• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Pidana

1. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan

Setelah proses pemeriksaan di persidangan selesai maka hakim harus mengambil keputusan yang sesuai. Untuk itu sebelum menjatuhkan sanksi pidana, hakim dituntut untuk melakukan tindakan yaitu menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya dengan melihat bukti-bukti yang ada dan disertai keyakinannya. Setelah itu mempertimbangan dan memberikan penilaian atas peristiwa yang terjadi serta menghubungkan dengan hukum yang berlaku dan selanjutnya memberikan suatu kesimpulan dengan menetapkan suatu sanksi pidana terhadap perbuatan yang dilakukan. Putusan apapun yang menjadi pertimbangan dijatuhkannya suatu putusan mengingat bahwa Terdakwa adalah seorang Anak.

Berbicara mengenai sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim terhadap anak selalu dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, di mana dalam undang-undang tersebut dalam pertimbangannya menjelaskan bahwa:

a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;

b. bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan;

c. bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of

the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum

terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Ketika seoarang anak dihadapkan pada suatu persoalan menyangkut hukum dimana anak ini menempatkan diri sebagai pelaku. Pada umumnya perbuatan tersebut mereka lakukan dalam kondisi kejiwaan yang tidak stabil. Oleh karena itu, hakim yang menangani perkara anak haruslah hakim yang memiliki pemahaman tentang anak. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang berbunyi:

Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Telah berpengalaman sebagai hakim di pengadilan dalam lingkungan peradilan umum;

b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak;

c. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.

Yang dimaksud memahami masalah anak adalah memahami pembinaan anak yang meliputi pola asuh keluarga, pola pembinaan, sopan santun, disiplin anak, serta melaksanakan pendekatan secara efektif dan simpatik. Selain itu, perlu memahami pertumbuhan dan perkembangan anak serta harus memahami berbagai tata nilai yang hidup dimasyarakat yang mempengaruhi karakter berfikir anak dalam kehidupannya.

Hakim yang memeriksa dan memutus Perkara Nomor: 7/Pid.Sus-Anak/2015/PN.Msb adalah hakim anak. Hakim anak yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Masamba yang telah mempunyai pengalaman sebagai hakim anak pada Peradilan Umum dan hakim yang mempunyai perhatian, dedikasi, dan memahami masalah tentang anak. Hakim yang ditunjuk sebagai hakim anak adalah hakim yang telah beberapa kali mengadili perkara anak nakal. Hakim anak yang mengadili Perkara Nomor: 7/Pid.Sus-Anak/2015/PN.Msb adalah hakim anak tunggal dan didampingi oleh seorang panitera. Sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang berbunyi:

a. Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama dengan hakim tunggal;

b. Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya;

c. Dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti.

Ada beberapa hal yang menjadi dasar-dasar pertimbangan yang dipergunakan oleh hakim dalam memutus perkara dalam Putusan Nomor: 7/Pid.Sus-Anak/2015/PN.Msb yang pelakunya adalah anak yang didasarkan pada pada fakta-fakta yang ada dalam persidangan dan juga berdasarkan rasa keadilan hakim dan mengacu pada pasal-pasal yang berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan. Adapun yang menjadi pertimbangan-pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa antara lain:

Menimbang bahwa dalam persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 363 ayat (2) KUHPidana telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primer;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa, dan barang bukti yang dihadirkan di persidangan, dikaitkan pula dengan Berita Acara Penyidikan, sehingga melahirkan kesimpulan bahwa Terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana “pencurian dalam keadaan memberatkan”;

Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap Terdakwa telah dikenakan penangkapan dan penahanan yang sah, maka masa penangkapan dan penahanan tersebut harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; Menimbang, bahwa karena terbukti bersalah maka ia Terdakwa akan dijatuhi pidana yang dipandang setimpal dengan perbuatannya dengan memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan sebagai berikut:

 Hal-hal yang memberatkan:

 Terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit disemua tingkat pemeriksaan;

 Terdakwa merugikan orang lain.  Hal-hal yang meringankan:

 Terdakwa masih ingin bersekolah;

Menimbang, bahwa disamping mendengar pendapat dan permohonan orang tua dari terdakwa bahwa orang tua terdakwa sangat mengharapkan terdakwa dapat dihukum seringan-ringannya. Majelis Hakim juga memperhatikan pendapat dari Pembimbing Kemasyarakatan (Anak) sebagaimana yang terlampir dalam berkas perkara yang memberi kesimpulan bahwa terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi melakukan perbuatan yang melanggar hukum, maka disarankan dan dimohonkan pada pokoknya agar terdakwa dari segi psikologis atau kejiwaan, sebaiknya diberikan hukuman yaitu dikembalikan kepada orang tuanya;

Menimbang, bahwa oleh karena itu Majelis Hakim berpendapat bahwa demi masa depan terdakwa dan kesejahteraan terdakwa sebagai yang digolongkan anak, walaupun Majelis Hakim tidak menjatuhkan sanksi tindakan sebagaimana permohonan orang tua terdakwa, melainkan sanksi pemidanaan.

Dokumen terkait