptakan peluang bagi masa depannya?

Dalam dokumen DASAR PENGETAHUAN PEKERJAAN SOSIAL. (Halaman 120-126)

Dokumen terkait