• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan Hakim Banding Dan Hasil Dari Putusan Hakim Pada Tingkat Banding

C. Putusan Hakim PTUN dan Putusan Hakim PT.TUN.Mdn a.Putusan PTUN

2. Pertimbangan Hakim Banding Dan Hasil Dari Putusan Hakim Pada Tingkat Banding

Menimbang, bahwa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor: 72/G/2011/PTUN-MDN diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari kamis, Tanggal 19 Desember 2011 dihadiri oleh Kuasa Penggugat/ Terbanding dan Kuasa Tergugat/Pembanding maka tenggang waktu

14 (empat belas hari untuk mengajukan permohonan banding adalah dihitung setelah putusan tersebut diucapkan di persidangan.

Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat/Pembanding telah mengajukan permohonan banding dengan akta permohonan banding Nomor: 72/G/2011/PTUN-MDN, tertanggal 27 Desember 2011, maka permohonan banding tersebut secara formal harus diterima karena diajukan masih dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta persyaratan sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 123 ayat (1), 125 ayat (2), pasal 126 ayat (1), Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Menimbang, bahwa setelah mempelajari berkas perkara secara seksama yang terdiri dari berita acara pemeriksaan persiapan, berita acara persidangan, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan serta meneliti dan memperhatikan surat-surat bukti dan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh para pihak di persidangan, yang dikaitkan dengan memori banding Tergugat/Pembanding, Kontra Memori Banding Penggugat/Terbanding maka Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan akan mempertimbangkan sebagaimana diuraikan di bawah ini:

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan judex facti di tingkat banding berpendapat dan berkesimpulan bahwa pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

tersebut telah tepat dan benar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, oleh karena itu pertimbangan hukum dimaksud diambil alih menjadi pertimbangan hukum dalam memutus sengketa ini ditingkat banding.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas maka putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor; 72/G/2011/PTUN-MDN Tanggal 19 Desember 2011 harus dikuatkan. Menimbang, bahwa karena Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor: 72/G.2011/PTUN-MDN Tanggal 19 Desember 2012 tersebut yang dimohon banding dikuatkan dalam pemeriksaan tingkat banding dan pihak Tergugat/Pembanding tetap pihak yang kalah dalam sengketa ini, maka harus dihukum membayar biaya perkara pada tingkat banding sebesar ditetapkan dalam amar putusan.

Mengingat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor: 9 Tahun 2004 dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 serta semua peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan perkara ini:

- Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding.

- Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan nomor: 72/G/2011/PTUN-MDN tanggal 19 Desember 2011 yang dimohonkan banding.

- Menghukum Tergugat/Pembanding membayar biaya perkara yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

D. Analisis Yuridis Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Putusan Nomor 30/B/2012/PT.TUN.Mdn

Pertimbangan Hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan dan mengandung kepastian hukum, di samping itu mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti baik dan cermat maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.

Pertimbangan Hakim terhadap Putusan No.72/G/2011/PTUN-Mdn dan Putusan No. 30/B/2012/PT.TUN.Mdn dengan melihat fakta-fakta yang ada di lapangan menurut penulis sudah sesuai dengan peraturan-peraturan yang berkaitan terhadap putusan tersebut dan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Dalam pasal 55 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Hakim telah melaksanakan tugasnya yang mana isi dari pasal 55 tersebut adalah ” Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara”. Yang mana Penggugat telah menggugat tergugat tertanggal 26 Agustus 2011 yang diterima dan terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan pada Tanggal 26 Agustus 2011 dan terhadap gugatan tersebut telah dilakukan perbaikan formal Tanggal 19 September 2011.

Hakim dalam memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap prosedur penerbitan surat keputusan obyek sengketa Majelis Hakim terlebih dahulu akan mengutip beberapa ketentuan yang berpedoman pada Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang dan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. Dalam Pertimbangan Hakim ini hakim melihat si pemilik bangunan atau si Penggugat telah melaksanakan kewajibannya sebelum mendirikan atau membangun si Penggugat telah melaksankan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung pada pasal 8 ayat (1) dan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 Bab III pasal 4 ayat (1) yang berbunyai ” Setiap orang pribadi atau badan yang mendirikan bangunan di dalam daerah harus memperoleh izin dari Kepala Daerah terlebih dahulu mengajukan permohonan”. Dan selanjutnya pada ayat (2) disebutkan: ” Bangunan yang didirikan harus sesuai dengan Izin Mendirikan Bangunan yang diberikan. Hakim melihat bahwa si Penggugat telah memenuhi ketentuan tersebut dengan mengajukan izin terlebih dahulu kepada Bupati Deli Serdang.

