• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persyaratan untuk pencatatan kelahiran terlambat pencatatan lebih dari 1 tahun :

B. Pencatatan Kelahiran Anak Luar Kawin Di Kantor Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Surakarta Dan Catatan Sipil Kota Surakarta

4) Persyaratan untuk pencatatan kelahiran terlambat pencatatan lebih dari 1 tahun :

a) Surat Keterangan Kelahiran dari Lurah atau Kepala Desa dimana orang tua tercatat sebagai penduduk tetap atau yang bersangkutan berdomisili. Asli / legalisir.

b) Surat Kelahiran dari Dokter/Bidan/Penolong Kelahiran dikecualikan bagi yang lahir sebelum tahun 2006 dapat melampirkan Surat Pernyataan Persaksian Kelahiran diketahui Lurah dan Camat.

c) Foto copy Surat Nikah/ Akta Perkawinan orang tua yang dilegalisir oleh instansi yang berwenang, (khusus legalisir surat nikah/ akta perkawinan yang diterbitkan dari luar Surakarta dapat diganti dengan menunjukkan aslinya dan mengisi form pernyataan bermeterai cukup).

d) Foto copy KTP dan KK pemohon/ orang tua yang dilegalisir instansi yang berwenang

e) Foto copy ijasah bagi anak yang tamat pendidikan sekolah.

f) 2 (dua) orang saksi hadir dengan melampirkan foto copy KTP yang dilegalisir oleh instansi yang berwenang atau menunjukkan aslinya (setelah akta jadi)

g) Permohonan persetujuan penerbitan Akta Kelahiran Terlambat bermeterai cukup.

h) Surat Kuasa bermeterai cukup bagi yang menguasakan.

Pada prinsipnya persyaratan permohonan pencatatan kelahiran anak sah dan anak luar kawin tidak memiliki banyak perbedaan. Dalam melaksanakan pencatatan akta kelahiran dimana akta perkawinan orang tuanya tidak disertakan, maka oleh dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dapat diganti dengan surat pernyataan dari pemohon bahwa pemohon tidak menikah/kawin sah. Surat pernyataan tersebut dibuat dan ditandattangani di atas materai 6000 oleh pemohon. Untuk tertib administrasi, formulir surat pernyataan tersebut telah dibuatkan oleh Dinas Kependudukan dan Catantan Sipil kota Surakarta dan pemohon tinggal mengisikannya.64

Pencatatan kelahiran untuk anak luar kawin di kota Surakarta setiap bulannya rata-rata 20-25 akta kelahiran. Artinya dalam setiap tahunnya sekitar 240-300 anak lahir di luar perkawinan yang sah. Menurut Bapak Pramono selaku Kepala Bidang Catatan Sipil, akta kelahiran anak luar kawin yang jumlahnya sebanyak itu bukan saja lahir tanpa terikat oleh suatu perkawinan, ada penyebab lain terbitnya akta yang hanya dicantuknannya nama ibunya di dalam akta kelahiran. Faktor penyebab lainnya adalah anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan, di mana kedua orang tuanya tidak dapat menunjukkan akta perkawinan sehingga nama ayahnya tidak dapat dicantumkan di dalam akta kelahiran. Demikian juga ketika akta kelahiran hilang atau penyebab lain, di mana kedua orang tuanya atau pemohon tidak dapat menyertakan akta perkawinan maka akta yang diterbitkan tanpa nama ayahnya.65

Pemerintah menetapkan semua anak berhak dicatat kelahirannya yang ditegaskan dalam tiga status hukum dalam penerbitan akta kelahiran:

1. Anak pasangan suami istri dari perkawinnan yang sah.

64 Wawancara Pribadi dengan Bp. Pramono (Kepala Bidang Pencatatan Sipil di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta) tanggal 1 Oktober 2014

65 Ibid,

2. Anak seorang ibu.

3. Anak yang tidak diketahui asal usulnya atau tidak diketahui keberadaan orangtuanya.

Pencatatan kelahiran sendiri selain mendukung program Administrasi Kependudukan menjadi data penting dalam perencanaan pembangunan, terutama yang berkaitan dengan hak anak dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan hak sosial serta hak hukum lainnya. Setiap anak semestinya memiliki akta kelahiran agar memiliki status hukum yang kuat ditengah masyarakat.

C. Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 terhadap Pencatatan Akta Kelahiran Anak Luar Kawin.

Putusan Mahkamah Konstitusi muncul karena dilatarbelakangi oleh adanya pengajuan hak uji materiel terhadap UU Perkawinan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) yang diajukan oleh Hj. Aisyah Mochtar sebagai pemohon. Di dalam keputusannya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan untuk Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luarperkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”;

Secara alamiah, tidaklah mungkin seorang perempuan hamil tanpa terjadinya pertemuan antara ovum dan spermatozoa baik melalui hubungan seksual (coitus)

maupun melalui cara lain berdasarkan perkembangan teknologi yang menyebabkan terjadinya pembuahan. Oleh karena itu, tidak tepat dan tidak adil manakala hukum menetapkan bahwa anak yang lahir dari suatu kehamilan karena hubungan seksual di luar perkawinan hanya memiliki hubungan dengan perempuan tersebut sebagai ibunya.

Adalah tidak tepat dan tidak adil pula jika hukum membebaskan laki-laki yang melakukan hubungan seksual yang menyebabkan terjadinya kehamilan dan kelahiran anak tersebut dari tanggung jawabnya sebagai seorang bapak dan bersamaan dengan itu hukum meniadakan hak-hak anak terhadap lelaki tersebut sebagai bapaknya. Lebih-lebih manakala berdasarkan perkembangan teknologi yang ada memungkinkan dapat dibuktikan bahwa seorang anak itu merupakan anak dari laki-laki tertentu. Akibat hukum dari peristiwa hukum kelahiran karena kehamilan, yang didahului dengan hubungan seksual antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki, adalah hubungan hukum yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban secara bertimbal balik, yang subjek hukumnya meliputi anak, ibu, dan bapak. Berdasarkan uraian di atas, hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak.

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman berdasarkan UUD 1945. Secara umum mahkamah atau pengadilan memiliki fungsi utama menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Secara singkat fungsi utama penyelenggaraan peradilan disebut mengadili apa yang menjadi kewenangannya. Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk (i) pengujian konstitusionalitas Undang-Undang, (ii) sengketa konstitusional lembaga negara, (iii) pembubaran partai pilitik, (iv) sengketa hasil pemilihan umum, dan (v) usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Demikian kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diamanatkan di dalam pasal 24 ayat (2) UUD 1945.66

66 Ibid

Mengadili tingkat pertama dan terakhir, artinya Mahkamah Konstitusi merupakan satu-satunya pengadilan konstitusional. Tidak ada pengadilan konstitusional lain, selain Mahkamah Konstitusi, baik yang berkedudukan sederajat, lebih tinggi atau lebih rendah. Karena itu putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, dengan demikian terhadap putusan Mahkamah konstitusi tidak terdapat peluang secara hukum untuk dilakukan upaya hukum. Karena itu pula maka putusan Makamah konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, sehingga untuk itu tidak memerlukan lewatnya tenggang waktu tertentu, memberikan kesempatan kepada para pihak untuk pikir-pikir, setelah pengucapan putusan, dalam rangka pengajuan upaya hukum terhadap putusan tersebut.

Putusan Mahkamah Konstitusi berlaku secara efektif sejak putusan tersebut selesai diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Selain itu, oleh karena putusan Mahkamah Konstitusi mengenai soal ketatanegaraan maka putusan tersebut bersifat erga omnes, sehingga berlaku mengikat secara hukum kepada publik sebagaimana undang-undang, tidak seperti putusan pengadilan pada umumnya yang hanya mengikat kedua belah pihak. Secara umum semua pihak berkewajiban menghormati dan melaksanakan putusan sebagaimana mestinya.67

Sebagai negara hukum, maka berlaku mengikatnya putusan Mahkamah Konstitusi sebagai undang-undang mewajibkan semua pihak untuk menghormati dan melaksanakannya. Negara hukum menurut Hamid S Attamimi, adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Hukum yang menjadi dasar kekuasaan negara dan pemerintahan itu adalah hukum tata negara atau konstitusi, yakni kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur atau mengarahkan pemerintah, atau kumpulan prinsip-prinsip di mana kekuasaan pemerintah, hak-hak rakyat dan hubungan di antara keduanya diatur.68

67 Ibid, hlm 118-119.

68 Ridwan, Diskresi dan …………, hlm 49-50.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,:Negara Indonesia adalah negara hukum”, yang menganut desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945, ”Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Sebagai negara hukum, setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku.

Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan bagian dari hukum, sehingga putusan Mahkamah Konstitusi bersifat mengikat dan berlaku sebagai undang-undang. Oleh karena itu maka Putusan Mahkamah Konstitusi mengikat kepada Pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah untuk melaksanakannya.

Pemerintahan adalah bestuurvoering atau pelaksanaan tugas pemerintah, sedangkan pemerintah ialah organ/alat atau aparat yang menjalankan pemerintahan.

Istilah pemerintah ini dapat diartikan secara luas dan secara sempit. Pemerintah dalam arti sempit adalah cabang kekuasaan eksekutif69 baik di tingkat pusat maupun daerah.

Pemerintah dalam arti sempit dikenal pula dengan istilah administrasi. Istilah ini berasal dari bahasa latin ”adminstrare” yang artinya mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola.70 Berdasarkan hukum administrasi, istilah administrasi atau bestuur itu memiliki dua pengertian: pertama, administrasi diartikan secara fungsional, kedua, administrasi diartikan secara institusional atau sebagai organisasi. Dalam arti fungsional, administrasi adalah penyelenggaraan semua tugas-tugas kenegaraan selain bidang pembuatan undang-undang dan peradilan. Sedangkan secara institusional, administrasi adalah kumpulan jabatan pemerintahan.71Dengan demikian fungsi dan urusan pemerintahan adalah fungsi dan urusan administrasi yaitu menyelenggarakan semua urusan negara selain pembuatan undang-undang dan peradilan.

69 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung:Alumni, 1997), hllm 158-159

70 Ridwan, Diskresi & Tanggung Jawab Pemerintah, (Yogjakarta: FH UII Pres, 2014), hlm 91-92.

71 Ibid, hlm 92-93

Dikaitkan dengan kedudukan pemerintah sebagai pelaku hukum publik yang dilekati hak dan wewenang untuk menggunakan dan menjalankan pelbagai peraturan dan keputusan serta wewenang diskresi secara garis besar fungsi dan urusan pemerintahan itu dapat dikelompokkan menjadi fungsi pembuatan peraturan perundang-undangan beserta penegakannya, membuat keputusan, dan membuat kebijakan.72 Di samping itu juga pemerintah dilakati dengan kewajiban untuk memberikan pelayanan publik atau melaksanakan fungsi pelayanan, terutama bagi negara-negara yang menganut atau dipengaruhi konsep wekfare state.

Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang merupakan amanat Pembukaan UUD 1945, pemerintah Indonesia tidak boleh menolak untuk memberikan pelayanan kepada warga negara dengan alasan tidak ada undang-undang yang mengaturnya atau yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan umum. Dengan kata lain, meskipun pada dasarnya setiap tindakan pemerintah itu harus berdasarkan asas legalitas, namun tidak setiap urusan waraga negara yang dihadapi atau dilayani pemerintah itu telah ada undang-undangnya, maka pemerintah dapat melakukan tindakan atau memberikan pelayanan atas dasar diskresi.73

Pada dasarnya, pemerintah Indonesia selain berwenang membuat peraturan perundang-undangan juga berwenang membuat peraturan kebijakan. Adanya kewenangan pemerintah membuat perautan kebijakan itu menunjukkan bahwa pemerintah beserta organ-organnya dilekati dengan kewenangan membuat diskresi (discretionary power) atau Ermessen. Dalam hal ini upaya untuk memberikan kesejahteraan terutama untuk anak luar kawin dalam memperoleh akta kelahiran itulah yang menjadi wewenang pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan membuat diskresi.

