• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI TANAH UNTUK MELINDUNGI HEWAN TANAH

C. Pertanian Organik

Teknik manipulasi vegetasi untuk konservasi tanah sejatinya termasuk dalam sistem pertanian organik, akan tetapi mengingat jenisnya yang bermacam-macam maka uraiannya dibuat tersendiri. Bagian ini akan lebih banyak menguraikan tentang pertanian organik sebagai wujud implementasi bentuk pertanian lestari, umum disebut Low External Input Sustainable Agriculture serta Low Input Sustainable Agriculture (LEISA dan LISA), yaitu sistem pertanian bertujuan meminimalkan penggunaan input

(benih, pupuk kimia sintesis, dan pestisida sintesis) dari luar ekosistem. Tingkat pencemaran dan kerusakan di kawasan pertanian dapat disebabkan penggunaan pupuk dan pestisida sintesis yang berlebihan dan tidak proporsional. Dampak negatif penggunaan aneka bahan kimia sintesis antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, serta dampak lain berupa gangguan kesehatan dan penurunan keanekaragaman hayati. Penggunaan pestisida sintesis yang berlebih dalam kurun waktu yang panjang, dapat berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan hewan tanah. Hama dan penyakit akan kebal sehingga

justru menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi hewan tanah. Penggunaan pupuk sintesis konsentrasi tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara, hilangnya organisme tanah dan merosotnya kandungan bahan organik tanah.

Menurut Sihotang (2009) penanaman varietas padi unggul secara monokultur tanpa adanya pergiliran tanaman akan mempercepat terjadinya pengurasan hara sejenis dalam jumlah tinggi dalam kurun waktu yang pendek. Apabila dibiarkan terus-menerus tidak menutup kemungkinan terjadi defisiensi atau kekurangan unsur hara tertentu dalam tanah. Sistem pertanian dapat menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2%. Keberadaan bahan organik tanah selain memberikan unsur hara tanaman yang lengkap juga memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan semakin remah. Menurut Nurhidayati et al (2008) keberlanjutan suatu sistem pertanian akan tercapai apabila kita membudidayakan tanaman dan hewan dengan memperhatikan tiga tujuan sekaligus, yaitu 1) keuntungan ekonomi, 2) keuntungan sosial untuk petani dan masyarakat sekitarnya, dan 3) konservasi lingkungan (mantap secara ekologi). Pertanian berkelanjutan ditentukan oleh kesehatan tanah dan semua organisme secara lestari. Dengan demikian,pertanian perkelanjutan menitikberatkan solusi holistik, mempertimbangkan semua komponen, dan bervisi ke depan.

Mantap secara ekologis adalah ketika daya dukung lingkungan lestari serta daya dukung sistem pertanian secara menyeluruh dari semua makhluk hidup termasuk organisme tanah ditingkatkan. Hal tersebut dapat tercapai bila pengelolaan tanah dilakukan dengan baik dan kesehatan tumbuhan, hewan, serta manusia dipertahankan melalui proses biologis. Pemakaian bahan lokal menyebabkan penyusutan mineral, biomassa, dan energi dapat ditekan serendah mungkin. Titik perhatiannya yaitu pemakaian sumberdaya yang bersifat reversible.

Pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat diaplikasikan salah satunya dengan menerapkan pertanian organik. Menurut Sihotang (2009) pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk sistesis, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara tumbuhan,