Majelis Hakim berpendapat bahwa Tergugat atau Bupati Deli Serdang sebagai aparatur pemerintahan tidak menganut atau tidak melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas persamaan, dikarenkan fakta hukum keterangan saksi di persidangan bahwa di Lingkungan Kabupaten Deli Serdang belum semua bangunan memiliki IMB

termasuk bangunan yang berjarak hanya beberapa meter dari lokasi bangunan penggugat seharusnya Tergugat sebagai aparatur pemerintahan harus mengambil suatu tindakan yang tegas dan sudah seharusnya memerintahkan untuk dilakukan pembongkaran bangunan terhadap setiap bangunan yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan, sehingga mekanisme Pencabutan IMB atas nama Penggugat yang dilakukan oleh Tergugat yang seharusnya diberlakukan secara sama terhadap semua bangunan yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan di Kabupaten Deli Serdang sebagaimana di amanatkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006.

Majelis Hakim berpendapat bahwa penggunaan wewenang Tergugat dalam menerbitkan Keputusan tentang pencabutan Izin Mendirikan Bangunan nomor 503.648/5456 telah tidak cermat, tidak konsisten dan tidak profesional dalam mempertimbangkan hal-hal dan fakta-fakta yang relevan dan sebenarnya tidak berlandaskan kepentingan yang terkait dikarenakan pembuatan keputusan yang bersangkutan tidak berlandasakan pada asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas persamaan dan asas kecermatan, yang mana asas persamaan yaitu hal-hal yang sama harus diperlakukan sama, dan asas kecermatan yaitu bahwa suatu ketetapan yang diambil dan disusun dengan cermat. Tergugat juga sudah melanggar ketentuan undang-undang pasal 53 ayat (2) b Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara ”Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya

wewenang tersebut”. Sehingga merugikan kepentingan umum Penggugat dan mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi Penggugat. Dikarenakan Majelis Hakim melihat dari asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas persamaan dan asas kecermatan Majelis Hakim berpendapat penerbitan surat keputusan obyek sengketa secara prosedur telah mengandung suatu kesalahan/cacat/kekurangan dari segi yuridis maka dari itu sudah tepat bahwasanya hakim mengabulkan gugatan Penggugat.

Pertimbangan Hakim juga menuliskan gugatan Penggugat dapat dikabulkan gugatan Penggugat yang menyebutkan agar Keputusan Bupati Deli Serdang tentang pencabutan Izin Mendirikan Bangunan atas nama Nurbaya Sianipar dinyatakan batal dan juga mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut keputusan tersebut patut dan adil untuk dikabulkan. Dan Tergugat dalam pihak yang kalah wajib membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara yang berdasarkan pada ketentuan Pasal 110 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berisikan ”Pihak yang kalah untuk seluruhnya atau sebagian dihukum membayar biaya perkara.

Pertimbangan Hakim juga dalam sistem pembuktian dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara yang mengarah pada pembuktian bebas (vrije bewijs) yang terbatas yang mana hakim berlandaskan pada ketentuan Pasal 100 dan Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara yang mana pada pasal 100 yang dapat dikatakan alat bukti adalah Surat (tulisan), Keterangan Ahli, Keterangan Saksi, Pengakuan Para Pihak, Pengetahuan Hakim dan pasal

107 Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan , beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sah nya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim, dan dalam pertimbangan ini Majelis Hakim hanya menggunakan alat-alat bukti yang relevan dan paling tepat dengan sengketa ini.

Pertimbangan Hakim dalam tingkat banding permohonan banding tersebut secara formal harus diterima karena diajukan masih dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta persyaratan dan hakim telah berlandasakan pada ketentuan Pasal 123 (1), 125 ayat (2), pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yang mana pada pasal 123 ayat (1) menjelaskan ” Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus di kuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu empat belas hari setelah Putusan Pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah, pasal 125 ayat (2) menjelaskan ” panitera memberitahukan hal tersebut kepada pihak terbanding”, pasal 126 ayat (1) menjelaskan ” Selambat-lambatnya 30 hari sesudah permohonan pemeriksaan banding dicatat, panitera memberitahukan kepada 2 belah pihak bahwa mereka dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara dalam tenggang waktu 30 hari setelah mereka menerima pemberitahuan tersebut. Dalam pertimbangan hukum hakim menimbang berpendapat dan berkesimpulan pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan telah tepat dan benar sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku, oleh karena itu maka Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan nomor 72/G/2011/PTUN-Mdn tanggal 19 desember 2011 harus dikuatkan oleh karena itu pihak Tergugat atau Pembanding tetap pihak yang kalah dalam sengketa ini maka harus dihukum membayar biaya perkara pada tingkat banding sebesar yang ditetapkan dalam amar putusan. Hakim dalam memberikan pertimbangan dalam putusan tersebut telah berlandasakan pada undang-undang yang terkait yang berkaitan dengan perkara dalam putusan tersebut.

