• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM

Dalam dokumen TEORI HANS KELSEN TENTANG HUKUM (Halaman 39-42)

Suatu konsep terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggungjawab hukum (liability). Seseorang dikatakan secara hukum bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan. Normalnya, dalam kasus sanksi dikenakan terhadap deliquent adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus ber- tanggungjawab. Dalam kasus ini subyek resposibility dan subyek kewajiban hukum adalah sama. Menurut teori tradisional, ter- dapat dua macam pertanggungjawaban yang dibedakan, yaitu pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawaban mutlak (absolut responsibility).157

Hukum primitif melihat bahwa hubungan antara per- buatan dan efeknya tidak memiliki kualiikasi psikologis. Apa- kah tindakan individu telah diantisipasi atau dilakukan dengan maksud menimbulkan akibat atau tidak adalah tidak relevan. Adalah cukup bahwa perbuatannya telah membawa efek yang dinyatakan oleh legislator sebagai harmful, yang berarti me- 153 H.L.A. Hart, Op.Cit., hal. 35–38.

154 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 62 155Ibid., hal. 63.

156Ibid., hal. 64.

nunjukkan hubungan eksternal antara perbuatan dan efeknya. Tidak dibutuhkan adanya sikap mental pelaku dan efek dari perbuatan tersebut. Pertanggungjawaban semacam ini disebut dengan pertanggungjawaban absolut.158

Teknik hukum terkini menghendaki suatu pembedaan antara kasus ketika tindakan individu telah direncanakan dan dimaksudkan untuk efek tertentu dari perbuatan tersebut dan kasus ketika tindakan seorang individu membawa akibat harmful tanpa direncanakan atau dimaksudkan demikian oleh pelaku. Ide keadilan individualis mensyaratkan bahwa suatu sanksi ha- rus diberikan kepada tindakan individu hanya jika harmful effect dari perbuatan tersebut telah direncanakan dan dimaksudkan demikian oleh individu pelaku, dan maksud tersebut merupakan perbuatan terlarang. Akibat yang oleh legislator dianggap se- bagai harmful mungkin secara sengaja dilakukan oleh individu tanpa maksud menyakiti individu lain. Sebagai contohnya, seorang anak mungkin membunuh ayahnya yang sakitnya tidak sembuh-sembuh dengan tujuan untuk menghentikan penderi- taan. Maka maksud anak atas kematian ayahnya tersebut adalah bukan tindakan yang terlarang (malicious).159

Prinsip pemberian sanksi terhadap tindakan individu hanya karena akibat perbuatan tersebut telah direncanakan dan dengan maksud yang salah tidak sepenuhnya diterima dalam hukum modern. Individu secara hukum bertanggung- jawab tidak hanya jika secara obyektif harmful effect dilakukan secara terlarang, tetapi juga jika akibat perbuatan tersebut telah dimaksudkan walaupun tanpa niat yang salah, atau jika akibat tersebut terjadi tanpa adanya maksud atau direncanakan oleh individu pelaku. Namun sanksinya mungkin berbeda dalam kasus yang berbeda-beda.160

Suatu sikap mental deliquent tersebut, atau disebut mens rea, adalah suatu elemen delik. Elemen ini disebut dengan terma kesalahan (fault) (dalam arti lebih luas disebut dolus atau culpa). Ketika sanksi diberikan hanya terhadap delik dengan kualiikasi psikologis inilah disebut dengan pertanggungjawab- an berdasarkan kesalahan (responsibility based on fault atau cul­ pability). Dalam hukum modern juga dikenal bentuk lain dari kesalahan yang dilakukan tanpa maksud atau perencanaan, yaitu kealpaan (negligance). Kealpaan adalah suatu delik omisi, dan pertanggungjawaban terhadap kealpaan lebih merupakan pertanggungjawaban absolut dari pada culpability.161

2. Tanggungjawab Individual dan Kolektif

Pembedaan terminologis antara kewajiban hukum dan pertanggungjawaban hukum diperlukan ketika sanksi tidak atau tidak hanya dikenakan terhadap deliquent tetapi juga terhadap individu yang secara hukum terkait dengannya. Hubungan tersebut ditentukan oleh aturan hukum. Pertanggungjawaban korporasi terhadap suatu delik yang dilakukan oleh organnya dapat menjadi contoh.162

Suatu sanksi dapat dikenakan terhadap individu yang tidak melakukan sendiri suatu delik tetapi berposisi dalam suatu hubungan hukum tertentu dengan pelaku delik. Dalam bahasa hukum, korporasi atau negara dipersonifikasikan; mereka adalah juristic person sebagai lawan dari natural person. Ketika suatu sanksi dikenakan terhadap individu-individu yang memiliki komunitas hukum yang sama dengan individu yang melakukan delik sebagai organ komunitas tersebut, maka disebut sebagai pertanggungjawaban kolektif yang merupakan 158 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 65.

