• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4 Analisis Karakter Lanskap Pertanian Terpadu

4.4.1 Pertanian Terpadu Secara Horizontal dengan Tumpang Sari

Pertanian terpadu secara horizontal dengan tumpang sari diamati terhadap suatu unit desa yang memiliki petani individu dengan 3 jenis usaha tani tanaman - ternak -ikan yang dilakukan secara tumpang sari. Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa pelibatan dua sampai tiga jenis usaha tani (tanaman-ternak-ikan) pada satu areal pertanian. Dari hasil survei yang dilakukan, Desa Bipolo memiliki tiga jenis usaha tani tumpang sari, yaitu tanaman-ternak-ikan (nilai 4), Desa Oeteta, Pariti, Pantai Beringin, dan Sulamu pada umumnya memiliki dua jenis usaha tani tumpang sari, yaitu tanaman dan ternak (nilai 3). Desa Pitay dan Desa Pantulan memiliki satu jenis usaha tani tanaman, yaitu padi gogo/palawija atau usaha ternak (yang bernilai 1). Tumpang sari yang paling umum di Kecamatan Sulamu adalah antara padi sawah dan ternak sapi (Gambar 16). Penanaman padi sawah tadah hujan yang dimulai pada musim hujan (Desember-Januari) dan dipanen empat bulan kemudian (April-Mei) akan menyisakan jerami padi yang akan diberikan pada ternak sapi dan kambing milik petani. Jerami padi sebagai pakan ternak akan diberikan dengan cara (1) melepas ternak pada bekas lahan persawahan yang telah dipanen (Gambar 17) atau (2) membawa jerami ke kandang ternak di pekarangan rumah petani, namun cara yang pertama lebih sering dilakukan karena masyarakat pada umumnya memelihara ternak dengan sistem penggembalaan. Rata- rata kepemilikan hewan ternak pada masyarakat desa adalah 4-5 ekor kambing, 2-4 ekor babi, dan 1-3 ekor sapi (Survei lapang, 2013). Jadwal penanaman tanaman budi daya pertanian di Kecamatan Sulamu dapat dilihat pada Tabel 18.

Ternak sapi di lahan sawah

Gambar 16 Tumpang sari tanaman dan ternak

Selain bahan pakan ternak dari sisa tanaman budi daya, masyarakat desa juga memberikan pakan ternak dari tanaman pepohonan. Gamal (Glirisidia sepium), turi (Sesbania grandiflora), dan lamtoro yang digunakan sebagai tanaman pagar, dan pakan ternak. Di musim hujan petani mengumpulkan tanaman tersebut untuk pakan ternak, yang diambil di pekarangannya sendiri atau dibeli dari warga desa dengan harga Rp 10.000,00 per ikat. Contoh pakan ternak di kawasan terdapat di Tabel 19.

Tabel 18 Jadwal penanaman tanaman budi daya pertanian di Kecamatan Sulamu

Komoditas B u l a n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Sawah Padi sawah Pekarangan Padi gogo Singkong Jagung Pepaya* Kelapa * Pisang* Kebun Padi gogo Jagung Daun singkong Umbi singkong* Hortikultura sayur (sawi, kacang panjang, terung, cabai, bayam) Kacang tanah Semangka Pepaya* Pisang * Mangga* Kelapa* Jambu Mete* Lontar/Gewang*

Tabel 19 Pakan ternak pada umumnya di Kecamatan Sulamu

No Ternak Pakan

1 Sapi Rumput king grass, Jerami padi Daun jagung, Daun lamtoro

Daun turi (Gala-Gala), Sayuran sisa panen Semak bunga putih

2 Babi Dedak padi, batang pisang

Buah jambu mete, Hancuran jagung kering Sayuran Sisa Panen, Putak (Batang Gewang) 3 Ayam Hancuran biji jagung kering

Dedak padi

Desa Pitay dan Desa Pantulan, pada umumnya masyarakat hanya memiliki satu jenis usaha tani tanaman, yaitu padi gogo, atau usaha ternak (yang bernilai 1). Namun, pada aspek usaha tani tanaman, padi gogo ditumpangsari dengan jagung atau singkong (Gambar 17).