Penggugat adalah pihak yang dirugikan dalam perkara ini telah memenuhi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung yang mana Undang-Undang tersebut mengatakan pada pasal 7 ayat (1), (2) yang isinnya ayat (1) ”setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung”, ayat (2) mengatakan ” persyartaan administrasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Begitu juga dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang nomor 14 Tahun 2006 Tentang Izin Mendirikan Bangunan pada Bab III pasal 4 ayat (1) (2) oleh karena itu hakim dalam memberikan pertimbangan pada putusan ini sudah sesuai dengan peraturan-peraturan yang bersangkutan dan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang terdapat pada Bab III pasal 3 Undang-Undang nomor 28 tahun 1999.

Tergugat dalam hal ini Bupati Deli Serdang dalam perkara ini telah melanggar Undang-Undang nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung yaitu pasal 8 ayat (3), (4) begitu juga Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang nomor 14 tahun 2006 dan tidak melaksanakan tugasnya berlandaskan asas-asas umum pemerintahan yang baik terbukti dalam pengambilan keputusan yang sewenang-wenang sehingga menimbulkan perkara yang ada dalam putusan ini.

E. Analisis Yuridis Terhadap Putusan Nomor 30/B/2012/PT.TUN.Mdn

Analisis yuridis adalah menguraikan data dan fakta hukum (dassein) yang terjadi, lalu disesuaikan dengan ketentuan yang sebenarnya (das sollen).158

Istilah pemerintahan yang baik (good governance) mulai muncul di Indonesia pada tahun 1990-an. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahan yang baik (good governance) menjadi hal yang sangat penting, karena hal ini berkaitan dengan pelayanan publik. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada tahun 1990-an birokrasi pelayanan publik di Indonesia sangat berbelit-belit. Dari Putusan nomor 30/B/2012/PT.TUN.MDN penulis telah mengumpulkan data secara kualitatif untuk dianalisis dengan menggunakan metode deduktif sebagai pisau analisis penulis menggunakan teori Good Governance.

Mustopadidjaya AR, mengungkapkan bahwa kepemerintahan yang baik

(Good Governance) merupakan isu yang paling mengemukakan dalam pengelolaan administrasi publik pada saat ini. Tuntutan yang gencar dilakukan

158

Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian Suatu Tinjauan Teoritis dan Praksis, (Yogyakarta: Ruzz Media, 2011), Hal. 118.

masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat, disamping adanya pengaruh globalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya ditanggapi oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah kepada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.159

Prinsip-prinsip yang melandasi konsep tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi yang lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun ada sejumlah prinsip yang menjadi dasar pemerintahan yang baik (good governance) yaitu akuntabilitas, transparansi dan partisipasi masyarakat. Selain itu pemerintahan yang baik (good governance) yang efektif menuntut adanya kordinasi dan integritas, profesionalisme serta etos kerja yang tinggi dari pemerintah, masyarakat madani dan pihak swasta.

Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas:160

a. Asas kepastian hukum.

b. Asas tertib penyelenggaraan negara. c. Asas kepentingan umum.

d. Asas keterbukaan. e. Asas proporsionalitas. f. Asas profesionalitas. g. Asas Akuntabilitas. h. Asas efisiensi. 159

Faried Ali, Op, Cit., Hal. 163.

160

i. Asas efektivitas.

Asas-Asas Umum Pemerintah yang Baik (Good Governance) memiliki fungsi sebagai berikut :161

1. Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Selain itu sekaligus juga membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara mempergunakan freis Ermessen/ melakukan kebijakan yang jauh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian, administrasi negara diharapkan terhindar dari perbuatan onrechtmatige daad, detournoment de pouvoir, abus de droit, dan ultravires

2. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, Asas-Asas Umum Pemerintah yang Baik (Good Governance) dapat dijadikan sebagai dasar gugatan

3. Bagi hakim Tata Usaha Negara dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikelurakan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara

Asas-Asas Umum Pemerintah yang Baik (Good Governance) dapat dipergunakan oleh badan legislatif dalam merancang undang-undang. Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha negara dan oleh sebuah

161

Mahkamah Konstitusi, untuk menyelanggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.162

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 48 Tahun 2009 yang dimaksud dengan hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan Tata Usaha Negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.163

hakim harus bertindak selaku pembentuk hukum dalam hal peraturan perundangan tidak menyebutkan sesuatu ketentuan untuk meyelesaikan suatu perkara yang terjadi. Dengan kata lain, hakim harus menyesuaikan undang-undang dengan hal-hal yang konkret, karena peraturan-peraturan tidak dapat mencakup segala peristiwa hukum yang timbul dalam masyarakat. Karena hakim turut serta menentukan mana yang merupakan hukum dan yang tidak, makaMr.