159Ibid., hal. 65. 160Ibid., hal. 65–66.

161Ibid., hal. 66–67.

162Ibid., hal. 68. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 121. 163Ibid., hal. 122.

elemen karakteristik hukum primitif.163 Pertanggungjawaban

individual terjadi pada saat sanksi dikenakan hanya pada deli­ quent.164 Baik pertanggungjawaban individual maupun kolektif

dapat diberlakukan dengan mengingat fakta bahwa tidak ada individu dalam masyarakat yang sepenuhnya independen. Bah- kan dikatakan bahwa mempertentangkan antara individu dan komunitas adalah dalil ideologis dari sistem liberal, yang harus ditempatkan sama dengan dalil-dalil ideologi komunis.165

Ketika sanksi tidak diterapkan kepada deliquent, tetapi ke- pada individu yang memiliki hubungan hukum dengan deliquent, maka pertanggungjawaban individu tersebut memiliki karakter pertanggungjawaban abslut.166 Pertanggungjawaban kolektif

selalu merupakan pertanggungjawaban absolut.167

3. Kritik terhadap Konsep Austin tentang Kewajiban Tidak ada Pembedaan antara Kewajiban dan Pertang- gungjawaban

Konsep kewajiban yang dikembangkan di sini adalah konsep yang dimaksudkan oleh teori analitis Austin, tetapi tidak pernah benar-benar berhasil mencapainya. Argumentasi Austin berdasarkan pada asumsi bahwa sanksi selalu dikena- kan pada deliquent dan tidak diperhatikan kasus di mana sanksi juga dikenakan kepada individu dalam hubungan hukum ter- tentu dengan deliquent. Dia tidak menyadari perbedaan antara diwajibkan (being obligated) dengan bertanggungjawab. Deinisinya tentang kewajiban hukum adalah: “diwajibkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau ditempatkan di bawah kewajiban atau keharusan melakukan atau tidak melakukan, adalah menjadi dapat

dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam hal tidak me­ matuhi suatu perintah.” Tetapi bagaimana dengan kasus di mana orang selain yang tidak mematuhi hukum, dalam bahasa Austin perintah, bertanggungjawab terhadap suatu sanksi?168

Kewajiban Hukum tidak Mengikat secara Psikologis

Pernyataan bahwa seorang individu diharuskan secara hukum untuk perbuatan tertentu adalah suatu penekanan ten- tang isi suatu norma hukum, bukan tentang peristiwa nyata, khususnya bukan tentang sikap mental individu tersebut. Dalam menentukan kewajiban, yaitu dengan memberikan sanksi pada pelanggaran kewajiban (delik), aturan hukum mungkin dengan maksud agar individu memenuhi kewajibannya karena takut akan sanksi. Tetapi pertanyaan apakah orang benar-benar takut atau tidak terhadap sanksi dalam melaksanakan kewajibannya tidak relevan bagi teori hukum. Jika keharusan hukum diek- spresikan dengan mengatakan bahwa seorang individu terikat dengan aturan hukum, model ekspresi ini tidak boleh dipahami secara psikologis bahwa hal tersebut merupakan motif perbua- tannya. Ini hanya bermakna bahwa dalam suatu norma hukum yang valid, perbuatan tertentu dari individu terkait dengan suatu sanksi. Pernyataan hukum bahwa seorang individu diharuskan secara hukum atas perbuatan tertentu mengikat walaupun jika individu tersebut tidak peduli bahwa dia diharuskan. Bahkan dalam hukum positif terdapat kemungkinan di mana individu yang diharuskan oleh norma hukum tidak mungkin dapat mengetahui norma tersebut, yaitu dalam kasus norma yang berlaku surut.169

168 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 71. 169Ibid., hal. 71–72.

164 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 68. 165 Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 51–52. 166 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 70. 167 Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 125.

Kewajiban sebagai Ketakutan terhadap Sanksi

Austin menyatakan bahwa orang terikat dengan ke- harusan melakukan atau tidak melakukan sesuatu adalah karena hal itu jahat dan orang itu takut akan sanksi. Namun Apakah seseorang bertanggungjawab terhadap suatu sanksi atau tidak tidak bergantung pada apakah dia takut atau tidak terhadap sanksi. Jika benar bahwa seseorang terikat atau diharuskan karena takut pada sanksi, maka seharusnya deinisinya berkem- bang menjadi “to be obliged is to fear the sanction.” Tetapi deinisi ini tidak sesuai dengan prinsip teori hukum analisis yang menekan- kan pada perintah.170

F. HAK HUKUM

Dalam dokumen TEORI HANS KELSEN TENTANG HUKUM (Halaman 39-42)

Dokumen terkait