Gambar 17 Tumpang Sari di Desa Pitay dan Pantulan

4.4.2 Pertanian terpadu secara horizontal berbasis wilayah desa

Pada aspek pertanian terpadu secara horizontal berbasis wilayah desa, lima desa memiliki tiga komoditas (tanaman-ternak-ikan) plus komoditas tumpang sari, yaitu Desa Bipolo, Oeteta, Pariti, Pantai Beringin, dan Sulamu (bernilai 4), dua desa memiliki tiga komoditas (tanaman-ternak-ikan) tanpa tumpang sari, yaitu Desa Pitay dan Pantulan (yang bernilai 2). Jenis usaha tani dan sistem tumpang sari pada masing-masing desa dapat dilihat pada Tabel 20. Sistem tumpang sari antara tanaman-tanaman dan tanaman-ternak pada kawasan dapat dilihat pada Gambar 18.

Di Kecamatan Sulamu, jagung merupakan tanaman pangan yang paling sering ditumpangsarikan dengan tanaman lain. Jagung adalah tanaman pangan terpenting kedua setelah padi dan berfungsi sebagai pengganti beras dan sebagai pakan ternak. Penduduk desa biasanya menanam jagung di tanah kosong/kebun atau miliknya pada saat musim hujan (Desember-Januari). Pola tanam yang dilakukan adalah secara bersisipan (relay cropping), yaitu dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman pohon selain tanaman jagung (dalam waktu tanam yang bersamaan) seperti pepaya, kelapa, mangga, atau pun tanaman sayuran lainnya seperti sawi, kacang panjang, singkong, atau pun labu.

Tabel 20 Jenis usaha tani dan sistem tumpang sari di Kecamatan Sulamu

Usaha tani tanaman

Usaha tani ternak Usaha tani ikan Tumpang sari

Desa Bipolo Padi sawah Hortikultura sayur Hortikultura buah Sapi penggembalaan Kambing penggembalaan Babi kandang Ayam buras Ikan bandeng tambak

Ikan nila tambak Ikan mas tambak Garam tambak

Padi sawah-sapi Jagung-ubi kayu Padi gogo –ayam kampung Sayuran- ikan/udang Gewang- ternak Desa Oeteta Padi sawah Hortikultura sayur Hortikultura buah Kebun jambu mete

Sapi penggembalaan Kambing penggembalaan Babi kandang Ayam buras/ kampung Garam tambak Ikan/udang tangkap dengan perahu, waring dan pukat

Padi sawah-sapi Padi gogo–ternak ayam Jagung-singkong Pisang-kacang tanah Jagung –pepaya Gewang-ternak Desa Pariti Padi sawah Hortikultura sayur Hortikultura buah Kebun jambu mete

Sapi penggembalaan Kambing penggembalaan Babi kandang Ayam buras/ kampung Garam tambak Ikan/udang tangkap dengan perahu, waring dan pukat

Padi sawah-sapi Jagung-singkong Padi gogo –ayam kampung

Mangga-bayam

Desa Pantai Beringin Padi sawah Padi gogo Sapi penggembalaan Kambing penggembalaan Babi kandang Ayam kampung Ikan tangkap dengan perahu, waring, dan pukat

Padi sawah/gogo - sapi

Jagung-singkong Padi gogo – palawija

Desa Pitay Padi gogo

Kebun jambu mete

Sapi penggembalaan Kambing penggembalaan Babi kandang Ayam kampung Ikan tangkap dengan perahu, waring, dan pukat

Jagung-singkong Padi gogo-palawija Kelurahan Sulamu Padi sawah Padi gogo Hortikultura sayur Sapi penggembalaan Kambing penggembalaan Ayam kampung Ikan tangkap dengan perahu, waring, dan pukat

Padi gogo-sapi Jagung-singkong Padi gogo –ayam kampung

Jagung-k. Panjang Desa Pantulan

Padi gogo

Kebun jambu mete

Sapi penggembalaan Kambing penggembalaan Babi kandang Ikan tangkap dengan perahu, waring, dan pukat

