• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Bahwa pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Penggugat

2.2.1.2. Pertimbangan Hukum dan Isi Putusan Majelis Hakim Tingkat Kasasi pada Putusan Nomor 667 K/Pdt.Sus-PHI/2016.

2.2.1.2.1. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

Berdasarkan seluruh rangkaian pembahasan memori kasasi, maka Pemohon Kasasi dahulu Tergugat berkesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa keputusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam memberi pertimbangan hukumnya seakan fokus untuk memenangkan pihak Penggugat/Termohon Kasasi, hal itu terlihat dari uraian pertimbangan hukumnya hanya memilih uraian

yang menguntungkan Penggugat/Termohon Kasasi tanpa

mempertimbangkan keuntungan dari Pihak Pemohon Kasasi/Tergugat berupa dalil uraian dan alat bukti Pemohon Kasasi sebagaimana yang telah diuraikan dan diperlihatkan di dalam persidangan.

2. Bahwa Pemohon Kasasi keberatan Majelis Hakim menghukum Tergugat Konvensi untuk membayar secara tunai dan sekaligus, hak- hak Pengugat Konvensi akibat Pemutusan Hubungan Kerja yang

62

dinilai seluruhnya berjumlah Rp. 63.490.950.00 (enam puluh tiga juta empat ratus sembilan puluh sembilan ratus lima puluh rupiah).

3. Bahwa perintah mutasi pada perkembangannya harus diikuti pula oleh perintah untuk meninggalkan rumah dinas, yang dalam point ini Penggugat merasa keberatan untuk mana Majelis Hakim akan mempertimbangkan penolakan Penggugat pindah dari rumah dinas tersebut.

4. Bahwa pertimbangan hukum yang dibuat oleh Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru tersebut telah salah menerapkan hukumnya karena dalam putusannya tidak tepat, tidak cermat, dan telah keliru dan salah dalam penerapan hukum tentang pertimbangan hukumnya dan pembuktian berdasarkan fakta-fakta hukum (bukti surat dan buktiketerangan saksi-saksi) yang terungkap di persidangan, sehingga penerapan hukumnya yang diambil oleh Judex Facti menjadi tidak tepat, tidak cermat, oleh karenanya patut secara hukum putusan tersebut haruslah dibatalkan. 5. Bahwa Majelis Hakim tersebut telah serta merta langsung

mengabulkan seluruh isi gugatan Penggugat/Termohon Kasasi bahkan telah melebihi tuntutan dalam petitum dengan alasan berdasarkan azas

ultra nepetita....tanpa harus memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal yang lainnya, yang tentu saja pertimbangan hukum Judex Facti tersebut telah salah dalam penerapan hukumnya. Seharusnya

Judex Facti haruslah mempertimbangkan hal–hal lainnya yang berhubungan dengan mutasi tersebut.

63

6. Pemohon Kasasi menyediakan sarana transportasi bagi anak

Penggugat untuk menyelesaikan pendidikannya apabila

Penggugat/Termohon Kasasi melakukan pindah rumah. Namun dalil dan upaya Tergugat untuk menyediakan transportasi anak sekolah tersebut diabaikan oleh Majelis Hakim PHK oleh karena kesalahan karyawan, dalam hal ini Termohon Kasasi dahulu penggugat selayaknya mendapat berupa uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

7. Bahwa Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan bahwa akibat Penggugat tidak pindah rumah oleh karena alasan sekolah anaknya mengakibatkan Penggugat lebih sering terlambat masuk kerja dan berakibat pula produktifitas kerja Penggugat sudah terganggu karena lebih sering terlambat bekerja. Pegawai/pekerja yang mutasi pada umumnya sudah lumrah dan lazim serta merta dilakukan pindah rumah jika jarak tempuh lokasi pekerjaan yang jauh.

8. Bahwa terlebih di dalam putusannya berkaitan tentang mengadili dalam konvensi menyebutkan “Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Konvensi untuk sebagian, namun dalam kenyataanya Majelis justru melebihi gugatan Penggugat.