1 3 5

Konservasi Tanah untuk Melindungi Hewan Tanah

hewan dan manusia. Penggunaan input yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Budidaya tanaman dengan sistem pertanian organik ini pada dasarnya adalah menghindari segala pemakaian bahan kimia sintesis terhadap tanah maupun tanaman. Penerapan sistem pertanian organik ini adalah 1) Penggunaan bahan alami untuk kesuburan tanah dan 2) tidak menggunakan bahan kimia sintesis dalam budidaya. Adapun ciri - ciri pertanian organik, yaitu 1) Menyuarakan aspek lingkungan (ekologi), sosial, dan ekonomi berkesinambungan, 2) Aspek alamiah dan kondisi lingkungan sekitar merupakan sumber penunjang produksi yang utama, 3) Mengurangi penggunaan bahan penunjang dari luar, 4) Rotasi tanaman, 5) Sistem budidaya secara tumpang sari atau polikultur, 6) Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) secara biologis, 7) Varietas tanaman resisten, 8) Tidak menggunakan zat kimia sintesis, 9) Mencegah erosi dan pengelolaan air, dan 10) Daur ulang nutrisi atau unsur hara dari dalam tanah.

Pertanian organik memiliki tempat strategis dan penting dalam kajian ekologi. Pertanian organik menjadikan siklus ekologi sebagai perhatian dan pertimbangan utama. Budidaya pertanian organik perlu memperhatikan pola kestabilan alam. Pola ini bersifat umum namun penerapannya spesifik-lokal. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi ekologi, budaya, dan skala lokal. Materi inputdari luar perlu direduksi melalui pola pemanfaatan ulang, membuat siklus pemanfaatan, dan penggunaan materi dengan tepat sehingga dapat merawat, meningkatkan kualitas, dan melindungi sumber daya alam. Lingkungan yang seimbang akan tercipta melalui implementasi pertanian organik bentuk pertanian yang tepat, membangun habitat,dan pemeliharaan keragaman genetika. Prinsip pertanian organik adalah memberi dukungan kelestarian lingkungan secara menyeluruh, termasuk tanah, iklim, habitat dan makhluk yang menempatinya, keragaman hayati, udara dan air (IFOAM, 2005).

Rosenow et al (1996) menyatakan bahwa pertanian organik memperhatikan kesuburan tanah sebagai dasar kapasitas produksi dan sifat alami tanaman, hewan, biofisik, dan landskap, sehingga mampu mengoptimalkan kualitas semua faktor-faktor yang saling terintegrasi atau tergantung. Pertanian organik menggunakan daur ulang limbah- limbah organik secara alami tanpa input kimia. Tingkat persediaan optimal

bahan-bahan organik tersebut dibutuhkan untuk mencapai siklus nutrisi unsur hara dalam tanah. Oleh karena itu, pertanian organik bisa dikatakan sebagai basis untuk keseimbangan ekologi secara alami. Pertanian organik tidak hanya mementingkan produk akhir yang organik tetapi semua proses secara holistik dalam sistem usaha tani, mulai dari proses persiapan lahan hingga panen.

Pertanian organik senantiasa memperhatikan pentingnya keberadaan hewan penghuni tanah. Penelitian menunjukkan bahwa dalam 100 m2 tanah terdapat cacing ±900 kg, 2400 kg fungi, 1500 kg bakteri, 133 kg protozoa, 890 kg antropoda dan ganggang, dan juga mamalia kecil. Hewan yang telah mati juga menjadi komponen penyusun bahan organik. Humus adalah bentuk akhir proses penguraian, yang bersifat relatif stabil. Hara tanah bersumber dari humus, juga menjadi pembentuk bentuk tanah serta aneka keuntungan lain (Nurhidayati et al, 2009).

Lebih lanjut Nurhidayati et al (2009) menjelaskan bahwa tanah yang terpola dengan baik mendorong keberlanjutan pertanian, nutrisi tanah terjamin dan hewan tanah melimpah dan beranekaragam. Hewan tanah melimpah di lapisan tanah yang sehat. Tiap-tiap individu mempunyai peranan tertentu. Hewan tanah itu bermanfaat dalam mengatur siklus hara tanah melalui bahan organik yang mereka makan sehingga tanah yang dikelola petani akan produktif. Dengan demikian, adanya keanekaragaman organisme mendukung kesuburan tanah, kehidupan hewan tanah dan berbagai mikroorganisme sehingga perlu mendapat perhatian khusus.

1 3 7