Jagung-singkong Padi gogo-palawija

Jagung – pepaya Ayam kampung- padi

Pisang – padi sawah Jambu mete – ternak sapi

Mangga – bayam Pisang - cabai

Gambar 18 Sistem tumpang sari antara tanaman-tanaman dan tanaman-ternak Pemupukan pada tanaman jagung mudah dilakukan karena beberapa desa ini juga merupakan desa peternakan dengan produksi kotoran sapi yang melimpah yang terdapat di pekarangan dan kebun atau sawah. Kotoran sapi diolah menjadi pupuk kompos bagi tanaman palawija. Data produksi tanaman padi dan palawija di Kecamatan Sulamu dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21 Data produksi padi dan palawija di Kecamatan Sulamu (Profil desa 2011 )

Desa Jenis Komoditas

Padi sawah (ha) Padi gogo (ha) Jagung (ha) Kacang tanah (ha) Ubi kayu (ha) Bipolo 325 5 25 15 5 Oeteta 525 5 170 27 10 Pariti 415 5 65 12 10 P. Beringin 115 5 35 5 10 Pitay 0 15 45 5 15 Sulamu 0 50 25 15 15 Pantulan 5 85 125 5 20 Jumlah (ha) 1 385 170 490 84 85 Produksi (kg/ha) 6 092 147 2 300 1 030 1 955 Produktifitas 4,36 0,86 4,69 12,3 23

Pada pengembangan usaha ternak, dilakukan juga dengan kombinasi antara tanaman pangan dengan ternak. Peran ternak dapat berfungsi sebagai tambahan pendapatan, tabungan, kegemaran, membantu pembiayaan usaha tani, dan upacara adat. Dalam kondisi demikian, pemeliharaan ternak menjadi tidak fokus, dan dalam satu rumah tangga peternak dapat ditemukan berbagai jenis ternak peliharaan. Pada kawasan, ternak sapi merupakan ternak yang paling besar jumlahnya diantara semua ternak yang ada dan diusahakan secara merata di semua desa, lalu diikuti dengan kambing dan babi sebagai ternak rumah tangga bersama ayam kampung. Pemeliharaan ternak umumnya dilakukan secara sederhana dalam kandang atau dilepas. Data jumlah ternak di Kecamatan Sulamu dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Data jumlah ternak di Kecamatan Sulamu

Desa Jenis Komoditas

Sapi Kambing Ayam Babi Kuda

Bipolo 1005 405 4667 694 81 Oeteta 1705 639 3230 724 57 Pariti 2825 1005 1150 520 15 P. Beringin 559 638 120 133 103 Pitay 702 645 205 159 166 Sulamu 1815 436 2344 248 146 Pantulan 962 385 177 225 120 Jumlah (ha) 9573 4153 11893 2703 688 (Profil desa 2011)

Sistem integrasi usaha tani ternak dengan tanaman telah diterapkan oleh petani walaupun belum secara optimal. Petani mempunyai kebiasaan tidak memindahkan sisa jerami padi di sawah sehingga dapat memberikan manfaat meningkatkan kandungan bahan organik tanah selain sebagai pakan ternak sapi. Pada pengolahan tanah di lahan kering, sisa tanaman sebagai bahan organik selain membantu dalam mencegah erosi juga meningkatkan produktivitas tanah karena dapat secara efektif memberikan penutupan pada permukaan tanah sebesar 75% (Sudiandyanaa 2012).

Di dalam pengelolaan ternak, terdapat kemauan peternak untuk membuat kompos sebagai pupuk tanaman pangan dan hortikultura sehingga peternak enggan untuk menjual ternaknya (hanya dijual jika ada kebutuhan mendesak) yang menyebabkan populasi ternak menjadi tinggi. Namun, jika dinilai dari manajemen pemeliharaan ternak pada sebagian besar masyarakat desa, masih terdapat beberapa kelemahan seperti ternak hanya diikat di pekarangan karena pada umumnya peternak tidak mempunyai kandang sehingga peluang ternak terserang penyakit secara bersama lebih besar. Dalam hal pembinaan petani, pelaksanaan kegiatan ini kurang mendapat dukungan dari petugas penyuluhan ternak setempat, misalnya kurangnya

pendampingan teknisi untuk mendapatkan suntikan pencegahan penyakit bagi ternak.