72 Ibid, hlm 102

73 Ibid, hlm 90

Diskresi adalah pertimbangan sendiri, wewenang untuk melakukan tindakan berdasarkan kebijakan sendiri, pertimbangan seorang pejabat publik dalam melaksanakan tugasnya, dan kekuasaan seseorang untuk mengambil pilihan melakukan atau tidak melakukan tindakan.74

Suatu diskresi ketika dituangkan dalam bentuk tertulis pada umumnya akan menjadi peraturan kebijakan. Dikatakan pada umumnya karena tidak selalu tindakan pemerintah atas dasar diskresi itu melahirkan peraturan kebijakan, dapat saja tindakan pemerintah yang didasarkan pada diskresi itu melahirkan peraturan perundang-undangan.

Diskresi dan peraturan kebijakan merupakan kekuasaan dan instrumen penyelenggaraan pemerintahan yang sangat diperlukan untuk terselenggaranya tugas-tugas pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan terhadap warga negara secara efektif dan efisien, namun di sisi lain, diskresi dan peraturan kebijakan yang mengarah pada penyimpangan dan kesewenang-wenangan adalah penggunaan diskresi yang tidak sah, sedangkan diskresi dan peraturan kebijakan yang mengarah pada penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien serta tidak bertentangan dengan norma hukum merupakan penggunaan diskresi yang sah.75

Seyogianya Pemerintah dalam melaksanakan fungsi pelayanan yaitu pelayanan pencatatan kelahiran dapat menerbitkan peratuan kebijakan untuk mengimplementasikan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Menurut Philipuns M.

Hadjon, kekuasaaan pemerintahan tidaklah sekadar melaksanakan undang-undang.

Kekuasaan pemerintahan merupakan kekuasaan yang aktif. Sifat aktif tersebut dalan konsep Hukum Administrasi secara instrinsik merupakan unsur utama dari bestuur.76 Bentuk tindakan aktif yang dilakukan pemerintah dalam rangka melaksanakan putusan MK tersebut adalah membuat peraturan kebijakan.

74 Ibid, hlm 125

75 Ibid, hlm 153-154.

76 Ibid, hlm 101

Diberikannya kewajiban kepada pemerintah untuk memberikan pelayanan umum itu menyebabkan pemerintah harus terlibat aktif dalam kehidupan warga negara.

Seiring dengan perkembangan kemasyarakatan, pelayanan yang harus diberikan pemerintah menjadi semakin banyak dan kompleks sehingga apa yang menjadi urusan pemerintahan itu tidak mudah untuk ditentukan secara difinitif. Pemerintah harus melayani dan menyelesaikan setiap persoalan tersebut apalagi dengan munculnya the rights to receive warga negara, tidak peduli apakah persoalan itu ditentukan atau tidak dalam peraturan perundang-undangan. Dilekatkannya kewenangan diskresi kepada organ pemerintah dan keterlibatannya secara aktif dalam kehidupan warga negara akan memungkinkan terlaksananya fungsi pelayanan dengan tepat dan cepat. Pemberian diskresi kepada pemerintah itu sejalan dengan paham negara modern yang mewajibkan pemerintah untuk mengupayakan kesejahteraan bagi warga negara.77

Dengan demikian putusan Mahkamah konstitusi tersebut mengikat umum dan semua pihak berkewajiban untuk melaksanakan termasuk pemerintah. Mengingat akan hal tersebut, maka untuk tertibnya hukum pemerintah baik pemerintah Pusat maupun Daerah harus melaksanakannya. Akan tetapi pada kenyataannya di dalam menerbitkan akta kalahiran anak luar kawin di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta tidak memperhatikan aspek hukum dari keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta di dalam menerbitkan akta kelahiran anak luar kawin hanya mencantumkan nama ibunya saja di dalamnya, bahkan anak yang lahir dari perkawinan sirri atau di bawah tangan yang telah sah menurut agama akan tetapi tidak dapat dibuktikan dengan akta perkawinan juga hanya dapat dicantumkan nama ibunya saja. Hal ini didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU Administrasi Kependudukan, Perpres No. 25 tahun 2008, Perda No. 10 tahun 2010 dan Perwali No. 11 tahun 2011.

Di dalam Perpres No 25 tahun 2008 Pasal Pasal 52 ayat (1) dan (2) mengatur tentang syarat yang harus dipenuhi dalam pencatatan akta kelahiran. Ayat (1)

77 Ibid, hlm 104-105

Pencatatan kelahiran penduduk Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a dan huruf b, dilakukan dengan memenuhi syarat berupa:

(a) Surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran;

(b) Nama dan identitas saksi kelahiran;

(c) KK orang tua;

(d) KTP orang tua; dan

(e) Kutipan Akta Nikah/Akta Perkawinan orang tua.