9. Majelis Hakim telah salah karena, bahkan Majelis Hakim melebihi seluruh petitum gugatan Penggugat, dengan demikian putusan Majelis Hakim tersebut haruslah dibatalkan Bahwa Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 dan telah direvisi dengan Undang-Undang

64

Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI yang menyebutkan: Mahkamah Agung RI dalam tingkat Kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan adalah karena:

a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan, perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

2.2.1.2.2. Isi Putusan

Berdasarkan alasan-alasan Pemohon Kasasi di atas, Mahkamah Agung memutuskan:

Dalam Konvensi: Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat dalam Konvensi untuk sebahagian; 2. Menyatakan Hubungan Kerja antara Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi putus sejak putusan Judex Facti dibacakan;

3. Menghukum Tergugat Konvensi untuk membayarkan secara Tunai dan Sekaligus, hak-hak Penggugat Konvensi akibat Pemutusan Hubungan Kerja yang nilai seluruhnya berjumlah Rp47.857.500,00 (empat puluh tujuh juta delapan ratus lima puluh tujuh ribu lima ratus rupiah);

4. Menolak gugatan Penggugat dalam Konvensi untuk selain dan selebihnya;

65

Dalam Pokok Perkara:

- Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi/Tergugat dalam Konvensi untuk seluruhnya;

Dalam Konvensi dan Rekonvensi:

- Membebankan biaya perkara kepada Negara.

2.3.ANALISIS

2.3.1. Penerapan Azas Keadilan pada Putusan Tingkat 1 Nomor 05/Pdt.Sus- PHI/2016/PN.Pbr

Dengan melihat kasus di dalam putusan yang telah disebutkan di atas, dan mendasarkan analisis tersebut dengan teri keadilan John Rawls, maka berikut merupakan hasil analisis yang telah penulis teliti, yaitu:

Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru sudah cukup menggambarkan bahwa terdapat akses kesempatan yang adil bagi setiap anggota masyarakat yang ingin menempuh jalur hukum untuk penyelesaian sengketa yang mereka alami. Lembaga hukum sangat terbuka dan menjunjung prinsip persamaan bagi semua orang tanpa menilai dari posisi/jabatan seseorang.

Majelis Hakim dalam megadili perkara sudah benar menerapkan pertimbangan hukum yang menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja antara PT. Inti Kamparindo Sejahtera dengan Sdr. Erikson Situmorang adalah PHK secara sepihak. Putusan yang demikian diambil oleh Majelis Hakim dengan mempertimbangkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang diajukan oleh kedua belah pihak. Artinya, terdapat prinsip persamaan keadilan atas

66

persamaan. Semua pihak baik pihak yang lemah yaitu pekerja beserta saksi- saksi yang diajukannya dan pihak yang kuat yaitu pengusaha sama-sama memiliki kebebasan untuk berbicara mengutarakan pendapatnya dan berhak untuk didengarkan. Seorang hakim harus memberikan kebebasan yang seluas luasnya kebebasan kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk didengar pendapatnya. Agar kemudian hakim dapat memberikan putusan yang adil.

Dalam anasilis putusan Majelis Hakim Tingkat I dibenarkan telah terjadi hubungan kerja antara Sdr. Erikson Situmorang sebagai pekerja/buruh dengan PT. Inti Kamaparindo Sejahtera sebagai pengusaha. Hubungan kerja tersebut merupakan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban. Pekerja/buruh memiliki kewajiban yaitu melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan dalam PK, PP, dan atau PKB. Sedangkan pengusaha memiliki kewajiban untuk memenuhi hak pekerja/buruh.

Apabila melihat dari teori keadilan dikemukakan oleh Rawls diatas, Majelis Hakim Tingkat I telah mempertimbangkan situasi yang sama dan setara antara pengusaha dan pekerja/buruh dimana tidak ada pihak yang memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, seperti misalnya kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan, kemampuan, kekuatan, dan lain sebagainya. Baik pengusaha dan pekerja/buruh memiliki hak yang sama di depan hukum.

Sdr. Erikson Situmorang telah melakukan pekerjaan dengan baik dan menuruti perintah pengusaha. Perintah mutasi oleh PT. Inti Kamparindo Sejahtera di terima dengan baik oleh Erikson Situmorang. Tuduhan pengusaha jika Erikson Situmorang sering terlambat ketempat kerja, ataupun