Di Kecamatan Sulamu khususnya Desa Bipolo, Desa Oeteta, dan Desa Pariti telah disepakati adanya suatu daerah pemisahan ternak yang merupakan suatu daerah khusus yang berada di belakang permukiman masyarakat desa yang berbatasan dengan ketiga desa yang diperuntukkan bagi lokasi penggembalaan ternak warga desa, dan daerah tersebut juga merupakan daerah perkebunan jambu mete. Area ini dipisahkan dari area pertanian tanaman pangan desa dengan menggunakan pagar kawat dan tanaman.

Kesepakatan area pemisahan ini berdasarkan Peraturan Desa Pemisahan Daerah Pertanian dan Peternakan Kecamatan Sulamu No. 2/Tahun 2007, yaitu bagi para peternak yang memiliki hewan ternak berjumlah lebih dari 5 ekor yang digembalakan, harus membawanya ke area pemisahan ternak agar tidak mengganggu lahan pertanian warga desa. Area pemisahan dibatasi oleh pagar yang pengawasan pagarnya menjadi tanggung jawab masing-masing kepala keluarga (KK) di desa yang dilewatinya selebar 13 m. Jika pada waktu yang berjalan, terdapat tanaman budi daya warga yang dirusak ternak, aparat desa akan memeriksa kondisi (jumlah atau harga) kerusakan dan posisi pagar yang rusak (yang dapat ditentukan siapa pengelola pagar tersebut). Penggantian kerusakan tanaman akan dibebankan pada pengelola pagar dan pemilik ternak dengan perbandingan 1:1. Misalnya jumlah kerusakan padi petani 0,25 ha, yang diperkirakan akan dapat dipanen sebanyak 5 blek (kaleng) beras yang setara jumlahnya dengan 15 kg beras/blek atau Rp 40.000,00 (perhitungan beras yang belum di-mol). Total penggantian adalah 15 kg/blek x 5 blek, yaitu 75 kg beras atau dihitung dengan harga Rp 200.000,00. Selanjutnya, uang ganti kerugian yang harus dibayar itu dibagi dua antara pengelola pagar dan pemilik ternak. Daerah pemisahan ternak, selain berfungsi melindungi daerah pertanian dari kerusakan akibat ternak, juga memberikan kesempatan bagi ternak untuk memperoleh makanan dari limbah (buah) jambu mete yang jatuh ke tanah.

Jambu mete (Anarcadium occidentale) merupakan tanaman yang mampu hidup dan bereproduksi pada kondisi cuaca yang kering. Jambu mete lokal banyak ditemukan di kawasan studi walaupun produktivitasnya masih rendah jika dibandingkan dengan luas lahan yang tersedia, yaitu sekitar 450 kg gelondong/ha atau sekitar 20% dari potensi jambu mete unggul (Wahyudi et al. 2010). Setiap hari pada musim panen (November-Januari) penduduk dapat mengambil buah semu mete yang berair untuk dijadikan pakan ternak babi dan sapi, dan 1-3 kg gelondong biji jambu mete untuk langsung dijual kepada pedagang pengumpul yang datang ke kebun dengan harga Rp 8000,00 per kg. Banyaknya hasil panen bergantung pada umur tanam. Jambu mete yang berumur 3-4 tahun dapat menghasilkan gelondong kering 2-3 kg/pohon, yang meningkat menjadi 15-20 kg/pohon pada umur 20-30 tahun bahkan masih berproduksi sampai umur 50 tahun.