162

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman.

163

Lihat pasal 1, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Paul Scholte mengatakan bahwa hakim itu menjalankan rechtvinding (penemuan hukum).164

Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Komisi Yudisial Nomor 22 Tahun 2004 yang dimaksud dengan hakim secara normatif adalah hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan secara etimilogi atau secara umum, yang dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh satu pun bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang Maha Esa.165

Hakim berbeda dengan pejabat lain, ia harus benar-benar menguasai hukum sesuai dengan sistem yang dianut di Indonesia dalam pemeriksaan disidang pengadilan. Hakim harus aktif bertanya dan member kesempatan Pengertian hakim juga terdapat dalam Pasal 1 butir 8 KUHAP yang menyatakan bahwa hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.

164

C.S.T. Kansil, Chiristine S.T. Kansil, Pengantar lmu Hukum Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Hal. 70.

165

Bambang Waluyo, Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika edisi 1 Cet 1, 1991), Hal. 11.

kepada pihak terdakwa yang diwakili oleh penasihat hukum untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula penuntut umum. Semua itu dimaksudkan untuk menemukan kebenaran materil dan pada akhirnya hakimlah yang bertanggung jawab atas segala yang diputuskannya.166Ada 5 hal yang menjadi tanggung jawab hakim yaitu:167

a. Justisialis Hukum, yang dimaksud dengan justisialis adalah meng-adilkan. Jadi putusan hakim yang dalam praktiknya memperhitungkan kemanfaatan doel matigheid perlu di-adilkan. Makna dari hukum de zin van het recht terletak dalam gerechtigheid keadilan. Tiap putusan yang diambil dan dijatuhkan dan berjiwa keadilan, sebab itu adalah tanggung jawab jurist yang terletak dalam justisialisasi dari pada hukum.

b. Penjiwaan Hukum, dalam berhukum recht doen tidak boleh merosot menjadi suatu adat yang hampa tanpa jiwa, melainkan senantiasa diresapi oleh jiwa untuk berhukum. Jadi huku harus memperkuat hukum dan harus tampak sebagai pembela hukum dalam member putusan.

c. Pengintegrasian Hukum, hukum perlu senantiasa sadar bahwa hukum dalam kasus tertentu merupakan ungkapan daripada hukum pada umumnya. Oleh karena itu putusan hakim pada kasus tertentu tidak hanya perlu diadakan dan dijiwakan melainkan perlu diintegrasikan dalam sistem hukum yang sedang berkembang oleh perundang-undangan, peradilan dan kebiasaan. Perlu dijaga supaya putusan hukum dapat dintegrasikan dalam hukum positif sehingga semua usaha berhukum senantiasa menuju ke pemulihan pada posisi asli

restitutio in integrum.

d. Totalitas Hukum, maksudnya menempatkan hukum Keputusan Hakim dalam keseluruhan kenyataan. Hakim melihat dari 2 segi hukum melihat kenyataan ekonomis dan sosial, sebaliknya diatas hakim melihat dari segi moral dan religi yang menuntut nilai-nilai kebaikan dan kesucian. Kedua tuntutan itu perlu dipertimbangkan oleh hakim dalam keputusan hukumnya, di saat itu juga segi social-ekonomis menuntut pada hakim agar keputusannya memperhitungkan situasi dan pengaruh kenyataan sosial-ekonomis.

166

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), Hal. 101.

167

Nanda Agung Dewantoro, Masalah Kebebasan Hakim dan Menangani Suatu Perkara Pidana, (Jakarta: Aksara Persada, 1987), Hal. 149.

e. Personalisasi Hukum, personalisasi hukum ini mengkhususkan keputusan pada personal (kepribadian) dari para pihak yang mencari keadilan dalam proses. Perlu diingat dan disadari bahwa mereka yang berperkara adalah manusia yang berpribadi yang mempunyai keluhuran. Dalam personalisasi hukum ini memunculkan tanggung jawab hakim sebagai pengayom (pelindung), disini hakim dipanggil untuk bias memberikan pengayoman kepada manusia-manusia yang wajib dipandangnya sebagi pribadi yang mencari keadilan.

Pertimbangan Hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, disamping itu mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik dan cermat maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.168

Hakim dalam suatu pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya pembuktian, dimana hasil dari pembuktian akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara. Pembuktian merupakan tahap yang paling penting dalam pemeriksaan di persidangan, pembuktian bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar-benar dan adil. Hakim tidak dapat menjatuhkansuatu putusan sebelum nyata bagi hakim bahwa

168

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2004), Hal. 140.

peristiwa/fakta tersebut benar-benar terjadi, sehingga nampak adanya hubungan hukum antara para pihak.169

Selain itu, pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat hal-hal sebagai berikut:170

a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak

Dokumen terkait