Ayat (2) nya dinyatkaan bahwa “dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan”.

Ketentuan Pasal 51 ayat (2) dan Pasal 52 ayat (1) dan (2) Perpres No 25 tahun 2008 tersebut sejalan dengan Perwali Surakarta No 11 tahun 2011 Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2). Ayat (1) Pasal ini menyatakan bahwa “pencatatan kelahiran penduduk Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a dan huruf b, dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat berupa:

a) Surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran, dikecualikan bagi yang lahir sebelum Tahun 2006 dapat melampirkan surat pernyataan persaksian kelahiran.

b) Kutipan Akta Nikah/Akta Perkawinan orang tua/surat pernyataan bagi yang tidak kawin sah;

c) nama dan identitas saksi kelahiran; dan

d) KK dan KTP orang tua (aktalsurat kematian apabila orang tua sudah meninggal).

Sedangkan di dalam ayat (2) dinyatakan bahwa “dalam ha1 pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan”.

Dalam melaksanakan pencatatan akta kelahiran dimana akta perkawinan orang tuanya tidak disertakan, maka oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta diganti dengan surat pernyataan dari pemohon bahwa pemohon tidak menikah/kawin sah. Surat pernyataan tersebut dibuat dan ditandattangai di atas materai

6000 oleh pemohon. Untuk tertib administrasi, formulir surat pernyataan tersebut telah dibuatkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kota Surakarta dan pemohon tinggal mengisikannya.78 Dengan mengganti surat pernyataan tidak kawin sah, maka anak yang lahir tersebut lahir di luar perkawinan, sehingga pencatatan nama orang tua di dalam akta kelahirannya hanya dicantumkan nama ibunya saja. Hal ini membawa implikasi hukum terhadap status anak tersebut. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, padahal dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, demi memberikan perlindungan kepada anak yang lahir di luar perkawinan, anak juga mempunyai hubungan perdaata dengan ayahnya secara biologis yang dapat dibuktikan dengan ilmu pengetahuan maupun teknologi.

Peraturan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat dalam bentuk Peraturan Presiden No. 25 tahun 2008 dan pemerintah daerah dengan keluarnya Perwali Surakarta No. 11 tahun 2011 tidak mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi, anak yang lahir di luar perkawinan tetap saja hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Karena persyaratan untuk dapat mengajukan permohonan pencatatan kelahiran untuk pencantuman kedua orang tuanya harus dibuktikan dengan akta perkawinan orang tuanya. Padahal akta kelahiran merupakan salah satu bukti adanya hubungan perdata antara anak dengan orang tuanya.

Dengan tidak dapat dicatatkannya nama ayah biologis anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, maka tujuan memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagaimana yang dikehendaki di dalam putusan Mahkamah Konstitusi maupun di dalam UU Perlindungan anak tidak tercapai. Pasal 27 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menentukan bahwa (1) Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya; (2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran, (3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran, (4) Dalam hal anak

78 Wawancara Pribadi dengan Bp. Pramono (Kepala Bidang Pencatatan Sipil di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta) tanggal 1 Oktober 2014

yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.

Berdasarkan Pasal 27 ini, dapat diketahui bahwa identitas seorang anak harus diberikan sejak kelahirannya dan dituangkan dalam akta kelahiran. Berdasarkan Pasal ini, dapat juga diketahui bahwa pencatatan kelahiran anak tidak saja dapat dilakukan terhadap anak sah, tetapi juga anak luar kawin bahkan anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya. Hal ini mengindikasikan bahwa anak jalanan atau pengemis dapat dicatatkan kelahirannya79. Pada Pasal 28 UU Perlindungan Anak menentukan bahwa (1) Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat kalurahan/desa. (2) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan. (3) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak dikenai biaya. (4) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Pembuktian adanya hubungan perdata seorang anak dengan ayah biologisnya di dalam Hukum Perdata adalah disyaratkan adanya akta kelahiran. Karena dengan akta kelahiran yang merupakan hak identitas anak, juga merupakan akta yang menunjukkan status hukum anak. Akta kelahiran merupakan akta otentik yang pembuktiannya sempurna. Akta kelahiran yang diterbitkan oleh dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kota Surakarta untuk anak yang lahir di luar perkawinan maupun anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan atau anak yang lahir dari perkawinan orang tuanya dimana tidak dapat menunjukkan akta perkawinan hanya dapat dicantumkan nama ibunya saja.