4.4.3 Pertanian terpadu secara vertikal dengan usaha tani hulu-tengah-hilir.

Pada aspek pertanian terpadu secara vertikal berdasarkan keberadaan usaha tani hulu-tengah-hilir (benih-produksi di atas lahan-pengolahan hasil), Desa Bipolo dan Oeteta memiliki dua komoditas pada level 2 dan 3 dengan pengolahan limbah (nilai 3). Desa Pariti dan Sulamu memiliki satu komoditas pada level 2 dan 3 dengan pengolahan limbah (nilai 2). Desa Pantai Beringin, Desa Pitay, dan Desa Pantulan memiliki satu komoditas pada level 2 tanpa pengolahan limbah (nilai 1). Data usaha tani hulu-tengah-hilir di Kecamatan Sulamu dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Usaha tani hulu-tengah-hilir di Kecamatan Sulamu

Desa Keterpaduan Pengolahan

limbah Bibit/benih

(hulu)

Produksi pertanian di atas lahan (tengah)

Usaha pengolahan hasil pertanian

(hilir) Bipolo - Padi sawah

Hortikultura sayuran Kebun kelapa Gewang Ternak sapi Ternak ayam Ikan/udang tambak Garam tambak Kelapa kopra Gula merah/cuka Pakan ternak Pakan ternak/ikan Arang Pupuk Pupuk

Oeteta - Padi sawah

Hortikultura sayuran Jambu mete Mangga Lontar Tanaman obat Ternak sapi Ternak ayam Ikan/udang tangkap Garam tambak Gula /cuka/sagu/ Garam iodium Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pupuk Pupuk

Pariti - Padi sawah

Hortikultura sayuran Kebun kelapa Jambu mete Ternak sapi Ternak ayam

Ikan/udang tangkap Ikan/udang kering

Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pupuk Pupuk Pantai Beringin - Padi gogo Jambu mete Ternak sapi Ikan/udang tangkap - -

Pitay - Padi gogo Jambu mete Ternak

- -

Sulamu - Padi sawah, gogo Hortikultura sayur Jambu mete Ternak sapi Ternak ayam

Ikan/udang tangkap Ikan/udang kering

Pakan ternak Pakan ternak Pakan ternak Pupuk Pupuk Pantulan - Padi gogo

Jambu mete Ternak

- -

Kawasan pertanian sawah di Kecamatan Sulamu merupakan sawah tadah hujan di daerah beriklim panas dengan curah hujan rendah dan dalam periode relatif pendek (Desember-April), tetapi masih memungkinkan untuk pengelolaan padi sawah dan padi gogo walaupun akan berisiko kekeringan. Kekeringan dapat berakibat fatal dan berpengaruh pada kestabilan hasil terutama jika varietas yang ditanam berumur dalam dan relatif kurang tahan terhadap kekeringan (Babu et al. 1996). Padi yang umum digunakan oleh petani di Kecamatan Sulamu adalah

Memberamo, Ciherang, dan Inpari karena merupakan varietas yang lebih tahan hama wereng coklat, cocok pada dataran rendah, berumur genjah, dan bermutu baik.

Sawah di Kecamatan Sulamu memiliki dua sifat pengelolaan yaitu secara tanggung renteng dan secara individual. Dalam pengelolaan secara tanggung renteng, suatu luasan sawah milik seseorang dikelola bersama-sama (tanggung renteng) pada suatu musim tanam. Jika dikelola secara tanggung renteng, pada saat panen akan dihitung besarnya biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing anggota dan keuntungannya dibagi sesuai dengan proporsi biaya yang dikeluarkan. Dalam pengelolaan secara individual, pengelolanya adalah pekerja atau buruh sawah, yang apabila saat panen padi akan tiba, jasanya dibayar dengan beras hasil panen sebesar 1 blek (15 kg) per hari kerja. Biasanya masing-masing petani akan mendapatkan luas lahan 20 are untuk dikelola dan luasan ini adalah ukuran luas yang umum dikelola oleh petani padi sawah di desa-desa di Kecamatan Sulamu. Analisis biaya usaha tani padi sawah dapat dilihat pada Tabel 24. Sebuah keluarga petani dapat saja mengelola beberapa sawah tetapi dengan luasan masing-masing sawah sebesar 20 are (1 are = 1 m x 100 m; 20 are = 20 m x 100 m). Jika petani membutuhkan uang sebelum panen, ia dapat meminjam padi atau yang disebut tonda padi yaitu meminjam padi sebesar 1 blek (15 kg) namun harus dikembalikan sebanyak 2 blek (30 kg) padi.