67

tidak siap melaksanakan pekerjaannya, tidak dapat dibuktikan baik olehnya maupun oleh saksi yang diajukan. Namun perintah untuk pindah rumah belum disetujui oleh Erikson dikarenakan anaknya yang sebentar lagi akan melangsungkan Ujian Nasional SD. Meskipun perintah untuk pindah rumah belum disetujui tetapi Erikson setiap harinya tetap bekerja seperti biasa lebih 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam dalam seminggu sebagaimana diatur dalam Pasal 77 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003. Oleh karenanya Surat Peringatan dan Surat Pemutusan Hubungan Kerja yang disampaikan oleh Tergugat kepada Penggugat tidak beralasan hukum. Surat PHK hanya dapat diberikan kepada pekerja/buruh apabila pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja sebagaimana tertera dalam Ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Majelis Hakim Tingkat I yang membatalkan PHK secara sepihak oleh PT. Inti Kamparindo Sejahtera dan menetapkan PHK saat putusan dibacakan sudah benar dalam menerapkan hukum. Bahwa disamping Tindakan Tergugat tersebut bertentangan Pasal 77 dan Pasal 161, Pemutusan Hubungan Kerja sepihak oleh pengusaha tanpa Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial yang dilakukan Tergugat tersebut juga bertentangan dengan Pasal 151, 155 ayat (1) dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Alasan lain yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim adalah adaanya perlindungan terhadap anak. Mengingat anak dari Sdr. Erikson yang saat itu duduk di kelas VI SD dan akan melaksanakan Ujian Nasional, maka

68

harus diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Karena apabila Sdr. Erikson menuruti perintah untuk pindah rumah, sang anak akan kesulitan menjangkau sekolah dengan jarak yang sangat jauh dan transportasi yang tidak memadai. Selain itu, pihak sekolah juga tidak menyarankan untuk pindah sekolah menjelang ujian nasional dikarenakan proses administrasi yang sangat sulit dan riskan sehingga dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi anak.

Menurut penulis, pertimbangan hukum Majelis Hakim lainnya yang mencerminkan asas keadilan seperti yang dikemukakan Rawls yakni, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Artinya, hakim dituntut untuk memiliki keberanian mengambil keputusan sesuai dengan ketentuan normatif undang-undang tanpa mengedepankan pihak yang lebih kuat dan mengacuhkan pihak yang lemah, sehingga keadilan substantif dapat terwujud melalui putusan hakim pengadilan.

Kemudian dalam pertimbangan hukumnya, hakim memutuskan Putusnya Hubungan Kerja antara Penggugat dengan Tergugat sejak putusan ini dibacakan maka oleh karena itu berdasarkan Ketentuan Pasal 155 ayat (2) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dihubungkan dengan Pasal (2) PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang menyatakan bahwa Hak atas Upah timbul pada saat terjadinya Hubungan Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha dan berakhir pada saat Putusnya Hubungan kerja, dihubungkan dengan Ketentuan Pasal 93 ayat (2f) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga diperhitungkan masa kerja Erikson

69

adalah sejak 1 Mei 2008 sampai dengan 16 Maret 2016 yakni 7 Tahun 10,5 Bulan dengan Jabatan Pemanen dan upah terakhir sebesar Rp. 2.127.000,-. Berikut perhitungan hak yang seharusnya diterima oleh Erikson sesuai dengan Pasal 163 Angka (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003:

1. Uang Pesangon 2x8x Rp. 2.127.000,- = Rp. 34.032.000,- 2. Uang Penghargaan Masa Kerja

3 x Rp.2.127.000,- = Rp.6.381.000,- Total = Rp. 40.413.000,-

3. Uang Penggantian Hak :

 Uang Penggantian Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan 15% x Rp. 40.413.000,- = Rp. 6.061.950,-

 Cuti Tahunan 2013, 2014, 2015 dan 2016 25/25 x Rp. 2.127.000,- = Rp. 2.127.000,-

 Tunjangan Hari Raya Thn 2015 = Rp.2.127.000,- 4. Upah selama belum ada Putusan

6x Rp. 2.127.000,- = Rp. 12.762.000,-

JUMLAH YANG HARUS DIBAYAR = Rp. 63.490.950

Dari putusan tersebut, Majelis Hakim Tingkat I telah memberikan hak yang sama seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. pertimbangan hakim yang demikian dikarenakan Sdr. Erikson telah patuh menjalankan kewajibannya sebagai pekerja sehingga ia berhak mendapatkan apa yang menjadi haknya.

70

1.2.1. Penerapan Azas Keadilan pada Putusan Tingkat Kasasi Nomor

Dokumen terkait