Seseorang mempunyai hubungan perdata atau tidak dan dapat dituntut hak dan kewajibannya dengan alat bukti yang berupa akta kelahiran.

79 Ibid

Dalam rangka mewujudkan kepastian hukum, akta-akta yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil mempunyai kekuatan pasti dan tidak dapat dibantah oleh pihak ketiga. Akta catatan sipil mengikat terhadap mereka yang berkepentingan. Akta catatan sipil merupakan bukti yang kuat dan sempurna karena merupakan akta otentik. Pasal 1870 KUHPerdata, menentukan bahwa suatu akta otentik memberikan di antara para pohak beserta ahli-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.80

Pasal 165 HIR menentukan bahwa akta otentik yaitu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercanatum di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang diberihatukan itu erat hubungannya dengan pokok akta.

Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh UU, dibuat oleh atau dihadapan seorang pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat di mana akta itu dibuatnya. Akta otentik merupakan suatu bukti yang mengikat dalam arti bahwa yang tertulis dalam akta tersebut harus dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap sebagai benar selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan, dan ia memberikan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian, yang merupakan alat bukti yang mengikat dan sempurna.81

Akta kelahiran anak, bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum bagi seseoaran anak, karena : 82

c. Pencatatan kelahiran anak memastikan secara tegas tentang adanya pengakuan negara terhadap keberadaan anak sebagai subyek hukum. Ini berarti bahwa

80 Maidin Gultom, Perllindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, (Bandung: Refika Aditama, 2012) 103

81 Ibid, hlm 102-102

82 Ibid, hlm 106

pencatatan kelahiran tersebut, menjelaskan identitas yuridis seorang anak karena memuat nama anak, nama kedua orang tuanya, tempat dan tanggal lahir, yang diakui/disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu (pejabat/pegawai kantor catatan sipil/Dinas Kependudukan).

d. Pencatatan kelahiran anak memastikan perlindungan hukum atas hak-hak seseorang (anak). Ini berarti bahwa pencatatan kelahiran anak memberi dasar hukum bagi pemerintah dalam memberi perlindungan hak-hak anak.

Mengingat bahwa pencatatan kelahiran untuk anak luar kawin di kota Surakarta setiap bulannya rata-rata 20-25 akta kelahiran, artinya dalam setiap tahunnya sekitar 240-300 anak lahir di luar perkawinan yang sah. Akta kelahiran anak luar kawin yang jumlahnya sebanyak itu bukan saja lahir tanpa terikat oleh suatu perkawinan, ada penyebab lain terbitnya akta yang hanya dicantuknannya nama ibunya di dalam akta kelahiran. Faktor penyebab lainnya adalah anak yang lahir dari perkawinan di bawah tangan, di mana kedua orang tuanya tidak dapat menunjukkan akta perkawinan sehingga nama ayahnya tidak dapat dicantumkan di dalam akta kelahiran. Demikian juga ketika akta kelahiran hilang atau penyebab lain, di mana kedua orang tuanya atau pemohon tidak dapat menyertakan akta perkawinan maka akta yang diterbitkan tanpa nama ayahnya.83 Dengan demikian, betapa banyaknya anak-anak yang lahir setiap tahunnya yang tidak mendapatkan perlindungan hukum dengan statusnya yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja.

Mahkamah konstitusi memberikan kewajiban kepada ayah biologis anak yang lahir di luar perkawinan adalah dalam rangka bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan. Akan tetapi dari aspek hukum sebagai bentuk kewajiban memelihara, memberi nafkah dan hak perdata lainnya harus dibuktikan. Bentuk pembuktian adanya tanggung jawab dan kewajiban tersebut adalah akta kelahiran. Akta kelahiran sebagai akta otentik menunjukkan adanya hubungan hukum antara anak

83 Ibid,

Dokumen terkait