Tabel 24 Analisis biaya usaha tani padi sawah per 20 are (2000 m2) pada kawasan

Uraian Jumlah Harga satuan Harga

Pengeluaran Benih padi 30 kg - - Herbisida/insektisida 2 liter Rp 80 000 Rp 160 000 Sewa traktor (bajak 3 kali) 10 000/ are (3 kali) Rp 600 000 Rp 600 000 NPK 3 karung (@150 kg) Rp 150 000 Rp 450 000 KCl 10 kg Rp 6 000 Rp 60 000 Pengolahan lahan* 4 org x 5 hari kerja x 15 kg** 300 kg Rp 7 500 Rp 2 250 000 Total Rp 3 520 000 Penghasilan Panen 20 karung/ 1000 kg (800kg***) Rp 7 500 Keuntungan Rp 6 000 000 Rp 2 480 000 *Biasanya untuk pengelolaan lahan dilakukan oleh satu keluarga tani

**15 kg adalah pembayaran dalam jumlah beras untuk 1 tenaga kerja/hari kerja. *** setelah beras dimol, mengalami penyusutan 20% menjadi 800 kg

Masyarakat petani memiliki kebiasaan menyimpan beras hasil panen tahun ini untuk dapat dipakai sebagai bibit padi pada tahun depan sehingga masyarakat tidak harus membeli lagi jika tahun depan akan mulai kegiatan penyemaian padi. Padi hasil panen disimpan di suatu bilik khusus penyimpanan padi yang bersebelahan dengan dapur rumah. Padi hasil panen akan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang disebut sokal yang terbuat dari anyaman tunas gewang yang berfungsi lebih kuat/aman melindungi jika dibandingkan dengan sebuah karung (Gambar 19). Sokal

ini memiliki kapasitas sampai 100 blek (1500 kg) Padi. Sokal ini aman dari gangguan tikus karena diletakkan dengan posisi digantung.

Gambar 19 Sokal sebagai tempat penyimpanan beras di bilik ruangan

Kecamatan Sulamu khususnya Desa Bipolo dan Oeteta memiliki kegiatan usaha tani gula merah (gula lempeng) dari tanaman gewang (Corypha utan) di Taupkole, Desa Bipolo dan lontar (Borassus flabellifer) di Oelnasi, Desa Oeteta. Usaha tani ini bersifat skala kecil yang dikelola oleh individu pada lahan yang tidak terlalu luas dengan teknologi yang diwariskan secara turun-temurun. Di Kecamatan Sulamu, usaha tani ini berjalan dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia secara alamiah dari segi bahan baku, tenaga kerja, dan bahan bakar. Pada saat sumber daya/bahan baku gula merah pohon gewang atau lontar cukup banyak, usaha tani akan berjalan dengan lancar. Namun, jika bahan baku terbatas seperti jumlah pohon gewang produktif terbatas, tenaga kerja langka, dan bahan bakar menipis, keberlangsungan usaha tani gula merah/gula lempeng ini akan terancam. Hingga saat ini, usaha tani masih bergantung pada keberadaan pohon gewang atau lontar yang banyak tumbuh alami sejak lama (masyarakat belum mengenal budi daya gewang atau lontar), tenaga kerja keluarga, dan bahan bakar kayu sehingga pertumbuhan usaha ini masih lambat. Selain membuat gula merah, terdapat beberapa fungsi tanaman gewang atau lontar yang telah banyak dimanfaatkan warga, yaitu sebagai berikut:

a. pelepah daun (bebak) sebagai bahan bangunan rumah; b. daun sebagai atap bangunan rumah;

c. buah dapat dimakan langsung (seperti tanaman lontar);

d. bunga sebagai penghasil air nira yang dibuat minuman tuak dan cuka makanan; e. batang sebagai tiang bangunan rumah, isi batang dewasa muda (putak) sebagai

makanan ternak babi, dan isi batang dewasa dapat digunakan untuk membuat tepung/sagu.

Pada usaha tani tanaman kelapa, umumnya penduduk menanam tanaman ini hanya sebagai tanaman sela di pekarangan atau kebun miliknya. Pemanfaatan tanaman lain di antara kelapa dimaksudkan untuk menggunakan lahan yang tersisa. Menurut Bambang dan Tarigan (2004), di dalam melaksanakan pola tanam kelapa dengan menggunakan tanaman sela harus mempertimbangkan cara pengusahaannya, terutama dalam penggunaan sumber daya alam seperti cahaya matahari, unsur hara, air, media tumbuh, dan oksigen, memperhatikan sistem kanopi dari tanaman kelapa, serta perakaran tanaman kelapa dan tanaman sela yang akan digunakan. Pada umumnya, di desa-desa di Kecamatan Sulamu, penduduk mempunyai tanaman kelapa di pekarangannya (3-6 pohon). Yang ditanam sebagai tanaman sela adalah

singkong, labu, palawija, dan jagung disela di antara kelapa. Adakalanya, tanaman kelapa ditanam sebagai pagar luar dari pekarangan/lahan kebun milik warga.

Di Desa Bipolo terdapat usaha pengolahan kelapa menjadi kopra oleh 10 kepala keluarga tani. Dengan memanfaatkan kebun seluas 30 are (30 m x 100 m) dengan jumlah 10-12 pohon kelapa yang dipanen setiap minggu. Waktu pemanenan dilakukan pagi atau sore hari asalkan keadaan cuaca mendukung misalnya, saat tidak turun hujan. Buah kelapa untuk bahan kopra tidak dibiarkan jatuh dengan sendirinya karena buah yang jatuh sudah lewat masaknya sehingga tidak sesuai untuk bahan kopra. Cara pemanenan adalah dengan memanjat pohon dan memotong buah kelapa menggunakan sabit atau parang. Keuntungan cara ini adalah dapat dipilih buah kelapa yang siap panen dan dapat dilakukan pembersihan mahkota daun.

Kopra adalah daging kelapa yang dicungkil dari tempurung. Setelah dipanen, buah kelapa dibelah dan dijemur dengan tempurungnya selama 2 hari, kemudian dicungkil dan diiris lalu dijemur lagi selama 2-3 hari. Kopra yang telah kering lalu dijual di pasar dengan harga Rp 3000,00 per kg. Dalam setiap minggu, petani kelapa ini dapat menjual kelapa kopra kepada pedagang sebanyak 25-28 kg (Gambar 20a). Limbah kopra berupa kumpulan batok kelapa yang telah digunakan lalu dikumpulkan dan dijemur, sehingga pembakaran nanti akan berjalan lebih cepat. Batok kelap kering lalu dimasukkan ke dalam drum kosong dan dibakar menjadi arang (Gambar 20b).

Gambar 20 Petani Kelapa Kopra (a) dan hasil pembakaran arang batok kelapa (b) di Desa Bipolo

Pada usaha tani perikanan, ikan bandeng merupakan ikan air payau yang sangat populer dibudidayakan di Desa Bipolo. Ikan ini membutuhkan air laut dan tambahan air tawar yang diambil dari sumur bor pada kawasan. Ikan bandeng sangat cocok dipelihara di kawasan Desa Bipolo karena menyukai suhu tinggi terutama pada tambak peliharaan, yaitu dengan suhu mencapai 400C, tetapi sensitif terhadap suhu rendah dan mengalami stres pada suhu 120 C.

Sebagian besar petani bandeng di Desa Bipolo masih memanfaatkan nener yang berasal dari alam karena minimnya pengetahuan petani mengenai teknologi pembenihan buatan dan keterbatasan modal. Mereka memanfaatkan nener alam yang masih melimpah, yang dibeli dari Pantai Manikin, Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang sekitar 15 km dari Desa Bipolo. Dalam pembesaran ikan bandeng di Desa Bipolo, pembudi daya memperoleh persediaan air tawar dari aliran sungai dan sumur

Dokumen terkait